Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi November 2025 melambat dari 2,86% year-on-year (YoY) pada bulan Oktober menjadi 2,72% YoY dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 109,22. Di samping harga emas yang kembali stabil, kecukupan stok bahan pangan dan deflasi harga beras menjadi penyebab inflasi melambat di pengujung tahun 2025.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini ada sejumlah faktor-faktor penyebab inflasi. Hal itu antara lain kenaikan harga emas di pasar global, kenaikan tarif angkutan udara di hampir semua rute dan maskapai. Selain itu juga ada early warning system Kementerian Pertanian yang mencatat penurunan produksi bawang merah hingga angka terendah tahun ini, serta potensi ombak/gelombang tinggi di beberapa perairan menjadi faktor-faktor inflasi bulan November 2025.
Secara bulanan, Indonesia mengalami inflasi month-to-month sebesar 0,17%, dengan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang terbesar 1,21% dan perhiasan emas menjadi komoditas penyumbang inflasi dengan andil 0,08%. Di samping perhiasan emas, tarif angkutan udara, bawang merah, ikan segar dan wortel juga memiliki andil inflasi antara 0,02 sampai 0,04%.
Meski demikian, BPS juga mencatat sejumlah komoditas seperti ayam ras memberi andil deflasi dengan andil 0,03%, beras dan cabai merah masing-masing 0,02%, serta telur ayam ras dan kentang masing-masing 0,01%. Ketersediaan stok bahan pangan ini di pasar memungkinkan kelimanya menjadi komoditas yang mampu menekan laju inflasi dari komponen bergejolak (volatile food).
"Kombinasi koreksi harga telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, dan beras menyumbang perlambatan inflasi November 2025. Dalam komoditas beras, deflasi disebabkan meningkatnya ketersediaan, penyesuaian harga beras pada beberapa kualitas, serta penyaluran beras SPHP ke pasar," ucap Pudji dalam Rilis Berita Resmi Statistik di Jakarta, Senin (01/12/2025).
Sementara itu, secara tahunan, inflasi 2,72% YoY dan kenaikan IHK menjadi 109,22 pada November 2025 didorong inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 4,25%. Secara historis, BPS mencatat bawang merah selalu mengalami inflasi setiap bulan November sejak 2023, sementara harga wortel sudah mengalami volatilitas tinggi sejak Juni 2024.
Dari segi komponen, inflasi inti bertahan di angka 2,36% YoY akibat normalisasi harga perhiasan emas, minyak goreng, dan kopi bubuk. Inflasi administered price mencapai 1,55% YoY akibat tarif air minum PAM dan sigaret kretek mesin, sementara inflasi harga bergejolak sebesar 5,48% YoY.
Dari segi wilayah, 28 provinsi di Indonesia mengalami inflasi, sementara 10 provinsi mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Riau sebesar 4,27%, sementara deflasi terdalam terjadi di Sulawesi Utara sebesar -0,65%.
"Pemerintah telah menetapkan target inflasi 1,5-3.5%. Dengan angka inflasi ytd sebesar 2,27%. Kalau dilihat dari angka ini, masih berada dalam rentang pemerintah. Inflasi kali ini didorong faktor permintaan momen Natal dan Tahun Baru, tetapi dengan upaya yang tepat, stabilitas harga dan inflasi tetap dalam target sasaran," tegas Pudji.
Ruang tetap longgar
Laju inflasi yang berhasil dikendalikan hingga akhir tahun memberikan ruang leluasa untuk kebijakan moneter maupun fiskal longgar mencapai tujuannya. Meski demikian, pengendalian inflasi tetap perlu mempertimbangkan ekspektasi belanja dan indeks kepercayaan konsumen untuk memastikan daya beli terdorong secara maksimal.
Kepala Departemen Makroekonomi dan Penelitian Pasar Keuangan Permata Bank Faisal Rachman menilai, inflasi saat ini terjadi sejalan dengan langkah-langkah kebijakan propertumbuhan, tetapi karena masih berada dalam perkiraan 1,5-3,5%, Bank Indonesia (BI) akan mampu mempertahankan kebijakan akomodatif untuk agenda jangka panjangnya.
"Meskipun BI telah mengumumkan akan mengadopsi sikap prostabilitas dalam Rapat Dewan Gubernur Oktober 2025, hal ini diperkirakan hanya sementara dan akan berubah seiring meredanya tekanan global. Suku bunga The Fed masih mungkin dipotong dan pasar masih mengharapkan pelonggaran tambahan untuk meredam risiko depresiasi Rupiah jangka menengah," ucap Faisal saat dihubungi SUAR, Senin (01/12/2025).
Dengan tekanan global yang mereda, menurut Faisal, risiko domestik menjadi lebih dominan karena kebijakan fiskal dan moneter ekspansif meningkatkan likuiditas bisa berdampak terhadap inflasi sebesar 0,3–0,5 poin persentase. Meskipun demikian, inflasi diperkirakan tetap terkendali mengingat selisih output negatif Indonesia dan ekspektasi normalisasi harga emas di tengah peningkatan risiko pasar keuangan.
"Kami memperkirakan inflasi akan tetap berada dalam rentang 2,0-2,5% pada akhir 2025, naik dari 1,57% pada akhir 2024. Diskon tiket transportasi bisa membantu menekan inflasi akhir tahun, dan harga emas yang kembali stabil juga membantu menekan inflasi secara terukur," ucapnya.
Direktur LPEM FEB UI Chaikal Nuryakin menilai faktor harga emas yang masih menjadi komoditas penyumbang inflasi menunjukkan permintaan emas di tingkat global masih menentukan stabilitas harga keseluruhan. Dengan kata lain, ketidakpastian masih membayang dan emas masih menjadi safe assets yang mendorong permintaannya naik.
"Ketika harga emas dunia meningkat lebih cepat dan kurs melemah, harga emas batangan serta emas perhiasan di dalam negeri meningkat lebih cepat dan menambah tekanan inflasi pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya," cetus Chaikal saat dihubungi dari Jakarta.
Meski demikian, sumber utama tekanan inflasi yang masih berasal dari sisi pasokan bahan pangan membuat kecukupan stok menjadi penting. Ini terbukti dari harga beras yang turun menjadi rem yang cukup pakem untuk menahan inflasi, sehingga komponen-komponen lain pun tetap terkendali. Namun, Chaikal mengingatkan, inflasi inti masih tetap dapat bergerak karena promosi akhir tahun dan realisasi pembelian barang tahan lama yang bertambah.
"Namun demikian, pergeseran diperkirakan terbatas mengingat ekspektasi tambahan belanja belum melonjak sejalan dengan tren Indeks Kepercayaan Konsumen yang masih cenderung datar meski tetap berada pada wilayah optimis. Dengan komposisi tersebut, inflasi tahunan diperkirakan tetap berada dalam kisaran target BI 2,5%±1," pungkas Chaikal.
Baca juga:

Sebelumnya, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani memperkirakan situasi ekonomi yang relatif stabil membuat siklus kenaikan inflasi Kuartal-IV akan mendorong pertumbuhan ekonomi meningkat. Sepanjang Desember, belanja masyarakat akan naik seiring Natal dan Tahun Baru, dan pemerintah akan memaksimalkan belanja untuk menghabiskan sisa anggaran.
"Inflasi dan pertumbuhan ekonomi akan tinggi karena saling memengaruhi, karena 57% pertumbuhan ekonomi kita masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga," ujar Ajib.