Jurus Pengendalian Inflasi Ala Indonesia yang Diklaim Ingin Ditiru Negara Lain

Presiden Prabowo Subianto menyoroti salah satu prestasi satu tahun pemerintahannya adalah mampu mengendalikan inflasi. Dalam beberapa kesempatan presiden bahkan mengklaim banyak negara lain ingin belajar mengendalikan inflasi dari Indonesia.

Jurus Pengendalian Inflasi Ala Indonesia yang Diklaim Ingin Ditiru Negara Lain
Wisawatan mancanegara berkunjung di Pasar Badung, Denpasar, Bali, Kamis (16/10/2025). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nz

Presiden Prabowo Subianto menyoroti salah satu prestasi satu tahun pemerintahannya adalah mampu mengendalikan inflasi. Dalam beberapa kesempatan presiden bahkan mengklaim banyak negara lain ingin belajar mengendalikan inflasi dari Indonesia.

Prabowo mengatakan, Indonesia punya teknik-teknik memantau dan mengendalikan inflasi yang kurang diajarkan fakultas-fakultas ekonomi dunia.

“Ini jangan dianggap remeh. Banyak negara yang hebat pertumbuhannya tapi inflasinya tinggi. Kita justru berhasil menjaga stabilitas dan kepercayaan pasar,” ujar Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna (SKP) yang digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (20/10/2025).

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat inflasi umum pada September 2025 pada posisi 2,65% secara tahunan. Ini masih dalam rentang target Bank Indonesia (BI) dan APBN 2025 yakni 1,5%-3,5%.

Inflasi Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lainnya seperti Turki yang mencapai 33,3% pada triwulan ketiga 2025 dan Argentina yang sebesar 43,4% pada triwulan kedua 2025. Inflasi Indonesia juga lebih rendah dibanding Brasil yang sebesar 5,4% dan Rusia yang sebesar 9,8%.

Dalam beberapa kesempatan, presiden juga mengklaim banyak negara yang ingin belajar pengendalian inflasi dari Indonesia.

“Banyak negara mau belajar bagaimana mengendalikan inflasi dari kita,” ujar Prabowo dalam sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, yang disiarkan secara daring, Senin (5/5/2025).

Kemarin Senin (20/10/2025), dalam rapat koordinasi inflasi daerah di kantor Kementerian Dalam Negeri. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengemukakan betapa pentingnya pengendalian inflasi. Ia bahkan mengatakan, stabilitas harga dan pengendalian inflasi menjadi salah satu resep keberhasilan mantan Presiden Soeharto bisa berkuasa lebih dari 32 tahun.

“Saya ingin cerita sedikit kenapa inflasi itu penting. Yang pertama, inflasi itu bisa menjaga stabilitas politik. Jadi salah satu rahasia kenapa Pak Harto bisa bertahan 32 tahun adalah beliau bisa menjaga stabilitas. Harga beras utamanya, yang lain akan ikut dengan beras,” ujar Purbaya

Koordinasi antar daerah

Di banyak negara, urusan pengendalian inflasi seakan sebatas hanya persoalan dari bank sentral. Maka cara mengendalikan inflasi banyak negara terbatas hanya dari menaikan atau menurunkan tingkat suku bunga acuan saja.

Padahal sejatinya, suku bunga acuan adalah instrumen moneter bank sentral. Namun, penyebab inflasi tidak semudah bisa langsung diselesaikan dengan bunga acuan bank sentral saja. Ada unsur pasokan dan permintaan yang memicu kenaikan inflasi.

Berbeda dengan banyak negara, salah satu resep keberhasilan pengendalian inflasi Indonesia adalah pada koordinasi erat antar pemerintah daerah, pemerintah pusat, BI, dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dalam forum Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang telah berjalan sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Cara kerja koordinasi ini sederhana. Tiap daerah wajib melaporkan ketersediaan pasokan komoditas dan bahan pangan. Ketika ada suatu daerah yang kekurangan pasokan pangan, maka daerah lain yang berlebih pasokan bisa memasok ke daerah yang kurang tersebut. Koordinasi ini dipantau oleh Kementerian Dalam Negeri selaku pembina para kepala daerah di seluruh Indonesia.

Agar pemerintah daerah makin bersemangat mengendalikan inflasi di wilayahnya, pemerintah pusat pun memberi rangsangan insentif fiskal kepada pemda yang berhasil mengendalikan inflasinya.

Strategi ini pun terbukti jitu. Sejak 2023 hingga kini, inflasi Indonesia tidak pernah lebih dari 3%. Pada 2024 capaian inflasi sebesar 1,57% berada di dalam rentang target yakni 1,5%-3,5%, adapun pada 2023 inflasi yang sebesar 2,61% juga masih dalam rentang target yakni 2%-4%.

Prioritas pemerintah

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan BUMN Kementerian Koordinator Perekonomian Ferry Irawan mengungkapkan bahwa pengendalian inflasi menjadi salah satu prioritas pemerintah, di samping memaksimalkan waktu 2,5 bulan ke depan untuk memanfaatkan momentum untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

"Inflasi itu ibarat pencuri paling nakal, dan kita tidak tahu kapan saat harga barang mendadak lebih tinggi, daya beli tiba-tiba menurun. Sampai akhir tahun, kami yakin bisa mencapai 2,5±1%, apalagi nanti di akhir tahun, kita punya beberapa program yang akan langsung memengaruhi inflasi, terutama diskon tarif dan stabilisasi harga," jelas Ferry di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Diskon tarif yang dimaksud Ferry mengacu pada potongan harga untuk pembelian tiket kereta api oleh KAI, angkutan laut oleh Pelni, penyeberangan oleh ASDP, dan beberapa maskapai udara untuk mendorong sektor pariwisata dan mobilitas akhir tahun.

Di samping itu, bantuan pangan dan 5 program prioritas untuk penciptaan lapangan kerja (Koperasi Desa Merah Putih, Kampung Nelayan Merah Putih, revitalisasi tambak Pantura, modernisasi kapal nelayan, dan program perkebunan rakyat) akan segera diimplementasikan.

Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip memberikan catatan terhadap capaian kinerja perekonomian tersebut. Dalam Growth Recovery Index yang dikembangkan IEI dengan mengukur kinerja PDB saat ini dan PDB sebelum pandemi, terungkap ekspor dan komoditas masih menjadi penopang, padahal daya beli yang kuat membutuhkan konsumsi rumah tangga lebih tinggi.

"Selain membantu kelas bawah, pemerintah juga harus upgrade job creation secara permanen untuk membantu kelas menengah. Kalau kita ingin mencapai pertumbuhan ekonomi sampai 8%, sektor padat karya yang memiliki serapan bagus harus didorong. Komponen inflasi stabil karena inflasi administered price turun, tetapi inflasi inti yang dipengaruhi daya beli belum berhasil," jelas Sunarsip.

Baca juga:

Inflasi September Karena “Demand-Pull”, Tanda Daya Beli Membaik
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi pada bulan September 2025 mencapai 2,65% year on year (YoY) meningkat dibanding Agustus 2025 yang pada level 2,31%.

Wakil Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anne Patricia Sutanto memvalidasi penilaian Sunarsip tersebut. Dengan melihat kenyataan dunia usaha saat ini, kebutuhan untuk meningkatkan daya beli bersifat linier dengan kebutuhan untuk meningkatkan daya saing dari segi produktivitas, efisiensi, dan mendorong serapan industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan besar serta eceran.

"Di sektor pertanian, saat ini baru 12% tenaga kerja formal. Di sektor akomodasi dan pariwisata baru 29% tenaga kerja formal. Dari 20 juta pekerja di sektor manufaktur, baru 61% tenaga kerja formal. Tantangan kita adalah menggeser industri dari padat modal ke padat karya yang menjadi pillar of growth ekonomi Indonesia," cetus Anne saat dihubungi, Selasa (21/10/2025).

Selain serapan tenaga kerja formal yang akan membantu kelas menengah mengamankan daya beli, kepastian hukum dan mengembalikan kepercayaan konsumen pun menjadi tantangan. Pada bulan September 2025, Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia turun menjadi 115,0, turun dari 117,2 pada Agustus, menandai pembacaan terendah sejak April 2022.

"Seluruh lini bangsa juga perlu fokus bersatu untuk meningkatkan daya saing dengan kepastian hukum dan lapangan kerja yang memadai sehingga daya beli pun naik," pungkas Anne.

 

 

 

 

 

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional