Selamatkan Penerimaan Negara, Pelanggaran Ekspor Produk Turunan Sawit Digagalkan

PT. MMS melaporkan mengekspor 87 kontainer fatty matter senilai Rp28,7 miliar. Fatty matter masuk dalam produk yang tidak dikenai bea keluar. Namun, setelah ditelusuri, mereka tidak mengimpor fatty matter melainkan produk turunan minyak sawit mentah sehingga masuk kategori kena bea keluar.

Selamatkan Penerimaan Negara, Pelanggaran Ekspor Produk Turunan Sawit Digagalkan
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (kanan) bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kiri) mendengarkan penjelasan petugas Bea Cukai tentang produk turunan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang diamankan karena melanggar ekspor di Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025). Foto: Antara/Fakhri Hermansyah/nz.

Keberhasilan operasi gabungan Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgassus OPN) Polri, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menggagalkan ekspor ilegal 87 kontainer produk turunan sawit menjadi bukti komitmen negara menegakkan integritas fiskal dan memprioritaskan nilai tambah komoditas nonmigas yang berpeluang meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.

Capaian tersebut diumumkan dalam konferensi pers bersama Polri dan Kementerian Keuangan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Turut menghadiri kegiatan tersebut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Tommy Andana, mewakili Menteri Perdagangan Budi Santoso.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama menjelaskan, pengungkapan tersebut bermula dari temuan pemberitahuan izin ekspor 87 kontainer fatty matter milik PT. MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, antara antara 20-25 Oktober 2025. Muatan fatty matter dalam ke-87 kontainer tersebut tercatat memiliki berat bersih 1.802 ton senilai Rp28,7 miliar.

Sebagai produk ekspor, fatty matter merupakan produk ekspor yang tidak dikenai bea keluar. Dalam industri hilir sawit, produk sampingan hasil olahan biodiesel ini merupakan bahan baku produksi cairan pelarut, pembersih, hingga produk kimia turunan lain yang mempunyai nilai tambah yang menjanjikan.

Namun, setelah melalui penelusuran dan hasil uji laboratorium DJBC Kemenkeu dan IPB University yang disaksikan Satgassus OPN, produk ekspor yang diuji terbukti mengandung produk turunan minyak sawit mentah bukan fatty mater. Komoditas ini masuk klasifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 32 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Komoditas Turunan Kelapa Sawit sehingga terkena ketentuan bea keluar.

Barang bukti yang diamankan petugas. (Foto: Dokumentasi Kementerian Keuangan)

"Penegahan masih dalam penelitian lebih lanjut, termasuk pengumpulan bukti tambahan. Yang pasti, kolaborasi sangat krusial antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Polri untuk memastikan industri sawit Indonesia lebih transparan, berkeadilan, akuntabel, dan memberi kontribusi optimal bagi negara," ucap Djaka di hadapan awak media.

Mempertegas penjelasan Djaka, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa temuan Satgassus OPN, DJP, dan DJBC bermula dari kecurigaan lonjakan luar biasa ekspor komoditas fatty matter yang naik hampir 278% dan menjadi anomali. Pendalaman yang dilakukan oleh tim operasi gabungan membuktikan bahwa kecurigaan tersebut tepat berdasarkan bukti-bukti ilmiah.

"Komoditas fatty matter saat ini tidak dikenakan biaya keluar serta bukan komoditas dalam kategori lartas. Celah ini ternyata digunakan untuk menyelundupkan dan mengakibatkan kerugian negara, dengan nilai transaksi mencapai Rp2,8 triliun," cetus Listyo.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan apresiasi dan terima kasih setinggi-tingginya atas kerja keras mengungkap pelanggaran ini. Pasalnya, ekspor ilegal bukan hanya merugikan negara dengan menghilangkan potensi nilai tambah, melainkan juga berpotensi mengganggu rantai pasok bahan baku industri pengolahan dalam negeri.

"Saya ingin berikan pesan kepada para pelaku usaha bahwa pemerintah tidak akan berkompromi terhadap segala bentuk kecurangan, termasuk kecurangan dalam kegiatan ekspor. Penertiban ini adalah deterrent effect, dan akan dilakukan pembinaan selanjutnya," tegas Agus.

Ke depan, Agus menegaskan pemerintah akan mencermati 282 perusahaan yang diduga mempunyai modus kejahatan serupa, yaitu pemberitahuan izin ekspor yang tidak sesuai dengan komoditas yang diperdagangkan. Dia berharap, pelaku usaha sawit dapat mengacu pada Permenperin Nomor 32/2024 sebagai pedoman pengawasan ekspor komoditas turunan sawit.

"Kami telah menetapkan spesifikasi teknis, dan itu yang harusnya diikuti pelaku usaha. Jika ada penyimpangan, pelarian kode HS, tentu itu tidak bisa ditoleransi. Kami akan memperkuat ke depan untuk menutup semua celah kebocoran penerimaan negara sesuai arahan Bapak Presiden," pungkas Agus.

Komoditas strategis

Selain menjadi bagian dari upaya menyelamatkan penerimaan negara, khususnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP), operasi penegakan hukum ini sekaligus menjadi bukti perhatian negara terhadap ekspor komoditas nonmigas yang memiliki nilai tambah strategis seperti minyak sawit mentah.

Catatan Badan Pusat Statistik menggarisbawahi bahwa pertumbuhan kinerja ekspor sebesar 9,91% senilai USD 74,32 miliar, serta tumbuhnya kontribusi industri makanan-minuman sebesar 6,42% terhadap PDB Kuartal-III 2025 tidak lepas dari nilai tambah ekspor minyak sawit mentah.

Secara tahunan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat, hingga Agustus 2025, nilai ekspor sawit Indonesia mencapai USD 24,785 miliar, naik 42,88% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebesar US$ 17,347 miliar.

"Kenaikan nilai ekspor ini terutama didorong oleh harga rata-rata CPO periode Januari–Agustus 2025 yang mencapai US$ 1.204/ton CIF Rotterdam, lebih tinggi dibandingkan US$ 1.009/ton pada periode yang sama tahun 2024," tulis Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono dalam keterangan tertulis di situs GAPKI.

SUAR telah mengajukan konfirmasi kepada Ketua Umum GAPKI Eddy Martono. Namun, yang bersangkutan mengaku belum mengetahui persoalan tersebut. "Wah, saya belum jelas kasusnya apa, jadi saya belum bisa memberikan komentar," ucap Eddy saat dihubungi SUAR, Kamis (6/11/2025).

Dengan nilai strategis tersebut, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, langkah pemerintah untuk menindak pelanggaran terhadap ekspor sawit tepat dan masuk akal. Sebabnya, di samping perpajakan, ekspor migas, batubara, dan minyak sawit mentah merupakan komponen PNBP yang memiliki nilai tambah penting bagi kas negara.

"Hitungan penerimaan CPO, selain dari bea keluar, juga dari pajak ekspor, sehingga pengawasan menjadi penting terhadap kontainer supaya jumlah ekspor sesuai realisasi. Kalau sampai kemudian lebih rendah yang tercatat dibandingkan faktanya, maka selisih tersebut jelas sangat signifikan memengaruhi penerimaan negara," ucap Faisal kepada SUAR.

Melalui penindakan ini, Staf Ahli Bidang Konektivitas dan Pengembangan Jasa Kementerian Koordinator Perekonomian Dida Gardera mengharapkan pelaku usaha mampu mendorong produktivitas sawit Indonesia menjadi lebih maksimal, terlebih saat ini, Indonesia memiliki sekitar 16,38 juta hektare lahan sawit. Dari jumlah tersebut, 53 persen dikelola swasta, 6 persen oleh BUMN, dan 41 persen oleh petani swadaya.

"Namun, produktivitas rata-rata masih di bawah 4 ton per hektare, sementara perusahaan besar mampu mencapai 10–12 ton per hektare. Melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), diharapkan produktivitas bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat dalam empat tahun ke depan,” ujar Dida di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional

Baca selengkapnya