Pengusaha Wajib Simak Estimasi Ekonomi 2026 versi Bank Indonesia Ini

Bank Indonesia memberikan estimasi sejumlah indikator perekonomian di 2026. Simak selengkapnya.

Pengusaha Wajib Simak Estimasi Ekonomi 2026 versi Bank Indonesia Ini
Presiden Prabowo Subianto (kedua kanan) didampingi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) berjalan saat menghadiri pertemuan tahunan Bank Indonesia 2025 di Jakarta, Jumat (28/11/2025). Pertemuan tahunan Bank Indonesia 2025 mengangkat tema Tangguh dan Mandiri : Sinergi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi dan Berdaya Tahan​. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wpa.
Daftar Isi

Bank Indonesia (BI) mengestimasi pertumbuhan ekonomi 2026 pada kisaran 4,9%-5,7%. Ini ditopang pertumbuhan ekonomi 2025 yang pada kisaran 4.7%-5,5%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2027 diperkirakan akan terus melaju pada kisaran 5,1%-5,9%.

Dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, di Graha Bhaskara Icchana Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (28/11/2025), Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perekonomian 2026 akan ditopang oleh konsumsi masyarakat yang menguat ditopang oleh program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan bantuan sosial. Adapun investasi juga diperkirakan menguat dari masuknya investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI) serta beragam aksi investasi Danantara.

Sementara itu, inflasi pada 2026 diperkirakan akan tetap terkendali pada rentang 1,5%-3,5%. Ini melanjutkan inflasi yang terkendali pada 2025 dan diteruskan di 2027 pada perkiraan rentang yang sama yakni 1,5%-2,5%.

Perry Warjiyo mengungkapkan lima karakteristik ekonomi dunia 2026.

  1. Keberlanjutan kebijakan tarif proteksionis Amerika Serikat.
  2. Pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok yang melambat.
  3. Tingginya utang pemerintah dan beban fiskal negara-negara maju.
  4. Tingginya kerentanan dan risiko sistem keuangan dunia akibat transaksi produk derivatif yang menekan nilai tukar mata uang negara berkembang.
  5. Semakin maraknya transaksi uang kripto dan stablecoin.

Untuk menjawab situasi tersebut, Perry menegaskan pentingnya sinergi guna memastikan kinerja ekonomi yang lebih baik, ditandai dengan pertumbuhan yang lebih tinggi, konsumsi dan investasi meningkat, inflasi terjaga, nilai tukar rupiah yang stabil, cadangan devisa cukup, kredit meningkat, stabilitas sistem keuangan terjaga, dan akses ekonomi keuangan digital (EKD) yang tumbuh tinggi.

"Ke depan, mari kita semakin perkuat sinergi transformasi struktur ekonomi nasional untuk mendorong pertumbuhan berbasis sumber daya alam dan ekonomi kerakyatan melalui sinergi di lima area penting: memperkuat stabilitas dan mendorong permintaan; hilirisasi dan industrialisasi; pembiayaan dan pasar keuangan; akselerasi EKD; dan kerja sama internasional," kata Perry.

Dengan sinergi mendukung pembiayaan hilirisasi dan industrialisasi komoditas strategis, BI memosisikan bauran kebijakan tetap pro-stability sekaligus pro-growth. Bauran kebijakan moneter akan mencermati ruang penurunan suku bunga, sambil mengupayakan stabilisasi nilai tukar lewat intervensi valuta asing, ekspansi likuiditas moneter propasar, serta menjaga kecukupan cadangan devisa.

Sementara itu, bauran kebijakan makroprudensial melalui insentif kebijakan likuiditas senilai Rp423 triliun untuk bank yang mendorong percepatan kredit ke sektor prioritas dan mempercepat penurunan suku bunga perbankan dilaksanakan secara simultan dengan koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mengatasi special rate pada deposan besar dan memperkuat surveillance system.

Dalam upaya mendorong pertumbuhan EKD, pembentukan pusat digital terintegrasi yang didukung kapasitas kecerdasan artifisial akan menjadi pondasi infrastruktur sistem pembayaran digital yang saling terkoneksi, diikuti inovasi QRIS yang ditargetkan mencapai 60 juta pengguna, dengan 45 juta di antaranya adalah pelaku UMKM. Eksperimen rupiah digital tengah dipersiapkan menjadi satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di wilayah Republik Indonesia.

"Dengan transformasi tanpa henti, alhamdulillah, BI mendapatkan 10 penghargaan internasional sepanjang 2025. Komitmen BI untuk menjaga akuntabilitas dengan laporan kinerja kepada Presiden transparansi publik serta terus bersinergi dengan berbagai pihak. Dengan sinergi, Indonesia akan mencapai pertumbuhan lebih tinggi dan berdaya tahan," pungkas Perry.

Amanat presiden

Ketangguhan perekonomian Indonesia yang berhasil menemukan ruang-ruang pertumbuhan di tengah gejolak ketidakpastian global menjadi bukti sinergi seluruh pemangku kepentingan ekonomi telah menempuh jalan yang tepat. Ke depan, akselerasi ekonomi hendaknya tidak hanya memacu pertumbuhan sesuai target yang ditetapkan, melainkan juga memastikan seluruh rakyat menikmati kue ekonomi, termasuk yang berada di pelosok tanah air.

Amanat tersebut ditegaskan Presiden Prabowo Subianto saat memberikan sambutan pada acara yang sama.

Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan saat pertemuan tahunan Bank Indonesia 2025 di Jakarta, Jumat (28/11/2025). Pertemuan tahunan Bank Indonesia 2025 mengangkat tema Tangguh dan Mandiri : Sinergi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi dan Berdaya Tahan​. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wpa.

Kepala Negara menyatakan, selama satu tahun memimpin pemerintahan, capaian perekonomian yang tetap stabil memberikan gambaran kondisi yang cukup menenangkan, khususnya di tengah perang dagang dan persaingan hegemoni global. Kerja sama antara para menteri pengelola perekonomian menjadi salah satu pendorong keberhasilan tersebut, dan Presiden mengucapkan terima kasih atas kerja keras para pembantunya di kabinet itu.

"Kita berdiri dengan kepala tegak bahwa kita mampu mengendalikan perekonomian dengan kehati-hatian, dengan kesungguhan, dan niat pemerintah yang bersih, pemerintah yang adil, bebas penyelewengan dan korupsi. Ini tekad kita dan malam ini kita melihat bukti-buktinya," ujar Prabowo.

Terlepas dari catatan perekonomian yang layak diapresiasi, di hadapan ratusan tamu, Prabowo menayangkan klip video singkat tentang anak-anak sekolah di Nias, Sumatera Utara dan pelosok lain yang harus menyeberangi sungai untuk sampai di sekolah. Melalui tayangan singkat itu, Presiden mengingatkan bahwa peta dan rencana ekonomi yang sudah baik perlu dipikirkan pelaksanaannya.

"Rakyat kita yang paling miskin tidak bisa menunggu. Di saat kita berada di sini, masih ada anak-anak yang mempertaruhkan nyawa untuk bersekolah. Angka-angka pertumbuhan sudah bagus, tapi rakyat kita, anak-anak kita setiap hari berangkat sekolah, duduk di kelas, dan pulang dalam keadaan basah. Mereka berteriak, dan negara harus menjawab," cetusnya.

Di atas fondasi ekonomi yang sudah mantap, Prabowo mengarahkan agar cita-cita mengakselerasi perekonomian di tahun 2026 perlu ditindaklanjuti dengan cetak biru pelaksanaan distribusi kue perekonomian, terutama untuk masyarakat di pelosok dan jauh dari titik-titik pusat pertumbuhan.

"We are on the right track. Saling mengisi, saling membantu. Sinergi, persatuan, rekonsiliasi. Begitu kita kompak, semua unsur, semua partai, semua suku, semua agama, semua stakeholder, swasta dan pemerintah bersatu dan bekerja mengatasi penderitaan rakyat menuju Indonesia Emas," pungkas Prabowo.

Pandangan ahli

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan bahwa ruang pemotongan BI-Rate semakin terbatas, sementara kebijakan ekspansi likuiditas belum sepenuhnya efektif. Karenanya, alih-alih mendorong kredit, penurunan BI-Rate ke depan justru berisiko memperlemah rupiah di tengah tekanan pasar, sementara dampaknya langsung mengalir ke sektor riil.

"Lonjakan pertumbuhan uang primer sejak September sebagian besar disebabkan oleh injeksi likuiditas dan penempatan sebagian giro pemerintah di BI ke sektor perbankan. Sementara itu, pertumbuhan uang beredar justru melambat. Suku bunga deposito yang turun lebih lambat menjadi sinyal pelonggaran moneter belum sepenuhnya efektif menurunkan biaya dana perbankan, sehingga penyaluran kredit ke sektor riil belum menguat," jelas Faisal saat peluncuran CORE Economic Outlook 2026, Rabu (26/11/2025).

Berbagi pandangan dengan Faisal, Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai, BI menghadapi tiga tantangan dalam mempertahankan independensinya di saat godaan "koordinasi" otoritas fiskal-moneter dan komitmen bersinergi dijajakan sedemikian mudahnya.

Pertama, mengurangi kepemilikan obligasi pemerintah tanpa menimbulkan volatilitas keuangan. Kedua, memastikan utang pemerintah berlanjut tanpa ketergantungan pada bank sentral. Ketiga, menjaga kepercayaan pasar dalam pengelolaan aliran modal dan tekanan nilai tukar.

"BI perlu menetapkan kerangka kelembagaan yang memungkinkan koordinasi tetap efektif sambil menjaga independensinya," ujar Riefky dalam analisis Indonesia Economic Outlook 2026. Terdapat tiga aspek kerangka kelembagaan yang penting untuk diperhatikan BI dalam bersinergi. Pertama, batasan hukum terhadap pinjaman bank sentral kepada pemerintah, memastikan koordinasi hanya dilakukan pada periode krisis, disertai jaminan transparansi dan akuntabilitas.

Kedua, pengaturan institusional yang terdefinisi dengan baik bagaimana kerugian bank sentral ditanggung, bagaimana keuntungan didistribusikan, dan dalam kondisi apa bank sentral dapat memberikan dukungan fiskal. Aturan-aturan ini membantu mencegah sengketa politik sekaligus memungkinkan bank sentral bekerja bersama Kementerian Keuangan tanpa mengganggu otonominya.

Ketiga, Kementerian Keuangan tetap fokus pada urusan keuangan pemerintah, seperti penguatan basis pajak, rasionalisasi pengeluaran, perbaikan pengelolaan utang, dan peningkatan transparansi fiskal, alih-alih terlibat dalam operasi moneter atau kuasimoneter seperti penempaan dana injeksi likuiditas ke perbankan atau arahan pinjaman melalui bank milik negara.

"Mempertahankan batas yang jelas sangat penting untuk mencegah konflik kebijakan dan menjaga kredibilitas institusional. Sebaliknya, kebijakan fiskal harus merangsang permintaan melalui investasi publik yang ditargetkan dan reformasi struktural, sementara pengelolaan likuiditas dan stabilitas harga tetap menjadi domain eksklusif bank sentral," pungkas Riefky.

 

 

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional