Asesmen terbaru Dana Moneter Internasional (International Monetary Funds, IMF) terhadap perekonomian Indonesia menyuntikkan optimisme terkait prospek ekonomi yang cerah di tengah ketidakpastian yang semakin meningkat. Beberapa rekomendasi IMF bahkan sudah dijalankan pemerintah demi memperkuat ketahanan ekonomi. Struktur makroekonomi yang membaik diharapkan menjadi fondasi ekspansi dunia usaha dan perputaran roda ekonomi yang lebih cepat.
Penilaian positif tersebut keluar berdasarkan hasil Konsultasi Artikel IV IMF atas Indonesia antara 3-12 November 2025 yang dipimpin Maria Gonzales. Pada akhir kunjungan, Gonzales menyimpulkan Indonesia tetap menjadi titik terang (bright spot) dengan pertumbuhan ekonomi kuat di tengah lingkungan eksternal yang menantang.
Terdapat tiga aspek utama yang menjadi dasar penilaian IMF.
- Ekspektasi inflasi yang berada di kisaran target aman 2,5+-1%.
- Bauran kebijakan terkalibrasi yang berhasil menjaga kredibilitas.
- Reformasi struktural lewat perjanjian perdagangan, meningkatkan iklim pertumbuhan yang dipimpin sektor swasta, dan peningkatan produktivitas yang memungkinkan penciptaan lapangan kerja berkelanjutan untuk mewujudkan potensi pendapatan tinggi Indonesia.
Dari segi fiskal, Gonzales mengingatkan pemerintah mengantisipasi pelebaran defisit fiskal menjadi 2,8% PDB di tahun ini dan 2,9% PDB tahun depan, lebih besar dari proyeksi defisit 2,7% PDB dalam APBN 2026. Sesuai pakem, dia merekomendasikan pengelolaan anggaran yang cenderung hati-hati untuk mencapai target anggaran, di samping mempertahankan ruang fiskal yang aman untuk guncangan risiko.
"Menjaga risiko fiskal tetap terkendali memerlukan pengelolaan fiskal yang hati-hati secara berkelanjutan, serta pengawasan ketat terhadap operasi quasi-fiskal. Peningkatan mobilisasi penerimaan dan fokus belanja berkualitas tinggi dan efisiensi pengeluaran akan memperkuat efektivitas kebijakan fiskal untuk mendukung pertumbuhan," tulis Gonzales dalam pernyataan tertulis di situs IMF.
Dari sisi moneter, Gonzales memuji langkah Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan hingga 150 basis poins (bps) serta langkah-langkah peningkatan likuiditas bertahap untuk memperkuat pertumbuhan kredit. Namun, dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar berkelanjutan, operasi moneter untuk penguatan pasar valuta asing menjadi salah satu rekomendasi.
"Intervensi valuta asing dapat menjadi bagian dari respons kebijakan, mengingat pasar valuta asing Indonesia relatif dangkal, sehingga guncangan risiko dapat memicu pengetatan keuangan berlebihan. Intervensi diarahkan sebagai bantalan peredam dalam dunia yang semakin rentan," jelasnya.
Baca juga:

Sebagai kesimpulan, Gonzales berharap kebijakan propertumbuhan yang telah dilaksanakan secara vertikal melalui koordinasi fiskal-moneter ditindaklanjuti dengan reformasi struktural horizontal secara ambisius, mulai dari infrastruktur, deregulasi, debottlenecking, hingga peningkatan integrasi global yang memperkuat masuknya PMA langsung (FDI) dan sektor swasta yang lebih dinamis dan berdaya tahan.
"Upaya proaktif berkolaborasi dengan berbagai mitra dagang melalui pengurangan tarif dan hambatan nontarif telah berhasil mewujudkan pengumuman penting mengenai perjanjian-perjanjian (I-CA CEPA, I-EU CEPA), sementara perjanjian potensial dengan AS telah mencapai tahap cukup maju. Upaya-upaya ini merupakan langkah penting untuk pertumbuhan dan peningkatan produktivitas demi mencapai status negara berpendapatan tinggi," pungkas Gonzales.
Sudah ditindaklanjuti
Langkah-langkah rekomendasi IMF di bidang moneter maupun fiskal telah dan sedang ditindaklanjuti pemerintah. Bank Indonesia saat ini tengah memacu pendalaman pasar uang melalui strategi operasi moneter yang terukur, sementara prioritas fiskal ekspansif telah secermat mungkin memperhitungkan ketepatan penyaluran sesuai pagu yang telah ditetapkan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti menyatakan, dengan ketidakpastian yang masih tinggi, ditandai Indeks Dollar AS (DXY) yang terus naik dan yield U.S. Treasury Bonds yang masih tinggi, depresiasi tidak hanya dirasakan rupiah, melainkan juga mata uang lain termasuk Baht Thailand, Peso Filipina, dan Won Korea. Bersiap menghadapi volatilitas tersebut, intervensi ke pasar valas menjadi salah satu strategi operasi moneter BI yang dilakukan secara proaktif.
"Kami sudah masuk ke NDF di luar negeri, DNDF di dalam negeri, dan SPOT. Itu saja mungkin belum cukup. Maka yang kami kembangkan bersifat struktural, yaitu memperdalam pasar valas domestik, antara lain dengan memperluas instrumen operasi moneter valas, dengan membuka instrumen valas dalam Yuan Tiongkok dan Yen Jepang, di samping US Dollar," ucap Destry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI yang dilaksanakan secara virtual, Rabu (19/11/2025).
Menurut Destry, langkah memperluas instrumen operasi moneter valas dalam Yuan dan Yen tidak terlepas dari kebutuhan pasar. Dengan nilai transaksi local currency transaction mencapai sampai USD 1 miliar year-to-date (YTD), bank mengalami kesulitan untuk mencari Renminbi untuk kebutuhan transaksi tersebut. Akibatnya, bank terpaksa mengonversi Renminbi ke Dolar AS, yang menyebabkan tekanan terhadap rupiah bertambah.
"Tidak hanya Tiongkok, tetapi juga Jepang. Posisi LCT per bulan Oktober naik 1,6 kali lipat dari periode tahun lalu full year. Peserta LCT yang hanya 5.053 peserta pada 2024 sudah meningkat menjadi 15.473. Karena itu, kami mengantisipasi dengan membuka pasar CNY dan JPY untuk kebutuhan domestik, sebagaimana rekomendasi IMF," katanya.
Adapun BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5%, dan akan meningkat pada 2026. BI akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang bersinergi dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dengan tetap menjaga stabilitas.
Dari sisi fiskal, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan, pemerintah menyambut baik semua kesimpulan positif IMF yang mengikuti dengan baik perkembangan ekonomi Indonesia dan terbuka terhadap catatan dan perbandingan data dengan milik pemerintah. Namun, pemerintah tetap berpegang pada alokasi belanja yang ditetapkan, dan perhitungan defisit sudah dilakukan secara cermat.
"Dengan percepatan belanja pemerintah, hingga Oktober 2025, defisit anggaran kita sebesar 2,02% PDB dan pembiayaan lancar, jauh dari antisipasi 2,8% PDB. Kami sudah sampaikan belanja prioritas, Asta Cita, investasi pada human capital, dan pertanian. Kita juga diskusikan kualitas belanja yang masih bisa diperbaiki ke depan," ucap Febrio dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Pulih lebih cepat
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, dengan stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang terprediksi, dunia usaha melihat green shoots of recovery, dan sektor manufaktur yang kembali menembus zona ekspansi setelah berbulan-bulan terkontraksi.
"Investasi yang meningkat dari Rp477 triliun di Kuartal-II menjadi Rp491 triliun di Kuartal-III menunjukkan rising business confidence terhadap prospek jangka menengah ekonomi Indonesia. Dunia usaha kini melihat arah kebijakan yang lebih pasti dan stabilitas makro yang lebih terjaga, meskipun tekanan eksternal masih ada," ujar Shinta.
Dengan berpegang pada stabilitas tersebut, Shinta mengharapkan transmisi kebijakan ke sektor riil dibutuhkan agar dampak kebijakan moneter dan fiskal benar-benar terasa di lapangan. Apabila kecepatan tersebut terjaga, persiapan Indonesia menuju fase lompatan ekonomi menjadi keniscayaan yang semakin dekat dan proyeksi ekonomi cerah bukan sekadar perkiraan.
"Indonesia tetap membutuhkan dorongan struktural yang bertumpu pada tiga prioritas: kepastian berusaha melalui prediktabilitas dan kejelasan aturan; efisiensi cost of doing business yang masih menjadi beban struktural industri; serta penguatan daya beli masyarakat. Ketiganya menjadi kunci untuk dunia usaha menjaga momentum pemulihan menuju 2026 dan ekspansi yang lebih kuat tahun depan," tandasnya.