Lima pekan jelang penghujung tahun 2025, pemerintah mengerahkan segala upaya untuk memastikan penerimaan negara sesuai dengan outlook yang telah ditetapkan APBN 2025, yaitu sebesar Rp3.005,1 triliun atau 12,36% PDB Indonesia. Diversifikasi sumber penerimaan menjadi salah satu langkah yang ditempuh, selain memastikan peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi serta wajib pajak lembaga melalui optimasi Coretax.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, hingga 31 Oktober 2025, penerimaan negara telah terkumpul Rp2.113,3 triliun atau 73,7% target APBN 2025. Dari jumlah tersebut, realisasi pajak bruto mencapai Rp1.799,5 triliun, sementara realisasi netto setelah restitusi mencapai Rp1.459,03 triliun atau 70,2% target. Dari kalkulasi ini, pertumbuhan PPh Badan netto masih negatif, sekalipun pertumbuhan pajak netto mencapai 0,7% year-on-year (YoY).

Di samping pajak, penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 7,6% sebesar Rp249,3 triliun atau 80,3% target. Pertumbuhan terbesar tetap diraih bea keluar, mencapai 537,4% target senilai Rp24,0 triliun didorong kenaikan harga CPO, volume ekspor sawit, serta ekspor konsentrat tembaga. Sementara itu, bea masuk relatif melambat karena penurunan impor komoditas pangan dan utilisasi sejumlah free trade agreement (FTA).
"Sampai akhir Oktober, telah dilakukan 15.845 penindakan terhadap rokok ilegal yang menyita 954.000.000 batang oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi terkait. Angka ini naik 41% dibandingkan tahun lalu, meski masih sangat jauh di bawah estimasi rokok ilegal yang beredar di pasar," ucap Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Komponen penerimaan terbesar berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah mencapai 84,3% target, yakni sebesar Rp402,4 triliun. Capaian ini relatif besar, mengingat penurunan harga minyak mentah, lifting gas bumi, moderasi harga dan penurunan volume produksi batubara membuat kontraksi cukup besar, masing-masing 13,2% YoY dan 9,4% YoY untuk PNBP Migas dan Nonmigas.
"PNBP SDA Migas terkontraksi sebagai dampak pelemahan harga minyak mentah dunia dan penurunan lifting gas bumi. Di samping itu, penurunan permintaan batubara dari Tiongkok dan India, serta berkurangnya konsumsi batubara dalam negeri juga mendorong kontraksi penerimaan PNBP SDA nonmigas," ujarnya.
Sebagai penyeimbang, komponen PNBP Kementerian/Lembaga tumbuh 17,6% YoY, antara lain penerimaan Kementerian Komunikasi dan Digital lewat biaya hak penyelenggaraan (BHP) frekuensi dan telekomunikasi; Kejaksaan Agung RI lewat setoran uang pengganti tipikor dan CPO; Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan lewat layanan visa dan paspor; serta premi obligasi negara.
Melengkapi penjelasan Suahasil, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menerangkan, pihaknya akan menerapkan multi-door approach sebagai strategi menghadapi tindak pidana perpajakan, tindak pidana korupsi, dan pencucian uang secara terintegrasi. Optimasi Coretax dan pengawasan pembayaran massal pun akan diterapkan untuk memastikan kepatuhan pembayaran, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan hukum.
"Supaya tidak ada lagi kritik berburu di kebun binatang, kami maksimalkan intensifikasi basis data, perluasan basis pajak untuk perdagangan elektronik, transaksi digital lain, juga mendorong strategi pengembangan SDM, pengembangan organisasi, dan kelembagaan sesuai dinamika perekonomian," cetus Bimo.
Dengan basis pemadanan NIK, NPWP, dan Nomor Induk Berusaha (NIB), Bimo menyatakan DJP telah mampu mendeteksi peredaran bruto wajib pajak orang pribadi/perusahaan yang berhak menerima insentif dan tidak. Dengan ditutupnya permohonan baru untuk PPh badan yang menggunakan insentif 0,5%, DJP akan memastikan pengaturan PPh menerapkan anti-avoidance rule secara maksimal.
"Sampai 31 Oktober 2025, aktivasi akun Coretax untuk WP badan sudah sekitar 569.000 WP, sementara WP orang pribadi sudah sekitar 2,6 juta, sehingga total sudah ada 3,18 juta wajib pajak yang mengaktifkan akun atau 21,6% dari seluruh jumlah target. Namun, dari WP orang pribadi yang sudah meregistrasi kode otorisasi sudah ada 1,6 juta atau 11,92% dari WP terdaftar," imbuhnya.
Untuk mempercepat aktivasi Coretax, DJP bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menerbitkan surat edaran yang mewajibkan semua ASN melakukan aktivasi akun Coretax, paling lambat 31 Desember 2025, serta menggalakkan aktivitas pendaftaran Coretax secara sukarela di lingkungan kerja masing-masing.
"Terkait pengemplang pajak, dapat kami sampaikan akselerasi penagihan sudah mengumpulkan 11,49 triliun, ada kenaikan signifikan di minggu terakhir. Khususnya untuk yang inkracht, komitmen pembayaran sudah disampaikan kepada kami dan tetap ditunggu sampai akhir Desember ini," tandas Bimo.
Lebih bijak
Menghadapi kondisi penerimaan yang berpotensi melambat, perimbangan belanja dan strategi peningkatan kepatuhan diharapkan lebih bijak. Di samping perlu mengevaluasi manajemen risiko fiskal yang dapat terjadi, sikap kooperatif pemerintah terhadap wajib pajak akan menentukan kesukarelaan warga negara untuk menyetorkan kewajiban kepada pemerintah.
Peneliti Kebijakan Fiskal Center of Law and Economic Studies (Celios) Galau D. Muhammad menilai, dengan penerimaan negara yang terbatas, seperempat APBN kini terpaksa dialokasikan untuk pembayaran bunga utang dengan tren yang terus mengalami kenaikan. Dengan kata lain, di samping penerimaan, evaluasi juga perlu dilakukan terhadap belanja yang harus benar-benar berkualitas.
"Harus dilihat bahwa penerimaan negara hari ini relatif stagnan dan belum ada potensi penerimaan progresif dan menyasar kelas atas. Sejauh ini tax ratio stagnan dan masih menyasar kelas menengah melalui pajak konsumsi dan PPh. Padahal, banyak aset kepemilikan besar yang menyebabkan kebocoran dari sektor ekstraktif," ujar Galau saat dihubungi SUAR, Jumat (21/11/2025).
Galau mengingatkan, jangan sampai di saat penerimaan negara turun, narasi program-program populis yang dipaksakan tanpa disiplin fiskal justru menjadikan anggaran negara tertatih-tatih. Efisiensi cermat perlu dilakukan agar jangan sampai sektor-sektor produktif yang membutuhkan alokasi anggaran masif justru dikurangi.
"Kita sudah punya Danantara untuk investasi dan konsolidasi aset. Bagaimana ini mendongkrak produktivitas yang menjadi kontributor utama PDB, penerimaan pajak, dan PNBP? Di samping itu, masih ada risiko eksternal, yang harus diperhitungkan dampaknya terhadap sektor riil maupun terhadap makroekonomi secara keseluruhan," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai, sinergi positif Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak, dan konsultan pajak akan membangun kerelaan pengusaha berkontribusi terhadap penerimaan negara, alih-alih membuat dunia usaha menghindar.
"Di tengah perekonomian yang tidak pasti, otoritas pajak yang menagih secara represif berpotensi menurunkan kepatuhan serta menimbulkan resistansi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya.," jelas Ajib saat dihubungi SUAR, Jumat (10/10/2025).
Dia mengingatkan, saat ini, 80% penerimaan negara dari segi pajak terutama berasal dari kegiatan usaha, dengan 28% pajak dihasilkan dari industru pengolahan. Kolaborasi optimal pemerintah dan dunia usaha dengan komunikasi terbuka dan transparan akan menumbuhkan rasa percaya antar pihak yang berkepentingan.
"Pendekatan yang bersifat kolaboratif, persuasif, bijaksana, dan adil akan lebih mendorong peningkatan kepatuhan sukarela," pungkasnya.