Pemerintah Pastikan Perundingan Tarif RI-AS Terus Berjalan

Menteri Perdagangan Budi Santoso pada Rabu (10/12) memastikan negosiasi dagang antara pemerintah AS dan Indonesia akan terus berjalan, sekaligus membantah isu yang beredar kalau negosiasi yang dicapai bulan Juli tersebut berpotensi batal.

Pemerintah Pastikan Perundingan Tarif RI-AS Terus Berjalan
Petugas mengawasi proses bongkar muatan peti kemas di PT Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/12/2025). Foto: Antara/Didik Suhartono/bar
Daftar Isi

Menteri Perdagangan Budi Santoso pada Rabu (10/12) memastikan negosiasi dagang antara pemerintah AS dan Indonesia akan terus berjalan. Dia juga membantah isu yang beredar kalau negosiasi yang dicapai bulan Juli tersebut berpotensi batal.

Menurut laporan kantor berita Reuters, Selasa waktu setempat, kesepakatan perdagangan AS dengan Indonesia yang telah dicapai pada Juli terancam batal karena Indonesia telah menarik kembali beberapa komitmen yang dibuat sebagai bagian dari kesepakatan tersebut.

"Mereka mengingkari apa yang telah kita sepakati pada Juli," demikian kata pejabat yang tidak disebutkan namanya itu.

Budi mengatakan informasi tersebut tidak benar dan tidak berdasarkan fakta. Sebaliknya, Indonesia dan Amerika Serikat masih terus aktif melakukan negosiasi untuk membahas beberapa komitmen.

“Saya dengar isu ini sudah liar. Katanya negosiasi tarif dagang dengan Amerika Serikat batal karena Indonesia tidak patuh terhadap komitmen kesepakatan, saya tanya balik, kesepakatan mana yang dilanggar?” ujar dia ketika ditemui dalam acara Jakarta Modest Summit di Djakarta Theater, Jakarta (10/12).

Menurut dia, beberapa delegasi Indonesia bahkan sudah ada yang terbang ke Washington untuk melanjutkan negosiasi dan prosesnya terus berjalan. Ia berjanji akan terus memberikan informasi terbaru terkait hasil kesepakatan.

Ia menargetkan kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat akan rampung dalam waktu dekat.

“Pokoknya secepatnya selesai. Saya tidak tahu kapan, yang jelas tidak lama dan berbelit,” ungkap dia.

Kedua negara sepakat pada Juli untuk menghapus menghapus tarif pada lebih dari 99% barang AS dan menghapus semua hambatan non-tarif yang dihadapi perusahaan Amerika, sementara AS akan menurunkan ancaman tarif pada produk Indonesia menjadi 19% dari 32%.

Bloomberg News (10/12) juga melaporkan perwakilan dagang Amerika Serikat Jamieson Greer dijadwalkan akan berbicara dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto pekan ini untuk menyelamatkan kerangka kerja perdagangan yang terancam batal.

Sementara itu Financial Times melaporkan bahwa Greer berencana bertemu dengan Airlangga guna menghidupkan kembali kesepakatan yang dicapai pada Juli yang mengurangi tarif AS atas barang-barang Indonesia dari 32% menjadi 19% dengan imbalan sejumlah konsesi.

Namun, pejabat AS kini menganggap RI melanggar kesepakatan untuk menghapus hambatan non-tarif pada ekspor industri dan pertanian AS, serta masalah perdagangan digital. Kedua belah pihak juga berselisih mengenai upaya AS untuk memasukkan klausul yang dianggap Indonesia sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan ekonominya.

Perwakilan Gedung Putih dan Perwakilan Dagang AS belum menjawab pertanyaan yang dikirim pada Selasa (9/12) malam untuk mengonfirmasi laporan FT. Greer juga telah menolak berkomentar.

Berdasarkan kesepakatan yang diumumkan pada Juli, Indonesia mengumumkan rencana akan membeli produk AS senilai US$19 miliar, terutama 50 pesawat Boeing Co, dan menghapus bea masuk atas impor dari AS.

RI juga setuju untuk menghapus beberapa persyaratan pada produk, termasuk kandungan lokal, yang sebelumnya mempersulit penjualan produk AS di negara ini.

Pada saat itu, Presiden Donald Trump mengaku telah berbicara langsung dengan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut.

Namun, karena Trump bergerak lebih dulu mengurangi tarif, menurut sumber yang mengetahui rencana pemerintah RI, mereka merasa tidak ada urgensi untuk menuntaskan kesepakatan atau bergerak cepat memenuhi komitmen dan sengaja menunda memberi konsesi.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (keempat kanan) bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (ketiga kanan), Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan Didit Herdiawan (kedua kanan), dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono (kanan) melepas pemberangkatan kontainer ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (3/12/2025). Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha/tom.

Terus dibahas

Budi mengatakan beberapa komitmen masih terus dibahas antara kedua belah pihak dan tidak ada pelanggaran, contohnya komitmen Indonesia untuk meningkatkan impor energi dari AS, peningkatan impor produk agrikultur dari AS.

Selain itu, kata dia, Indonesia juga masih berupaya untuk mendapatkan penurunan tarif ekspor dari Indonesia ke AS, khususnya terhadap ekspor top-20 produk utama Indonesia. Hal ini dilakukan karena selama ini tarif impor Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara kompetitor.

"Produk tersebut antara lain. tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan udang. Pemerintah menekankan perlunya kesetaraan tarif dengan negara pesain," kata dia.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto mengatakan Amerika Serikat memang pasar utama ekspor tekstil, produk yang diekspor berupa pakaian jadi.

Ia menyambut baik kesepakatan dagang baru dengan AS (Juli 2025) yang menurunkan tarif ekspor dari 32% menjadi 19%, dengan tarif baru tersebut bisa membuka peluang ekspor produk tekstil dan garmen yang padat karya, meskipun masih ada kekhawatiran ada era Trump 2.0.

“Saya berharap pemerintah terus melakukan negosiasi, jangan sampai batal karena akan berdampak pada industri tekstil,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (10/12).

Pengusaha tekstil Indonesia berharap negosiasi tarif dengan AS menghasilkan tarif lebih rendah kalau bisa nol persen untuk menjaga daya saing produk, meningkatkan ekspor, investasi, dan menyerap tenaga kerja, 

Dengan tarif rendah, diharapkan volume ekspor tekstil dan alas kaki meningkat signifikan dan menyelamatkan industri padat karya.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menyatakan bahwa peluang Indonesia untuk kembali menikmati tarif ekspor 0 persen ke Amerika Serikat (AS) masih terbuka lebar.

Secara historis, sawit Indonesia pernah dikenakan tarif nol persen di pasar Amerika. Posisi strategis Indonesia sebagai produsen terbesar dunia menjadikannya pemain kunci.

“Indonesia punya pangsa pasar sawit sekitar 89,9 persen. Amerika tidak bisa memproduksi sawit sendiri, jadi mereka tetap membutuhkan kita,” ujar Eddy kepada SUAR di Jakarta (10/12).

Eddy menilai, hubungan ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat selama ini bersifat saling menguntungkan (mutual benefit). Permintaan sawit dari pasar Amerika cukup tinggi, terutama untuk kebutuhan industri pangan dan kosmetik.

Kepala Badan Karantina Indonesia Sahat Manaor Panggabean (kanan) bersama Wakil Gubernur Sumbar Vasko Ruseimy (kedua kanan) memasang segel kontainer saat pelepasan ekspor kulit kayu manis di Padang Pariaman, Sumatera Barat, Rabu (26/11/2025). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.

Pengamat Ekonomi Indef Eko Listiyanto mengatakan dalam proses negosiasi dengan AS, pemerintah harus memperjuangkan akses pasar lebih baik untuk komoditas ekspor.

“Komoditas ekspor utama yang harus diperjuangkan adalah sawit, kakao, karet, tekstil dengan tarif rendah/nol persen,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (10/12).

Pemerintah juga bisa menawarkan peningkatan impor produk AS (energi, pertanian, barang modal) serta kemudahan investasi dan kerja sama strategis di sektor mineral kritis, digital, dan SDM,