Perkembangan teknologi mendorong munculnya inovasi berbagai produk makanan-minuman. Beragam produk unik jadi cara untuk memikat konsumen.
Ditemui di Pameran SIAL InterFood 2025, Neysa Valeria, pendiri Havilla Tea, menjelaskan, berfokus pada teh premium dari berbagai daerah di Indonesia, dengan tiga kategori utama yaitu single origin, blended, dan herbal.
Didirikan sejak 2014 Havilla Tea telah memiliki lebih dari 30 varian teh, di mana lebih dari 20 di antaranya dipamerkan di ajang InterFood tahun ini. “Tujuannya supaya teh-teh Indonesia yang berkualitas baik bisa dikenal dan diapresiasi lebih banyak orang,” ujar Neysa.
Dalam proses produksinya, Havilla Tea mengkurasi berbagai teh berkualitas dari berbagai kebun di Indonesia. Sebagian besar bahan berasal dari Jawa Barat, disusul dari Jawa Tengah melalui kebun binaan di Pekalongan, serta dari Banten dan Sumatera. “Sekitar 90% bahan baku kita berasal dari dalam negeri. Paling hanya bunga-bungaan, itu kan di sini belum semuanya ada,” katanya.
Distribusi produk dilakukan secara terpusat dari kantor utama di Bandung, dengan pasar yang kini menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia. Selain pelanggan di Jakarta dan Pulau Jawa, produk Havilla juga diminati di Bali, Lombok, dan Sulawesi. Di pasar global, Havilla telah memasok teh ke sejumlah klien di New York, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia, serta melakukan pengiriman terbatas ke Australia dan Thailand.

Untuk memperluas pasar, Havilla mengandalkan teknologi digital dan beragam aktivitas promosi. Perusahaan aktif di marketplace dan situs daring, serta rutin meluncurkan produk baru secara berkala mengikuti momentum tertentu.
Selain itu, Havilla juga mendapat pendampingan ekspor melalui program ASIK Kuliner dari Kementerian Ekonomi Kreatif yang dia nilai membantu memperkuat kesiapan bisnis di pasar luar negeri. Neysa menilai program itu memberi dampak nyata karena peserta dilibatkan langsung dalam praktik ekspor.
Inovasi produk juga menjadi bagian penting dari strategi Havilla. Tahun ini, Havilla meluncurkan varian teh “Nostalgia Senja” yang terinspirasi dari kenangan masa kecil saat menikmati teh di sore hari. “Teh ini kami buat karena banyak orang bilang rasanya mengingatkan pada momen ketika sore-sore ibu menyiapkan kue basah sambil minum teh,” kata Neysa.
Selain inovasi itu, Havilla turut menjalin kolaborasi lintas industri, salah satunya dengan Eudia Home sejak 2021 untuk menciptakan pewangi ruangan beraroma teh yang dijual berpasangan dengan produk tehnya. Nesya mengatakan kolaborasi ini masih berlanjut hingga kini dan menjadi salah satu produk yang banyak dicari menjelang momen perayaan akhir tahun.
Dari sektor makanan olahan, jenama asal Bandung Battenberg Tiga Indonesia menampilkan produk brownies sehat berbahan lokal. Didirikan pada akhir 2021, bisnis ini berawal dari meningkatnya permintaan akan makanan bebas gluten dan susu di kalangan anak-anak serta keluarga muda. “Kami melihat banyak anak usia balita orang yang alergi terhadap susu sapi dan turunannya, sehingga perlu alternatif yang lebih ramah alergi,” kata Chief Operating Officer Battenberg, Nuraini Wulandari.
Wulan menjelaskan Battenberg Tiga mengembangkan brownies berbahan tepung kasava dan jagung, dengan rencana menambah sagu dari Papua. Seluruh bahan diracik dalam konsep Taste of Indonesia untuk menonjolkan cita rasa lokal dengan kualitas global. Battenberg kini banyak diminati di Bali, yang menjadi pasar utama sekaligus jembatan menuju pembeli luar negeri di Kanada, Amerika Serikat, dan Swiss.
Wulan menambahkan strategi perluasan pasar dilakukan melalui promosi digital dan rekomendasi pelanggan. Distribusi dikelola oleh satu mitra utama yang memegang wilayah Jakarta dan Bali untuk menjaga konsistensi produk. Battenberg Tiga juga aktif di marketplace dan memasok produk ke jaringan modern trade seperti SESA Organic Store dan Growell Whole Foods di Jakarta.

Dalam menjaga mutu pasokan, Wulan menekankan pentingnya kolaborasi dengan koperasi dan UKM lokal, termasuk pemasok gula kelapa di Purwokerto. Kerja sama ini memastikan bahan baku telah melalui proses penyortiran dan sertifikasi sebelum digunakan. Kolaborasi dengan mitra terverifikasi menjadi bagian dari strategi Battenberg Tiga untuk mempertahankan standar kualitas dan memperkuat daya saing di pasar global.
Dari Surabaya, Parrot hadir sebagai salah satu produsen cokelat nasional yang sudah berdiri sejak 1995 di bawah naungan PT Multi Aneka Pangan Nusantara. Perusahaan ini memproduksi beragam jenis cokelat, mulai dari kompon, pasta, mesis, hingga bubuk, dengan distribusi yang mencakup seluruh Indonesia serta pasar luar negeri. “Kami memproduksi segala jenis cokelat dan menyalurkannya secara nasional maupun ekspor B2B,” ujar Andry Jerry Setiawan, Assistant Manager Marketing Parrot.
Dalam negeri, Parrot memperkuat jaringan distribusi di Jakarta dan kota besar lainnya melalui berbagai toko bahan kue. Perusahaan juga aktif mendukung kegiatan UMKM lewat program baking demo yang mengedukasi penggunaan cokelat sebagai bahan baku produk olahan. Menurut Andry, inisiatif ini membantu memperkenalkan Parrot sekaligus mendorong pelaku usaha kecil agar dapat memasarkan produk bernilai tambah.

Untuk menjangkau pasar lebih luas, Parrot memanfaatkan distributor lokal di berbagai wilayah dan memperkuat kanal penjualan daring. Produk mereka telah diekspor ke beberapa negara seperti Filipina, Tiongkok, dan Dubai, dengan fokus memperluas jaringan di kawasan Asia. “Potensinya masih besar, karena itu kami rutin mengikuti pameran seperti SIAL InterFood ini untuk meningkatkan brand awareness,” kata Jerry.
Dari industri keju olahan, Prochiz menjadi salah satu jenama yang berpartisipasi dalam pameran. Didirikan pada 2013, perusahaan ini memproduksi keju proses dengan tujuan agar masyarakat Indonesia dapat menikmati keju dengan harga terjangkau. “Dulu segmen keju hanya bisa dijangkau sebagian orang, tapi kami ingin semua lapisan masyarakat bisa konsumsi keju,” kata Yohanes Sinaga, Key Account Executive Prochiz. Sejak 2021, Prochiz berada di bawah Garuda Food Group dan kini tercatat sebagai pemimpin pasar keju proses menurut riset Kantar dan Nielsen.
Yohanes menjelaskan bahwa Prochiz telah memiliki jaringan distribusi nasional dari Aceh hingga Papua. Perusahaan juga memperkuat penjualan di saluran food service yang mencakup restoran, kafe, dan industri makanan beku, seiring meningkatnya permintaan produk berbahan keju. Untuk memperluas pasar, kata Yohanes, Prochiz menggunakan strategi push and pull dengan menggerakkan distributor sekaligus memperkuat promosi digital agar merek lebih dikenal.
Di pasar luar negeri, Prochiz telah mengekspor produk ke sejumlah negara ASEAN seperti Filipina dan Thailand, serta mulai menjajaki potensi pasar baru di Afrika. Yohanes mengatakan rencana ekspansi itu masih dalam tahap riset dan pengembangan untuk memahami karakter pasar. Ia menambahkan bahwa pendekatan digital menjadi bagian penting dalam memperluas jangkauan. “E-commerce masuk semua, bahkan media sosial TikTok,” ujarnya.