Badan Pengelola Investasi Danantara pada Senin (8/12/2025) menyatakan siap berbagi peran dengan sektor swasta dalam menarik investor dan menjaga kepercayaan pasar dalam negeri untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
Sementara itu, ekspansi strategi co-investment dengan mitra mancanegara dan penyehatan iklim usaha dalam negeri menjadi dua prioritas utama untuk segera diselesaikan.
Managing Director of Global Relations Danantara Mohamad Al Arif menjelaskan, sebagai babak baru dalam manajemen BUMN, Danantara melakukan penguatan fondasi institusi bersamaan dengan langkah-langkah ekspansif dalam 10 bulan sejak berdiri.
"Di masa lalu ada kekhawatiran bahwa aktivitas kami akan crowding out sektor swasta, padahal tujuan kami adalah crowd in. Pendekatan kami selalu bergerak sinergis bersama swasta, karena tidak ada negara yang mencapai pertumbuhan tinggi tanpa mereka. Kami ingin menjadi katalis sinergi itu," ucap Arif di Jakarta, Senin (08/12/2025).
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI mendorong Danantara untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8% dengan menarik investasi domestik dan global.
Saat ini, Danantara sudah mengidentifikasi 22 sektor yang diarahkan pemerintah untuk diprioritaskan, dengan 8 di antaranya memiliki keunggulan komparatif, antara lain hilirisasi mineral, energi terbarukan, kawasan industrial, properti, kesehatan, serta pangan dan pertanian.
Pola yang Danantara gunakan untuk kedelapan sektor tersebut adalah co-investment yang bertujuan memobilisasi pembiayaan dalam jangka panjang.
"Pertumbuhan dan inovasi berjalan hand in hand untuk penciptaan lapangan kerja. Peran kami memobilisasi pembiayaan hanya mungkin jika kami menjembatani kepentingan swasta dan negara untuk mencari struktur kemitraan yang lebih baik dalam mendukung pertumbuhan," ujarnya.
Salah satu proyek co-investment yang baru-baru ini dikembangkan Danantara dan Uni Emirat Arab adalah investasi pembangkit listrik tenaga sampah (waste to energy) di 30 titik di seluruh Indonesia. Pengelolaan tersebut, yang didasari kebutuhan waste management system secara koheren, bertujuan memberikan impact ganda terhadap ekonomi energi dan terhadap dampak lingkungan yang lebih baik.
Selain menjaring co-investment, Danantara melakukan perluasan jejaring ke luar negeri dan belajar dari berbagai sovereign wealth fund di berbagai belahan dunia dalam forum International Forum of Sovereign Wealth Fund (IFSWF).
Menurut Arif, Danantara mendapatkan posisi terhormat sebagai SWF terbesar ke-6 di dunia, dan dari forum tersebut, Danantara belajar praktik terbaik yang dapat diimplementasikan di Indonesia.
"Kami belajar dari mereka menguantifikasi dampak sosial ekonomi dari mereka. Melihat tantangan sebagai kesempatan. Kami sangat optimistis dan human capital terbaik yang kami tarik ke institusi. Talenta terbaik di Indonesia maupun diaspora yang menjadi motor di belakang ini semua," ujarnya.
Kiat menghimpun talenta terbaik itu diperlukan karena Danantara bertanggung jawab mentransformasikan 1.068 BUMN yang mempekerjakan jutaan pekerja. Profesionalisme, praktik bisnis yang baik (good governance), dan pelayanan publik menjadi tiga inti yang menjadi PR Danantara ke depan.
"Kami membangun fondasi struktural menuju 8% dan kami berharap reformasi kelembagaan ini sebagai momentum mengarah ke sana. BUMN memiliki porsi signifikan dalam ekonomi, sehingga kami bertanggung jawab mengaturnya secara lebih profesional dan berorientasi nilai," pungkas Arif.
Menjaga 'bola'
Melengkapi pandangan Arif, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Anindya Bakrie menegaskan bahwa dengan porsi belanja pemerintah yang hanya mencapai 8% PDB, dunia usaha punya peran krusial mendorong daya beli dan investasi. Tidak hanya undangan pemerintah, referensi dunia usaha pun menjadi rujukan investor luar untuk menanamkan modal di Indonesia.
"Dalam Rapimnas Kadin, kami menganalogikan pengusaha lokal ini ayam kampung yang harus bertelur terus agar bisa menjawab pertanyaan ayam negeri dari peternakan sebelah tentang kondisi peternakannya sendiri. Di sini kerja sama dengan pemerintah menjadi penting agar ayam terus bertelur," ucap Anindya.
Tanggung jawab perusahaan-perusahaan besar membuka lapangan kerja menjadi prioritas Kadin saat ini. Karenanya, dengan Danantara yang berkomitmen terhadap crowding in investor, sektor swasta menyambut baik setiap peluang yang mampu menekan risiko investasi.
"Kalau Danantara bicara, sektor swasta tidak hanya akan tertarik co-investment, tetapi juga manajemen aset, divestasi, dan lain-lain. Tugas kami adalah tetap optimis, tetapi juga harus membandingkan. Di mana-mana, swasta punya tantangan masing-masing, tetapi ujungnya adalah tumbuhkah tidak, dicapai dengan inflasi atau tidak, dengan utang besar-besaran atau tidak," jelasnya.

Dalam pertemuan mewakili dunia usaha Indonesia di APEC, G20, hingga COP30, Anindya mengungkapkan secara terus-terang bahwa prospek investasi di Indonesia menjadi primadona dalam waktu 5-10 tahun ke depan, tetapi berpotensi memberikan guncangan dalam masa adjustment antara 2024 hingga awal 2026. Tidak hanya terkait pemerintahan dalam negeri, penyesuaian juga dialami dalam merespons ketegangan ekonomi mancanegara.
"Danantara bisa crowd-in investor dengan co-investment, tetapi belum tentu semua perusahaan luar nyaman berinvestasi dengan perusahaan lokal yang belum tahu ke depannya. Tetapi anak-anak perusahaannya bisa memilih menggaet mana yang mau divestasi, atau pendanaan terhadap kontrak yang nyaman bagi mereka," cetus Anindya.
Anindya menyimpulkan, dalam menghadapi situasi seperti ini, sektor swasta perlu mempersiapkan semua peluang baik yang mungkin terjadi tahun depan, termasuk meredanya ketegangan AS-Tiongkok, penguatan emerging markets, hingga arus balik pasar yang potensial bagi produk Indonesia seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik.
"Yang penting, saya selalu ingatkan, kalau main tenis jangan nyangkut di net. Stay calm. Stay still. Fokus pada bolanya dan pastikan bola bisa memantul. Jangan terlalu bergaya, asalkan bola bisa memantul kembali," pungkas Anindya.

Pasar modal menanti
Sentimen pasar yang dapat diukur melalui pergerakan pasar modal menjadi salah satu indikator mengukur sejauh mana kolaborasi Danantara dan sektor swasta berhasil mencapai target pertumbuhan. Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia Gilman Pradana Nugraha mengungkapkan, dalam waktu transisi saat ini, initial public offering sepanjang tahun relatif belum terlalu banyak karena sektor swasta masih wait and see.
"Karena tantangannya adalah meningkatkan likuiditas, peran Danantara kami tunggu sebagai market stabilization fund ataukah sebagai liquidity provider. Jika bursa mengembangkan produk baru, kita bisa eksplorasi sejauh mana Danantara bisa berperan di capital market," ujar Gilman.
Peningkatan pasar modal, menurut Gilman, memberikan kesempatan emiten untuk berekspansi. Peningkatan IPO yang berkualitas, menurutnya, tidak hanya menaikkan harga dan indeks saham, melainkan juga memfasilitasi pendanaan baru memasuki sektor riil. Saat ini, dengan lebih dari 19 juta investor terdaftar, pasar modal juga bertanggung jawab meningkatkan literasi keuangan bagi para investor.
"Danantara memberikan sentimen positif untuk pasar. Singapura dan Malaysia sudah punya playbook, dan ekspektasi positif itu jadi ada. Kalau kita bicara market, sentimen positif harus dimanfaatkan untuk menambah kepercayaan semua lini bisnis di Indonesia," tutupnya.