Walau Masih Didominasi Pekerja Informal,Serapan Tenaga Kerja Formal Bertambah

Angka pekerja di sektor formal pada Agustus 2025 yang sebesar 42,2% ini meningkat dibandingkan Februari 2025 yang sebesar 40,6%. Angka serapan tenaga sektor formal Agustus 2025 juga sedikit lebih baik dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar 42,05%.

Walau Masih Didominasi Pekerja Informal,Serapan Tenaga Kerja Formal Bertambah
Pengunjung mencari informasi tentang lowongan kerja pada Jakarta Utara Job Festival 2025 di Gedung Serbaguna Gelora Sunter, Jakarta, Selasa (14/10/2025). Foto: ANTARA FOTO/Ika Maryani/hma/nym.

Di tengah dinamika pasar ketenagakerjaan Indonesia yang semakin kompetitif, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan peningkatan jumlah penduduk bekerja dan menurunnya tingkat pengangguran terbuka pada Kuartal-III 2025. Walau masih didominasi pekerja informal, namun perlahan serapan tenaga kerja formal bertambah. Perkembangan mutakhir ini menjadi sinyal perbaikan serapan lapangan kerja dan pemberian kesejahteraan pekerja.

Dalam konferensi pers rilis Berita Resmi Statistik di Jakarta, Rabu (4/11/2025), Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Mohamad Edy Mahmud mengungkapkan, dari 218,17 juta penduduk usia kerja pada Agustus 2024, terdapat pertumbuhan 1,89 juta angkatan kerja baru, sehingga jumlah seluruh angkatan kerja mencapai 154 juta orang.

Dari jumlah tersebut, 146,54 juta orang di antaranya terdata telah memiliki pekerjaan, sementara 7.461.507 orang yang tidak terserap pasar tenaga kerja terhitung dalam Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dengan persentase 4,85%, dan sedikit lebih rendah dibandingkan Agustus 2024, yang berjumlah 7.465.599 orang.

"Jika capaian ini dirinci, terdapat peningkatan 200.000 pekerja penuh menjadi 98,65 juta orang; 1,66 juta pekerja paruh waktu menjadi 36,29 juta orang; dan 40.000 pekerja setengah pengangguran menjadi 11,6 juta orang," ujar Edy.

Dalam catatan BPS, tiga lapangan usaha mempunyai tingkat serapan tenaga kerja terbanyak, yaitu pertanian yang berhasil menyerap 0,49 juta pekerja; akomodasi dan makanan-minuman yang berhasil menyerap 0,42 juta pekerja; serta industri manufaktur yang berhasil menyerap 0,3 juta pekerja.

Selain capaian kuantitatif tersebut, perbaikan kualitas pasar ketenagakerjaan pun tampak dari status kepegawaian, tingkat pendidikan tertinggi, dan inklusi.

Dengan 38,74% penduduk bekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai, sebanyak 61,84 juta atau 42,20% total penduduk bekerja telah berstatus pekerja formal yang terdaftar dan memiliki akses jaminan sosial.

Angka pekerja di sektor formal pada Agustus 2025 yang sebesar 42,2% ini meningkat dibandingkan Februari 2025 yang sebesar 40,6%. Angka serapan tenaga sektor formal Agustus 2025 juga sedikit lebih baik dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar 42,05%.

Dari segi pendidikan, meski pekerja berpendidikan sekolah dasar ke bawah masih mendominasi pasar tenaga kerja dengan persentase 34,75% penduduk bekerja, jumlah pekerja berpendidikan diploma ke atas mengalami kenaikan menjadi 13,06% penduduk bekerja. Kenaikan ini sekaligus menjadi tanda meningkatnya kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten dan berkualifikasi

Di sisi lain, dari segi inklusi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan mengalami kenaikan dari 56,42 juta pada Agustus 2024 menjadi 56,63 juta pada Agustus 2025. Sebaliknya, TPAK laki-laki mengalami penurunan dari 84,66 juta pada Agustus 2024 menjadi 84,40 juta pada Agustus 2025.

"Perbaikan juga tercermin dari kenaikan rata-rata upah pekerja sebesar 1,94% dari Rp3.267.618 pada Agustus 2024 menjadi Rp3.331.012 pada Agustus 2025. Kenaikan tertinggi terjadi pada rata-rata upah pekerja di sektor pendidikan sebesar 6,72% dari Rp2.858.783 pada Agustus 2024 menjadi Rp3.050.755 pada Agustus 2025," jelas Edy.

Industri menggeliat

Perbaikan pasar ketenagakerjaan secara kuantitatif maupun kualitatif sebagaimana catatan BPS menjadi cermin kesiapan dunia usaha untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja. Dengan industrialisasi yang membaik dan adaptif, pasar ketenagakerjaan akan tertolong, sekalipun menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

Pengajar Ekonomi Ketenagakerjaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Padang Wicaksono menilai, kenaikan proporsi pekerja formal menjadi 42,20% dan peran industri manufaktur sebagai sumber pertumbuhan terbesar menjadi indikator kuat sektor padat modal dan bernilai tambah tinggi mulai menyerap tenaga kerja lebih banyak.

"Keadaan ini menjadi indikasi berlangsungnya transformasi struktural ekonomi ke arah yang lebih matang, dengan lapangan kerja yang tercipta lebih berkualitas dan stabil," ujar Padang saat dihubungi SUAR, Rabu (5/11/2025).

Di sisi lain, selain pertumbuhan manufaktur, menurut Padang, kenaikan ekspor sebesar 9,91% YoY menunjukkan adanya daya saing produk dalam negeri di pasar internasional. Bagi pasar tenaga kerja, ini menjadi sinyal bahwa pekerja sektor industri manufaktur telah memiliki kecakapan untuk memproduksi barang yang diminati di tengah permintaan global yang tidak menentu.

Meski demikian, Padang juga menyoroti penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang secara kuantitatif yang relatif kecil, yaitu hanya 4.092 orang, khususnya dalam konteks kualitas penyerapan tenaga kerja. Dia mengakui benar bahwa serapan tenaga kerja membaik, tetapi sektor yang menyerap pun perlu diperhatikan.

"Fokus kita saat ini bukan hanya mengurangi jumlah pengangguran secara drastis, tetapi memastikan mereka yang terserap masuk ke sektor formal dengan produktivitas tinggi. Kita sedang menuju ke arah tersebut, bersamaan dengan fondasi industrialisasi yang semakin kuat dan tahan banting terhadap gejolak eksternal," pungkas Padang.

Secara terpisah, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam berpendapat, kendati perlahan meningkat, tetapi porsi pekerja informal masih dominan. Hal ini sebenarnya sejalan dengan perekonomian Indonesia yang belum benar-benar pulih dari pandemi Covid-19 dan berbagai tekanan ekonomi.  

Selain itu, dunia usaha juga masih menunggu dan melihat kondisi sebelum memutuskan jadi ekspansi. Regulasi ketenagakerjaan belum menunjukkan kepastian. 

”UU baru ketenagakerjaan belum jelas. Regulasi pengupahan juga belum jelas,” kata Bob. 

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional