Salah satu capaian di bidang hukum yang diklaim berhasil dilakukan selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto beserta jajaran kabinetnya adalah lebih dari Rp 1.000 triliun kerugian negara diselamatkan oleh penegak hukum.
Survei Semesta Dunia Usaha yang dilakukan Tim SUAR terhadap para pengambil keputusan, pemimpin di perusahaan, serta pengamat ekonomi mengungkap pendapat bahwa uang sitaan dari kasus korupsi belum bisa menutup kerugian negara. Hal ini diutarakan oleh mayoritas narasumber/responden (81,3%).
Pendapat ini bisa memancing pro-kontra, sama halnya dengan pro-kontra yang terjadi terkait praktik memamerkan tumpukan uang tunai sitaan yang tingginya menjulang hingga satu meter lebih, yang jumlahnya mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah.
Pada 20 Oktober 2025, Presiden Prabowo Subianto menyaksikan penyerahan uang pengganti atas pidana kasus sawit di kantor Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyerahkan berita acara eksekusi uang pengganti dari Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Total uang pengganti yang diserahterimakan itu sebesar Rp 13,25 triliun.
Angka itu masih kurang dari nilai uang pengganti yang wajib dibayarkan oleh ketiga korporasi sawit itu, yakni Rp 17,7 triliun. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menyatakan, ketiga perusahaan itu terbukti bersalah dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO serta turunannya, dan diwajibkan membayarkan uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun.
Memamerkan uang sitaan adalah bentuk akuntabilitas kepada publik.
Teranyar, pada 20 November 2025 lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikan uang hasil rampasan kasus rasuah senilai Rp 883 miliar kepada PT Taspen (Persero). Penyerahan uang sitaan tersebut merupakan komitmen untuk memulihkan aset negara, terutama mengembalikan yang menjadi hak aparatur sipil negara. Sebab, korban dari korupsi PT Taspen itu adalah ASN yang sudah puluhan tahun mengabdi kepada negara.
Uang hasil rampasan dalam kasus korupsi PT Taspen itu diserahkan kepada Direktur Utama PT Taspen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Uang tunai ratusan miliar rupiah itu sempat dipajang di ruang konferensi pers KPK. Namun, nilainya hanya Rp 300 miliar dari total Rp 883 miliar.
Praktik memamerkan uang sitaan yang jumlahnya fantastis itu menurut pemerintah merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik. Adalah hak publik agar mengetahui keberadaan dan pengelolaan uang hasil kejahatan korupsi.
Manfaat uang sitaan
Banyaknya uang sitaan dari kasus korupsi yang diserahkan ke negara atau kepada pihak yang dirugikan, apalagi jika jumlahnya mencapai Rp 1.000 triliun tentu menjadi suntikan darah segar untuk negara, terutama yang diserahkan kepada Kementerian Keuangan yang menjadi bendahara negara. Dana itu akan menjadi tambahan gizi untuk program-program pemerintah.
Menurut Presiden Prabowo, hasil dari efisiensi anggaran dan pemberantasan korupsi harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk peningkatan kualitas pendidikan dan riset sains. Prabowo ingin jajaran pemerintahannya mewadahi anak-anak yang memiliki kecerdasan tinggi di Indonesia tapi dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Anak-anak itu akan dididik dengan beasiswa penuh. Dana beasiswa LPDP akan ditambahkan, yang uangnya berasal dari sisa efisiensi/penghematan, atau uang-uang yang didapatkan dari koruptor-koruptor.
Peruntukan yang utama adalah membiayai program-program pendidikan (37,5%). Selanjutnya infrastruktur dan program perlindungan sosial.
Sepakat dengan presiden, narasumber Survei Semesta Dunia Usaha menyatakan uang sitaan yang diserahkan ke negara harus digunakan untuk program-program kerakyatan. Peruntukan yang utama adalah membiayai program-program pendidikan (37,5%), mulai dari perbaikan sekolah rusak, pemberian beasiswa, hingga meningkatkan kesejahteraan guru.
Selanjutnya untuk membiayai program pembangunan infrastruktur dan program perlindungan sosial. Bahkan, juga terdapat jawaban uang sitaan yang dikembalikan ke negara digunakan untuk membayar utang negara atau utang luar negeri serta menutup defisit anggaran.
Menurut narasumber survei, bentuk akuntabilitas kepada publik sebaiknya tidak berhenti hanya dengan memamerkan uang sitaan dari koruptor. Transparansi aliran dana sitaan juga diperlukan terutama di bagaian pos penerimaan mana dana tersebut dicatatkan. Dengan demikian, publik bisa memonitor seberapa besar dana yang telah dihimpun dari para koruptor.
Untuk mendukung upaya perampasan aset para koruptor secara maksimal, publik masih menunggu keseriusan pemerintah dan anggota legislatif dalam mengesahkan Rancangan UU Perampasan Aset.