Produsen Nampan Makanan Siap Suplai ke Program MBG

Produsen Nampan Makanan Siap Suplai ke Program MBG
Sarasehan Peran Produsen Food Tray Dalam Negeri Mendukung Makan Bergizi Gratis (MBG), Jakarta, (31/7/2025) (Arfan Tarigan/ SUAR)

Para produsen wadah (food tray) lokal yang tergabung dalam Asosiasi Alat Dapur dan Makan (Aspradam) dan Asosiasi Produsen Wadah Makan Indonesia (Apmaki) menegaskan bahwa mereka memiliki kapasitas produksi yang lebih dari cukup untuk menyuplai secara mandiri food tray dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Jadi, tidak harus mengandalkan produk impor.

Rencana pemerintah untuk melakukan impor food tray untuk mempercepat perluasan program yang disebut sebagai proyek ambisius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto itu menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha lokal.

“Industri lokal mampu menyediakan food tray berkualitas tanpa harus bergantung pada impor,” ujar Andi, anggota Aspradam dalam Sarasehan Peran Produsen Food Tray Dalam Negeri Mendukung Makan Bergizi Gratis (MBG), Jakarta, (31/7/2025).

Menurut dia, sebagian besar pelaku industri telah menghabiskan dana miliaran untuk pengembangan pabrik di dalam negeri. Namun, produsen menyayangkan masih adanya praktik impor ilegal dan penyelundupan food tray berbahan SS 201, yang dinilai tak layak dan membahayakan kesehatan jika digunakan dalam jangka panjang.

Hingga Juni 2025, industri dalam negeri sanggup memproduksi nampan makanan untuk 2.600 dapur. Di lapangan, ujar Andi, hanya terdapat 356 dapur yang terbangun hingga akhir Juli 2025.

"Ini jelas menunjukkan bahwa hanya sekitar 12% dari total kapasitas produksi nasional yang terserap,” kata Andi.

Peluang terbukanya keran impor nampan makanan itu bermula ketika Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan kemungkinan akan umpor karena produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan yang diminta sebanyak 82,9 juta penerima manfaat.

Menurut BGN, baru ada 16 perusahaan produsen lokal yang hanya mampu memproduksi 2 juta food tray per bulan. Artinya, secara jumlah baru mencukupi 12 juta food tray.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kemudian mengeluarkan Permendag Nomor 22 Tahun 2025, yang dinilai akan melonggarkan importasi food tray untuk MBG karena kebutuhan produksi dalam yang masih sedikit untuk mencapai target penerima 82,9 juta tahun 2025.

Melansir Kementerian Perindustrian, kebutuhan peralatan makan dan minum untuk program MBG diperkirakan mencapai 82,9 juta unit, terdiri dari sendok, garpu, serta food tray.

Khusus food tray, ketentuan yang ditetapkan untuk memenuhi standar meliputi barang berbahan stainless steel 304 dengan ketebalan 0,6 mm.

Sementara itu, potensi suplai nampan makanan dari dalam negeri hingga akhir tahun 2025 diproyeksikan mencapai 15 juta set, dengan realisasi saat ini sebesar 300.000 set, sementara itu penggunaan food tray impor masih mendominasi.

Komisaris PT Makmur Bersama Garuda, Alie Cendrawan di Jakarta, Kamis (1/8) (Arfan Tarigan/SUAR)

Mematikan produsen lokal

Komisaris PT Makmur Bersama Garuda, Alie Cendrawan, menyatakan pihaknya merasa khawatir karena dengan peraturan itu, barang tersebut akan semakin gampang masuk ke Indonesia dengan biaya murah.

"Tiba-tiba datanglah regulasi dari regulator, yaitu kementerian, yang bisa membuka semua pihak mengimpor food tray sehingga dengan regulasi yang di-open bisa mematikan investor dalam negeri," kata Alie.

Ia menyebut kapasitas produksi nasional mampu mencapai 10 juta unit per bulan, melebihi kebutuhan dapur MBG. Produksi juga telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 9369:2025.

Senada dengan Alie, Presiden Direktur PT Bintang Matrix Indonesia, Robert Susanto, mengaku pihaknya bisa memproduksi 200.000 set wadah setiap bulannya.

Sementara, untuk kapasitas produksi gabungan Apmaki bisa mencapai 9,3 juta set wadah per bulan.

Robert menjelaskan bahwa inisiatif ini sangat berpotensi dalam penyerapan tenaga kerja, yang pada gilirannya memberikan gairah baru bagi sektor manufaktur.

"Program ini dapat membangkitkan ekonomi dari hulu ke hilir, mulai dari pembangunan dapur, pembuatan food tray, hingga penyediaan bahan baku dan sayur-mayur oleh UMKM. Selain itu, dengan adanya transaksi domestik yang transparan, program ini juga akan meningkatkan penerimaan pajak negara," kata dia.

Lebih parahnya, penyelundupan food tray berkualitas rendah menjadi ancaman nyata. Menurutnya, banyak food tray yang diklaim terbuat dari stainless steel 304 yang terjamin kualitasnya, sebenarnya tidak layak. "Kandungan mangan yang tinggi, dapat bereaksi dengan asam dan berpotensi mencemari makanan, sangat membahayakan kesehatan anak-anak penerima manfaat,” ujarnya.

Robert Susanto juga menyayangkan pernyataan yang mengklaim bahwa produsen dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan food tray, padahal kemampuannya sangat mumpuni.

"Food tray itu bukan sesuatu yang high technology atau medium technology. Jadi, produsen dalam negeri sangat mampu memproduksinya apalagi produsen seperti saya yang telah lama bergerak di bidang otomotif yang berhubungan dengan stainless steel,” ujar dia

Selain masalah impor produk jadi, Robert mengatakan produsen lokal juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku untuk produksi food tray. Meskipun bahan baku stainless steel berasal dari Indonesia, harganya menjadi mahal setelah diproses di dalam negeri.

"Ironisnya, bahan yang sama, setelah diekspor ke negara tetangga dan diimpor kembali dalam bentuk produk jadi, justru bisa lebih murah," kata Robert.

Program makan bergizi gratis (MBG) pertama kali dikampanyekan Presiden Prabowo Subianto dalam pemilu lalu, yang disinyalir membuatnya terpilih menjadi Presiden.

Namun demikian, sejumlah pakar menilai program ambisius ini akan membebani APBN.

Pemerintah telah menyepakati alokasi anggaran untuk program unggulan presiden makan siang bergizi gratis untuk anak-anak sekolah sebesar Rp 171 triliun atau bengkak dari rencana awal yang sebesar Rp 71 triliun.

Program ini menyasar 82,9 juta penerima manfaat yang mencakup ibu hamil, siswa PAUD, sekolah dasar hingga sekolah menengah.