Kredit Triwulan Tiga Tumbuh Melambat, Tancap Gas di Triwulan Empat

Penyaluran kredit pada triwulan III 2025 tumbuh positif dengan nilai Saldo Bersih Tertimbangg (SBT) 82,33 %, sedikit menurun dari triwulan sebelumnya dengan SBT 85,22% namun lebih tinggi dari periode sama tahun lalu dengan SBT 80,64%.

Bank Indonesia pada Senin (20/10/2025) mengumumkan penyaluran kredit pada triwulan III 2025 tumbuh positif dengan nilai Saldo Bersih Tertimbangg (SBT) 82,33 %, sedikit menurun dari triwulan sebelumnya dengan SBT 85,22% namun lebih tinggi dari periode sama tahun lalu dengan SBT 80,64%.

Sementara sejumlah ekonom menyarankan bank diharapkan menyalurkan kredit dengan pelonggaran untuk meningkatkan konsumsi di akhir tahun dan mengejar pertumbuhan yang agresif di triwulan IV.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menyatakan, hasil survei BI kali ini mengindikasikan penyaluran kredit baru tetap positif, meski bank memperlihatkan kehati-hatian yang lebih tinggi dibandingkan penyaluran pada triwulan sebelumnya, khususnya pada aspek syarat-syarat administrasi, agunan, biaya persetujuan kredit, plafon kredit, dan jangka waktu kredit.

"Standar penyaluran kredit pada triwulan III 2025 diindikasikan lebih berhati-hati dibandingkan triwulan II 2025, tecermin dari Indeks Lending Standard (ILS) untuk keseluruhan jenis kredit yang positif sebesar 5,78," jelas Ramdan dalam pernyataan tertulis yang dimuat situs Bank Indonesia.

Peluang pertumbuhan dapat terlihat saat kredit dipecah ke dalam beberapa sektor. Saat ini, perlambatan baru terlihat dari Kredit Modal Kerja dengan SBT 85,09% yang sedikit lebih rendah dibandingkan Q2 dengan SBT 88,34%.

Sementara itu, kredit investasi dan kredit konsumsi relatif stabil, dengan tingkat SBT masing-masing sebesar 76,97% dan 56,61%.

Dari jenis kredit konsumsi, Kredit Tanpa Agunan (KTA) meningkat dengan SBT 62,31% (Q2, 46,13%), Kredit Multiguna meningkat dengan SBT 60,33% (Q2, 26,40%), dan Kredit Kendaraan Bermotor meningkat 35,50% (Q2, 10,96%).

Dari segi bidang usaha, kenaikan permintaan kredit terjadi di sektor real estate; sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial; serta sektor perantara keuangan.

Sementara itu, Kredit Pemilikan Rumah/Kredit Pemilikan Apartemen (KPR/KPA) turun dengan SBT 48,29% (Q2, 53,26%), demikian halnya dengan penggunaan Kartu Kredit yang turun dengan SBT 43,57% (Q2, 69,80%). Dari segi bidang usaha, penurunan permintaan kredit terjadi di sektor industri pengolahan, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan.

Tetap menjanjikan

Pertumbuhan positif di triwulan III ini memberikan prospek yang cukup menjanjikan untuk pertumbuhan kredit di penghujung 2025.

"BI memprakirakan penyaluran kredit baru akan meningkat signifikan di triwulan IV 2025 dengan nilai SBT mencapai 96,40%," kata Ramdan.

Hal ini didorong prospek kondisi ekonomi, kebijakan suku bunga, dan relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit.

Bank Indonesia mencatat, prioritas utama responden dalam penyaluran kredit baru pada triwulan IV 2025 sama dengan periode sebelumnya, yaitu Kredit Modal Kerja, diikuti Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi.

Penyaluran KPR/KPA diprakirakan masih akan jadi prioritas utama, diikuti Kredit Multiguna dan Kredit Tanpa Agunan. Sementara dari bidang usaha, sektor manufaktur, sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor perantara keuangan akan jadi sasaran penyaluran terbesar.

Pada triwulan IV, BI memprakirakan kebijakan standar penyaluran kredit lebih longgar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal itu terindikasi dari ILS triwulan IV yang negatif sebesar 5,95.

"Kebijakan standar penyaluran kredit lebih longgar terjadi pada jenis Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, dan Kredit UMKM. Kebijakan penyaluran yang lebih longgar antara lain pada aspek jangka waktu kredit, agunan, dan suku bunga kredit," tulis laporan survei tersebut.

Kesempatan untuk menyalurkan kredit lebih longgar tersebut mendapatkan sambutan positif dari industri perbankan.  

Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility Bank Central Asia (BCA) Hera F. Haryn menyatakan, kinerja penyaluran kredit akan sejalan dengan kondisi perekonomian Indonesia dan sektor-sektor yang disasar akan diperhitungkan berdasarkan kondisi tersebut.

"BCA akan terus mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin," jelas Hera dalam keterangan tertulis yang diterima SUAR, Senin (20/10/2025).

Hera menambahkan, sebagai salah satu kontributor dalam kinerja penyaluran kredit bank nasional, sampai bulan September 2025, jumlah kredit yang telah disalurkan BCA mengalami pertumbuhan sebesar 7,6% YoY menjadi Rp944 triliun, diiringi terjaganya kualitas pembiayaan perseroan. "Kami menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 6%-8% pada tahun 2025," pungkas Hera.

Sementara itu, sebelumnya pada September, Bank Mandiri menutup kuartal II 2025 dengan kinerja yang solid. Total aset konsolidasi bank mencapai Rp 2.514,68 triliun atau tumbuh 11,4% secara tahunan, didorong oleh penyaluran kredit sebesar Rp 1.701 triliun yang naik 11% dan melampaui rata-rata industri perbankan nasional.

Pertumbuhan pembiayaan yang merata di seluruh wilayah Indonesia ini banyak terserap di sektor produktif seperti konstruksi, energi, perdagangan, hingga industri padat karya. Rasio kredit bermasalah (NPL) juga tetap terjaga di level 1,08%, menegaskan prinsip kehati-hatian dalam ekspansi bisnis.

Dari sisi penghimpunan dana, Bank Mandiri mencatat Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 1.828 triliun atau tumbuh 10,7% yoy, dengan rasio dana murah (CASA) mencapai 78,4%.

“Pertumbuhan kredit yang kami capai menunjukkan peran aktif Bank Mandiri dalam mendukung pembiayaan produktif di berbagai sektor strategis. Akselerasi kredit difokuskan untuk memperkuat kinerja ekonomi nasional sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu, kami akan terus menjaga pertumbuhan kredit Bank Mandiri di atas rata-rata industri,” ujar Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri Novita Widya Anggraini.

Pertumbuhan ini menjadi fondasi penting bagi efisiensi biaya dana dan penguatan likuiditas. Mandiri mencatat, Super App Livin’ by Mandiri kini digunakan 32,9 juta pengguna dengan volume transaksi mencapai 2,23 miliar kali, sementara platform Kopra by Mandiri membukukan nilai transaksi Rp 12.170 triliun, naik 22% yoy. Kedua platform ini menjadi motor penggerak digitalisasi layanan perbankan, baik bagi nasabah ritel maupun korporasi.

Tetap hati-hati

Dorongan dari kebijakan fiskal dan moneter yang ditempuh pemerintah memungkinkan perbankan menikmati kelonggaran dalam menyalurkan dan menumbuhkan permintaan kredit baru hingga akhir 2025. Meski demikian, kehati-hatian tidak hanya perlu dalam menetapkan debitur, melainkan juga dalam memperhatikan situasi dan kondisi ekonomi.

Pengajar Perbanas Institute Arianto Muditomo menilai prakiraan pertumbuhan kredit Q4 oleh BI masih tergolong realistis, meskipun terjadi perlambatan di Q3. Ini dikarenakan secara historis, triwulan terakhir menunjukkan kenaikan permintaan pembiayaan seiring meningkatnya aktivitas konsumsi domestik dan belanja pemerintah jelang tutup tahun.

"Dengan dukungan injeksi dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank-bank Himbara yang berpotensi memperkuat likuiditas sistem keuangan, bank memiliki amunisi tambahan untuk memperluas penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif seperti UMKM, pertanian, dan infrastruktur daerah," jelas Arianto saat dihubungi, Senin (20/10/2025).

Ekonom yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PTEN Indonesia ini menyebutkan, faktor likuiditas yang lebih lancar mampu menekan cost of fund dan memberi ruang penurunan suku bunga kredit sehingga peluang ekspansi terbuka.

Di samping itu, faktor-faktor musiman seperti kenaikan permintaan ritel saat Natal dan tahun baru, penyaluran dana infrastruktur pemerintah, realisasi anggaran BUMN, promosi properti, diskon suku bunga KPR, hingga pelonggaran kebijakan Loan to Value juga menjadi dorongan tambahan untuk peningkatan kredit.

"Namun demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati mengingat risiko global dan tekanan biaya dana yang masih tinggi dapat menahan agresivitas ekspansi kredit yang direncanakan," ujarnya.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengingatkan bahwa perlambatan kredit di triwulan ketiga tidak dapat dilepaskan dari tantangan perekonomian, mulai dari ketiadaan momentum untuk mendorong akselerasi hingga gejolak politik dan keamanan pada akhir Agustus lalu.

"Perkiraan saya di triwulan IV akan terjadi peningkatan permintaan kredit setidak ya secara tahunan kemungkinan laju kredit di level 9% YoY. Pemicunya adalah Natal dan tahun baru akan mendorong peningkatan produksi dunia usaha dan meningkatnya aktivitas liburan dan wisata," ucap Eko kepada SUAR di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Berbagi pandangan dengan Arianto, Eko juga menilai bahwa belanja APBN dan APBD yang dipercepat pada triwulan keempat akan mendorong transaksi di sektor-sektor ritel. Kombinasi faktor-faktor tersebut akan membantu meningkatkan laju kredit secara tahunan, sekalipun percepatan kumulatif masih akan di bawah target tahunan sebesar 11%-13%.

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional