Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak rekor baru tertinggi sepanjang sejarah beroperasinya bursa di Tanah Air. Pemicunya faktor dalam dan luar negeri yang sama-sama memberikan dorongan positif di lantai bursa.
Sepanjang sesi perdagangan pada Kamis (14/8/2025), IHSG berada di zona positif. Indeks bergerak antara level 7.905,54 hingga tertinggi 7.973,98, yang juga menjadi all time high (ATH) baru. Perdagangan ditutup pada 7.931,25 – meningkat 0,49% dari pembukaan.
Sebelumnya, IHSG menyentuh rekor tertinggi pada 19 September 2024 ketika IHSG sentuh rekor tertinggi di 7.910. Kenaikan IHSG ini melanjutkan tren kenaikan lebih dari 4% sejak awal pekan kedua Agustus 2025.
Aktivitas perdagangan di Bursa Efek Indonesia pada 14 Agustus 2025 tercatat cukup tinggi. Total frekuensi perdagangan mencapai 2.143.276 kali, dengan volume perdagangan sebesar 42,1 miliar saham. Nilai transaksi harian saham mencapai Rp 18,7 triliun.
Kenaikan ini didorong oleh suntikan modal baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, para investor kakap menyuntikkan modal ke sejumlah emiten grup konglomerat.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Budi Frensidy menjelaskan, lonjakan IHSG didominasi oleh pergerakan hanya lima saham konglomerat yang menyumbang kenaikan indeks signifikan. Antara lain, saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII), saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), dan juga saham PT Chandra Daya Investasi Tbk ( CDIA).
Ia juga berpendapat bahwa tanpa pergerakan saham-saham besar tersebut, IHSG tidak akan banyak beranjak dari level awal tahun. Mungkin hanya berkisar di angka 7.200. Menurutnya, fenomena ini menunjukkan bahwa kenaikan IHSG tidak mewakili fundamental seluruh sektor ekonomi yang ada di bursa.
"Jadi, kenaikan ini tidak mewakili perekonomian fundamental keseluruhan ataupun semua sektor yang ada di bursa. Hanya saham-saham konglomerat yang juga tidak menyebar lintas sektor. Mungkin hanya dua–tiga sektor saja yang mengalami kenaikan sangat besar," jelasnya kepada SUAR (14/8/2025).
Ia menambahkan, beberapa sektor yang menopang kenaikan ini antara lain teknologi, petrokimia, dan perbankan. Saham-saham ini memiliki bobot terbesar dalam indeks, sehingga kenaikan harganya secara signifikan dapat mendongkrak IHSG.
Meskipun IHSG mencetak rekor, Budi Frensidy ragu jika ini bisa menarik investasi asing secara signifikan. Malah menurutnya, meskipun investor tertarik, keuntungan besar kemungkinan hanya dinikmati oleh pemilik saham-saham big cap. Kenaikan ini juga belum bisa dipastikan sebagai sinyal positif untuk kemajuan ekonomi secara keseluruhan.
Bagi pengusaha emiten yang sebelumnya melakukan buyback saham ketika harga terkoreksi, IHSG yang mencapai rekor tertinggi membawa dampak positif. Ia menjelaskan bahwa buyback saham yang telah dilakukan memberikan keuntungan yang dalam akuntansi masuk sebagai additional capital.
Kenaikan IHSG dan sentimen pasar yang positif membuat valuasi atau kapitalisasi pasar perusahaan naik. Ia memperkirakan momen ini akan dimanfaatkan oleh emiten yang sudah mendapatkan additional capital untuk melepas saham buyback mereka dan merealisasikan keuntungan.
Maka, Budi Frensidy berharap kenaikan pasar modal tidak hanya didorong oleh segelintir saham konglomerat saja. Ia mendorong investor, baik institusi maupun ritel, untuk mulai melirik saham-saham lain yang memiliki fundamental bagus.
Menurutnya, banyak saham dengan fundamental solid yang belum terpengaruh oleh kenaikan ini. Apalagi sebagian besar saham konglomerat kini sudah tidak tergolong murah lagi secara valuasi.
"Kalau saham-saham yang sekarang naik ini bertahan, saya pikir sudah bagus, karena itu akan membuat indeks kita paling tidak tidak akan turun di bawah 7.900. Tapi akan lebih baik lagi jika saham-saham lainnya yang fundamentalnya bagus ikut naik," ungkapnya.
Menurutnya, jika tren harga saham dari big cap ini diikuti oleh saham-saham lainnya, IHSG berpotensi untuk menembus level 8.000 atau lebih.
Jika tren harga saham dari big cap ini diikuti oleh saham-saham lainnya, IHSG berpotensi untuk menembus level 8.000 atau lebih.
Sentimen global
Adapun Herditya Wicaksana, analis pasar modal MNC Sekuritas, berpendapat masuknya arus modal dari global menjadi pendorong kenaikan IHSG. Ia melihat ada beberapa faktor lain yang turut mendorong penguatan IHSG. Faktor-faktor tersebut bersifat global dan domestik.
"Kami memperkirakan beberapa faktor mendorong pergerakan IHSG, di antaranya meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada September 2025," katanya kepada Suar, (14/8/2025).
Ia menambahkan, probabilitas pemangkasan suku bunga ini mencapai 95%. Selain itu, adanya perpanjangan gencatan perang dagang antara AS dan China hingga November 2025 juga turut mendorong penguatan pasar.

Dari sisi domestik, ia mencatat bahwa pelaku pasar menangkap sinyal adanya dukungan kebijakan serta koordinasi dari pemerintah dan regulator untuk menjaga momentum penguatan IHSG. Dengan adanya rekor tertinggi ini, level psikologis 8.000 kini menjadi target jangka pendek.
Menurut Herditya, adanya arus masuk modal (capital inflow) ke pasar saham Indonesia menandakan iklim investasi di Tanah Air cukup menarik bagi investor domestik maupun asing. Ia melihat dari rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) beberapa waktu lalu yang berada di angka 5,1% juga turut meningkatkan optimisme pasar dan investor.
Lebih lanjut, Herditya memperkirakan pencapaian ATH ini akan mendorong emiten untuk meninjau kembali kebijakan buyback saham. Ia berharap penguatan IHSG dapat terus berlanjut dan berdampak positif pada kinerja emiten di masa mendatang.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK) OJK Inarno Djajadi menyambut baik potensi penguatan IHSG. Semangat tersebut mencerminkan kepercayaan terhadap stabilitas perekonomian nasional dan prospek kinerja emiten Indonesia yang terus menunjukkan perbaikan.
Namun demikian, penting untuk dicermati bahwa pergerakan IHSG sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik domestik maupun global, serta kinerja emiten.
Euforia pasar tetap perlu diiringi dengan kewaspadaan dan pengelolaan risiko yang baik.
"Kami mengingatkan bahwa euforia pasar tetap perlu diiringi dengan kewaspadaan dan pengelolaan risiko yang baik," ujarnya.
Dari sisi regulator, pihaknya terus memastikan bahwa pasar berjalan secara teratur, wajar, dan efisien. OJK juga mendorong terciptanya ekosistem pasar modal yang sehat dan berintegritas, agar potensi pertumbuhan IHSG maupun instrumen lainnya bisa tercapai secara berkelanjutan, bukan hanya karena momentum jangka pendek.