Stabilitas sistem keuangan Indonesia pada Kuartal-III 2025 menjadi oase yang meneguhkan di tengah ketidakpastian dan dinamika perekonomian global. Sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan menjadi faktor-faktor pendukung yang mencetuskan optimisme pertumbuhan ekonomi tahunan sesuai target. Meski demikian, masih ada tugas yang harus dikerjakan guna memastikan optimisme itu benar-benar menjadi kenyataan
Berita baik tersebut disampaikan dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Thamrin Bank Indonesia, Jakarta, Senin (3/10/2025). Sebagai rapat terakhir KSSK di tahun 2025, taklimat ini memaparkan secara ringkas sejumlah capaian perekonomian di Kuartal-III 2025 berdasarkan hasil rapat KSSK pada Jumat, 31 Oktober 2025, sekaligus proyeksi perekonomian Kuartal-IV yang sedang berjalan.
Menteri Keuangan dan Ketua KSSK ex-officio Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, di tengah perlambatan dan lesunya perekonomian dunia akibat dampak tarif resiprokal Amerika Serikat, momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia menguat dengan konsumsi rumah tangga dan investasi yang terjaga baik berkat dukungan pemerintah bersama otoritas moneter dan sektor keuangan.
Tercatat, tumbuhnya penjualan ritel 5,8% year-on-year (YoY) pada bulan September 2025, diikuti aktivitas manufaktur yang kembali ekspansif dengan Purchasing Manager Index berada di angka 51,2 pada bulan Oktober 2025, serta surplus neraca perdagangan Q3 yang mencapai USD 14,00 miliar atau tumuh 112,1% YoY menunjukkan kuatnya daya saing produk Indonesia.
"Ke depan, investasi akan terus diperkuat termasuk melalui peran Danantara sebagai pengungkit investasi swasta serta upaya penciptaan iklim investasi yang kompetitif dengan pembentukan Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP)," ucap Purbaya.
Pada sisi fiskal, Bendahara Negara menegaskan bahwa belanja APBN untuk mendukung aktivitas konsumsi dan produksi diperkuat melalui percepatan implementasi program strategis serta pemberian stimulus dan dukungan insentif bagi sektor prioritas pemerintah. Hingga akhir Oktober 2025, dia menyatakan penyaluran stimulus untuk 35,05 juta keluarga penerima manfaat telah mencapai hampir Rp20 triliun.
Perkembangan positif aktivitas ekonomi dan koordinasi kebijakan, lanjut Purbaya, memperkuat optimisme ekonomi akan tumbuh di atas 5,5% YoY pada triwulan IV 2025. Dengan dukungan stimulus Rp34,2 triliun, secara full year 2025 diproyeksikan tumbuh hingga 5,2%.
"Untuk saya penting, karena kalau di atas 5,5% katanya mau dikasih hadiah Presiden," cetus Purbaya seraya tersenyum lebar.
Sementara itu, dari segi kebijakan moneter, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, dengan posisi cadangan devisa per 30 September 2025 sebesar USD 148,7 miliar dan nilai tukar rupiah yang menguat 0,21% ptp menjadi Rp16.630 per 31 Oktober 2025, ketahanan eksternal dan nilai tukar rupiah tetap terkendali di tengah ketidakpastian global.
Tanpa memungkiri kenaikan inflasi IHK Oktober 2025 yang meningkat menjadi 2,86% YoY, Perry memastikan tekanan inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran dengan sinergi pengendalian inflasi, sekaligus penguatan bauran kebijakan lain yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas (pro-stability and growth), mulai dari penurunan suku bunga acuan, kebijakan makroprudensial yang mendorong pertumbuhan kredit, hingga peningkatan likuiditas.
"Masih ada ruang penurunan BI Rate, tetapi kapan dan besarnya itulah yang masih kami pertimbangkan sesuai inflasi yang terkendali dan ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Sejauh ini, lanjut Perry, BI masih terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter longgar untuk stabilitas nilai tukar rupiah dan prospek pertumbuhan ekonomi ke depan.
Jasa keuangan sehat
Stabilitas fiskal dan moneter secara makroskopik tidak lepas dari kesehatan sektor jasa keuangan. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menjelaskan, dengan kredit perbankan September 2025 tumbuh 7,7% YoY menjadi Rp8.162,82 triliun, akumulasi dana pihak ketiga (DPK) perbankan berhasil tumbuh 11,18% YoY menjadi Rp9.695 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh 14,58%, 6,45%, dan 12,37% YoY.
Kinerja positif pasar saham dibuktikan dari IHSG yang membukukan penguatan 16.36% qtq, dengan catatan penutupan all-time high pada perdagangan hari Senin (3/11/2025) tercatat di angka 8.275. Penghimpunan dana di pasar modal domestik pun telah mencapai Rp198,84 triliun, dengan catatan 27 rencana Penawaran Umum bernilai indikatif Rp21,84 triliun.
Mahendra menegaskan bahwa OJK berkomitmen mendukung optimasi peran sektor jasa keuangan mendukung program Pemerintah. Salah satunya, dengan memastikan bahwa informasi dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang memuat status pemberian kredit tidak menjadi satu-satunya acuan penilaian kelayakan calon debitur.
"Dengan demikian, SLIK berfungsi sebagai sumber informasi yang bersifat netral dan tidak dimaksudkan sebagai hambatan bagi pemberian kredit kepada pihak dengan kualitas kredit di luar kategori lancar," ujar Mahendra.
Upaya memastikan kesehatan sektor jasa keuangan juga dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mendorong efektivitas penanganan bank. Ketua Dewan Komisioner LPS Anggito Abimanyu mengungkapkan, salah satu bentuk dukungan itu adalah menangani 26 BPR/BPRS sepanjang 2024-2025, dengan rincian: 23 BPR/BPRS dilikuidasi, 1 BPR diselamatkan dengan skema bail-in, dan 2 BPR/S dalam proses penanganan.
Selain menangani bank yang bermasalah, LPS juga menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan sebesar 25 basis poins (bps) dari 3,75% menjadi 3,50% untuk simpanan rupiah di bank umum. Meski demikian, rata-rata suku bunga simpanan perbankan masih berada di atas TBP, dengan proporsi nasabah yang mendapatkan suku bunga simpanan di atas TBP meningkat dari 13% pada 2022 menjadi 32% pada 2025.
"LPS bersama lembaga anggota KSSK lainnya mendorong perbankan untuk menyesuaikan suku bunga simpanan ke tingkat yang wajar, serta mendukung upaya LPS memperluas basis masyarakat menabung melalui peningkatan literasi dan inklusi keuangan," ujar Anggito.
Buah konkret usaha perluasan basis masyarakat menabung tersebut tampak dari pertumbuhan simpanan bernilai antara Rp5-100 juta yang tumbuh 8,55% dan simpanan di atas Rp100 juta yang tumbuh 4,19%. Hal ini menjadi indikasi bahwa kemampuan penabung berskala kecil mulai mengalami peningkatan dan akan terus didorong seiring percepatan ekonomi ke depan.
Masih ada tugas
Optimisme KSSK mengenai dampak stabilitas sistem keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi secara tahunan memang beralasan kuat. Namun, Wakil Direktur dan Kepala Kajian Makroekonomi LPEM FEB UI Jahen Fachrul Rezki menilai, efektivitas dampak kebijakan yang telah diambil untuk menciptakan pertumbuhan lebih baik dari pertumbuhan Q2 perlu dipikirkan kembali.
"Pertama, kita tidak punya faktor musiman seperti Q2, ditambah juga ada tekanan dari demonstrasi yang sempat memengaruhi aktivitas masyarakat. Kedua, realisasi belanja pemerintah cukup rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ketiga, tekanan eksternal juga masih besar," ungkap Jahen saat dihubungi SUAR, Senin (3/11/2025).
Lebih lanjut, Jahen menyatakan bahwa ada harapan bahwa konsumsi masyarakat bisa tumbuh pada kuartal ketiga. Namun, meski penjualan ritel meningkat, Indeks Kepercayaan Konsumen dan angka penjualan kendaraan bermotor mengalami penurunan. Sinyal campuran ini membuat publik tidak benar-benar mengetahui sejauh mana stabilitas sistem keuangan menanggulangi tekanan terhadap ekonomi Kuartal-III.
"Di sisi lain, optimisme perlu diiringi support pemerintah terhadap sektor-sektor yang memiliki peranan besar terhadap perekonomian serta mengurangi misalokasi dari sumberdaya. Realisasi belanja perlu ditingkatkan pada akhir tahun, karena kalau sangat lambat, dampaknya terhadap perekonomian nasional akan sangat minimal," jelasnya.
Berbagi pandangan dengan Jahen, Kepala Departemen Makroekonomi dan Penelitian Pasar Keuangan Permata Bank Faisal Rachman menjelaskan, risiko terhadap stabilitas sistem keuangan yang telah ada saat ini berasal dari sisi domestik, karena meski kebijakan fiskal dan moneter telah menjadi ekspansif, ekonomi Indonesia masih beroperasi di bawah selisih output negatif yang menahan tekanan sisi permintaan.
"Risiko kenaikan dapat muncul jika ketidakpastian global meningkat, menyebabkan depresiasi Rupiah yang lebih tajam dari perkiraan dan harga emas yang lebih kuat, atau jika peningkatan pasokan uang gagal diterjemahkan menjadi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," ucap Faisal kepada SUAR, Senin (3/11/2025).
Sejumlah cara untuk memperlambat inflasi dapat ditempuh dengan memastikan pasokan pangan membaik secara signifikan dan rencana pemerintah menurunkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk hingga 20% terbukti efektif, atau jika diskon tambahan untuk utilitas (listrik, air, dan/atau gas) diperkenalkan jelang akhir tahun.
"Tantangan utama bagi harga pangan saat ini terletak pada seberapa cepat pemerintah dapat memperkuat ketahanan pangan di tengah meningkatnya permintaan dari program MBG yang sedang berlangsung," pungkas Faisal.