Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyetujui pemberian perlakuan khusus berupa relaksasi kredit hingga 3 tahun bagi para debitur korban bencana alam di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat sebagai upaya membantu pemulihan pascabencana. Di samping perbankan, sektor jasa asuransi diarahkan merespons pengajuan klaim lebih cepat dan terukur, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Persetujuan tersebut disampaikan dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK edisi November 2025 yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (11/12/2025).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan asesmen pengaruh bencana terhadap perekonomian daerah dan kemampuan bayar debitur.
"Pemberian perlakuan khusus merupakan bagian dari mitigasi risiko dan mendukung percepatan pemulihan aktivitas ekonomi di ketiga provinsi tersebut. Tata caranya mengacu pada Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana atau yang juga dikenal sebagai POJK Bencana," ujar Mahendra.
Sesuai ketentuan Pasal 8 POJK tersebut, perlakuan khusus berdasarkan penentuan terkena bencana mencakup beberapa tindakan. Pertama, penilaian kualitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran 1 pilar untuk plafon sampai dengan Rp10.000.000.000. Satu pilar yang dimaksud adalah ketepatan pembayaran pokok saja atau bunga saja.
Kedua, penetapan kualitas lancar atas kredit yang direstrukturisasi dapat dilakukan terhadap pembiayaan yang disalurkan sebelum maupun sesudah debitur terkena dampak bencana. Ketiga, pemberian pembiayaan baru akan dilakukan dengan penilaian kualitas kredit terpisah, dengan menangguhkan sementara prinsip one obligor.
"Perlakuan khusus ini berlaku untuk jangka waktu hingga 3 tahun sejak ditetapkan dalam rapat dewan komisioner OJK di Jakarta, Rabu, 10 Desember 2025," tegasnya.

Mahendra menambahkan, selain kredit perbankan, OJK telah meminta seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi mengaktifkan mekanisme tanggap bencana, menyederhanakan prosedur klaim, memperkuat komunikasi dan layanan nasabah, serta melaporkan perkembangan penanganan klaim secara berkala kepada OJK.
"Pemulihan pascabencana membutuhkan waktu yang memadai agar aktivitas masyarakat dan perekonomian dapat berjalan lebih normal. Jangka waktu perlakuan khusus selama 3 tahun kami harapkan meringankan beban masyarakat dan memberikan ruang kembali pulih," ujar Mahendra.
OJK mengharapkan, dengan penanganan lebih cepat dan respons perlakuan khusus, langkah mitigasi memungkinkan risiko yang masih dapat terjadi ke depan dapat dikendalikan lebih baik bagi mereka yang mengalami dampak keseluruhan, baik lembaga penyedia jasa keuangan maupun debitur yang sedang mengangsur kredit pembiayaan.
Perpanjangan
Selain relaksasi kredit hingga 3 tahun untuk debitur terdampak bencana, OJK juga mengumumkan perpanjangan batas waktu akhir pelaporan bagi semua lembaga penyedia jasa keuangan selama 10 hari kerja untuk melakukan penyusunan laporan secara akurat dan tepat waktu, dari semula 12 Desember 2025 menjadi 30 Desember 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan, bagi sektor perbankan, pelaporan bank umum periode November 2025 yang jatuh pada 8 dan 15 Desember 2025 diperpanjang masing-masing menjadi 22 dan 31 Desember 2025.
Tidak hanya untuk bank umum, tenggat pelaporan BPR/S yang jatuh pada 10 Desember 2025 diundur ke 24 Desember 2025, sementara tenggat laporan rencana bisnis yang jatuh pada 15 Desember 2025 diundur hingga 31 Desember 2025.
"Perpanjangan ini bertujuan memastikan pelaporan dapat berjalan secara akurat, tanpa membebani lembaga jasa keuangan dan pelapor SLIK lainnya," ucap Dian.

Melengkapi penjelasan Ketua Dewan Komisioner OJK, Dian mencatat OJK sejauh ini telah mencatat 103.613 debitur terdampak langsung bencana banjir dan longsor yang terjadi di 52 dari 70 kabupaten di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Untuk itu, penetapan status bencana dan perlakuan khusus merupakan kebutuhan yang harus diambil untuk mencegah dampak ekonomi berkepanjangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan, berdasarkan koordinasi OJK dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), hingga 10 Desember 2025, potensi klaim asuransi properti terdampak bencana diperkirakan berjumlah Rp492,53 miliar, sementara potensi klaim asuransi kendaraan bermotor diperkirakan berjumlah Rp74,5 miliar. Adapun klaim asuransi jiwa masih melakukan pemantauan kondisi lapangan dan belum dapat melaporkan jumlah tertentu.
"Angka-angka tersebut masih sementara dan akan terus bergerak seiring pendataan dari lapangan. Keadaan ini menaikkan beban klaim asuransi, tetapi persiapan reasuransi, cadangan teknis, dan pengelolaan permodalan di atas ketentuan minimum, disertai stress test akan memastikan klaim pemegang polis cair secara cepat dan terukur," jelas Ogi.
Sejalan kebijakan restrukturisasi untuk debitur terdampak bencana, OJK meminta perusahaan asuransi, penjaminan, dan dana pensiun untuk mempertahankan kualitas kredit sehingga klaim asuransi tidak langsung timbul secara mendadak. Perusahaan juga wajib menyediakan pencadangan untuk risiko gagal bayar premi nasabah.
"OJK memberikan relaksasi pelaporan dengan memperpanjang perusahaan penjamin dan dana pensiun dari 10 Desember menjadi 24 Desember demi menjaga kelancaran operasional tanpa mengurangi kewajiban terhadap nasabah dan terhadap regulator," pungkas Ogi.
Evaluasi
Menindaklanjuti arahan OJK, Corporate Secretary Bank Mandiri Adhika Vista menyatakan pihaknya saat ini tengah melakukan pemetaan secara menyeluruh terhadap debitur yang berpotensi terdampak bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat untuk menentukan langkah mitigasi risiko yang paling sesuai dengan ketentuan regulator.
"Seiring proses tersebut, Bank Mandiri juga terus menjaga koordinasi dengan OJK serta berbagai instansi terkait, termasuk pemerintah daerah dan lembaga penanggulangan bencana, agar setiap opsi relaksasi dapat diarahkan secara hati-hati dan tetap selaras dengan prinsip Good Corporate Governance/GCG," jelas Adhika dalam keterangan tertulis yang diterima SUAR, Kamis (11/12/2025).
Bank Mandiri juga menyatakan kesiapan untuk mendukung kebijakan relaksasi yang digagas Pemerintah sebagai bentuk respons cepat dalam mempercepat pemulihan masyarakat terdampak. Tindak lanjut terhadap arahan tersebut dilakukan melalui verifikasi internal yang komprehensif agar pelaksanaannya tepat sasaran dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Pada saat yang sama, Bank Mandiri menyampaikan empati yang mendalam kepada seluruh korban bencana. Melalui tim Mandiri Peduli Bencana dan relawan Mandirian, berbagai bantuan telah disalurkan secara aktif ke wilayah terdampak," pungkas Adhika.