Putar Otak Meraih Target Pajak Tinggi Tanpa Bebani Dunia Usaha

Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar Rp 2.357,7 triliun atau naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak tahun 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun.

Putar Otak Meraih Target Pajak Tinggi Tanpa Bebani Dunia Usaha
Calon pembeli melihat pernak-pernik kemerdekaan di Pasar Jatinegara, Jakarta, Jumat (8/8/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/bar.

Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar Rp 2.357,7 triliun. Artinya, naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak tahun 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun.

Target penerimaan pajak yang dipasang pemerintah tersebut dinilai terlalu ambisius. Perlu kerja keras dan upaya maksimal agar target tersebut bisa dicapai. Di sisi lain, pemerintah harus memastikan, target penerimaan pajak 2026 yang mengalami kenaikan tidak mengganggu iklim dunia usaha.

Direktur Eksekutif Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menuturkan, pemerintah harus membuat perencanaan atau strategi matang agar penerimaan pajak bisa diraih sesuai target.

Strategi pertama, optimalkan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Dari tahun ke tahun, ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum 100%.

Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan Ditjen Pajak terhadap wajib pajak yang sudah memenuhi syarat objektif tetapi belum mempunyai NPWP. Sedangkan intensifikasi adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek dan subjek pajak yang sudah terdaftar. Prianto menuturkan, jika upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pajak ini sudah dilakukan secara maksimal, maka setengah penerimaan pajak bisa diperoleh. 

Strategi kedua, pasang mata terhadap penerimaan PPN dan PPh. Dari kedua jenis pajak tersebut, PPh yang paling sulit dikejar karena masih banyak yang menghindar dengan banyak alasan. Ditjen Pajak perlu memberikan denda kepada wajib pajak yang tidak pernah mau membayar PPh.

Strategi ketiga, benahi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax). Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025, sistem ini tidak berfungsi dengan baik. Coretax terus mengalami masalah teknis. Masalahnya proses bisnis pembiayaan pajak hanya bisa dilakukan melalui Coretax.

“Pembayaran pajak pada Januari 2025 turun 41% karena Coretax bermasalah. Jangan sampai kondisi ini terjadi lagi ke depan,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (19/8).

“Pembayaran pajak pada Januari 2025 turun 41% karena Coretax bermasalah. Jangan sampai kondisi ini terjadi lagi ke depan,” kata Prianto.

Prianto mengatakan, Ditjen Pajak perlu melakukan sosialisasi dan pendekatan khusus kepada pelaku usaha agar taat membayar pajak, sehingga kenaikan target ini bisa mereka terima dan tidak mengganggu iklim usahanya.

Pendekatan yang dilakukan bisa dengan menyediakan konsultan pajak yang profesional, sehingga mereka bisa bertanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, pemerintah bisa melakukan ekstensifikasi pajak. Salah satunya membidik shadow economy atau underground economy.

Shadow economy merupakan aktivitas ekonomi yang berkontribusi terhadap penghitungan produk nasional bruto dan produk domestik bruto (PDB), namun penghitungannya belum dicatat.

“Ekstensifikasi melalui shadow economy bisa menjadi cara jitu untuk menggenjot pajak,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (19/8/2025).

“Ekstensifikasi melalui shadow economy bisa menjadi cara jitu untuk menggenjot pajak,” ujar Shinta.

Shinta mengatakan, masih banyak potensi shadow economy di luar sana yang bisa dioptimalkan.

Pertimbangan target

Namun begini dalih pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa target penerimaan pajak sebesar Rp 2.357.7 triliun dalam RAPBN 2026 sudah memperhatikan proyeksi kinerja ekonomi nasional yang membaik, keberlanjutan perpajakan, tantangan dan potensi.

Nilai sebesar Rp 2.357.7 triliun itu mencakup target penerimaan pajak penghasilan (PPh) Rp 1.209,4 triliun yang naik 15% dibandingkan dengan tahun lalu. Lalu, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp 995,3 triliun, naik 11,7% ketimbang tahun lalu. Target penerimaan pajak bumi bangunan (PBB) tahun 2026 Rp 26,1 triliun, turun 13,1%. Adapun pajak lainnya ditargetkan Rp 126,9 triliun.

Kemudian, pemerintah juga menargetkan penerimaan kepabeanan dan cukai yang mencapai angka Rp 334,3 triliun pada tahun depan.

Untuk mencapai target penerimaan bea dan cukai, pemerintah menyiapkan sejumlah langkah. Pertama, mendorong kebijakan terkait hasil tembakau dan ekstensifikasi barang kena cukai.

Selain itu, kedua, pemerintah juga akan melakukan intensifikasi bea masuk perdagangan internasional. Sebutlah menjadikan kebijakan bea keluar untuk mendukung hilirisasi produk.

Terakhir, pemerintah juga akan menegakkan hukum, dan memberantas peredaran barang kena cukai ilegal dan penyelundupan.