Berbagai manufaktur China kini mulai mencari lokasi baru – relokasi industri – untuk menghindari tarif tinggi dari Amerika Serikat. Mereka pun membuka kesempatan Indonesia, yang kena tarif lebih rendah (19%), menjadi lokasi untuk berinvestasi.
Regional Manager Deli Stationary Liu Zijian mengatakan, Indonesia sudah masuk ke dalam radar investor China untuk berinvestasi, karena pertumbuhan ekonomi stabil dan jumlah kelas menengah terus meningkat. Tapi agar Indonesia dilirik, Pemerintah Indonesia harus memberikan paket kemudahan dalam berinvestasi, sehingga daya tarik Indonesia semakin tinggi.
“Investor suka hal yang simpel. Jika ditemukan proses yang lama, bisa jadi investor go and find new market,” ujar Liu dalam acara OCBC One Connect 2025, Memperkuat Ekosistem Manufaktur China-Indonesia, di Jakarta (27/8).
Liu mengatakan, investor akan berinvestasi jika diberikan kemudahan, seperti proses perizinan yang tidak ribet. Maka dari itu, Pemerintah Indonesia harus memberikan paket yang friendly terhadap investasi.
Belakangan ini, selain produk alat tulis, merek-merek mobil seperti Wuling, BYD, dan Chery meramaikan industri otomotif Indonesia. Mereka menawarkan perpaduan antara harga terjangkau, teknologi mutakhir, dan desain menarik, demi menantang para pemain lama Jepang, seperti Toyota, Honda, dan Mitsubishi.
Salah satu pabrikan mobil Negeri Tembok Raksasa, Seres Group, mengaku akan terus berkomitmen investasi, memperluas operasi, dan mendukung pertumbuhan industri kendaraan energi baru di Indonesia. Vice President Seres Group, Clifford Kang, menegaskan komitmen Seres Group untuk terus memperkuat kehadirannya di Indonesia melalui strategi lokalisasi yang sudah dijalankan sejak 2013.
“Sejak memasuki pasar Indonesia pada 2013, kami telah menjadikan lokalisasi sebagai strategi inti. Pada 2018, kami menyelesaikan pembangunan pabrik Seres Sokonindo dengan investasi lebih dari US$150 juta,” ujar Clifford Kang pada acara Road to Indonesia: Closing Ceremony – Celebrating 75 Years of Indonesia–China Friendship di Shangri-La Jakarta (25/8).
Pabrik tersebut menjadi pabrik energi modern pertama di Provinsi Banten dengan kapasitas produksi tahunan lebih dari 50.000 kendaraan. Menariknya, lebih dari 85% tenaga kerja di pabrik tersebut merupakan tenaga kerja lokal.
“Pabrik ini menjadi bukti nyata dari manufaktur cerdas, inovasi teknologi, sekaligus komitmen kami untuk memproduksi di Indonesia bagi Indonesia,” tambahnya.
Clifford menjelaskan bahwa Seres selalu berfokus pada inovasi dan pemberdayaan mobilitas melalui teknologi. Kehadiran pabrik di Banten tidak hanya mencerminkan investasi besar, tapi juga kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya dalam industri kendaraan energi baru.
Menurut Clifford, Seres juga berkomitmen untuk serta bekerja sama dengan mitra di Indonesia guna mendukung pengembangan industri kendaraan energi baru dan perekonomian nasional. Ia menyinggung pula momen 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok yang ditandai dengan kerjasama erat di bidang ekonomi dan budaya.
Clifford memaparkan, teknologi cerdas seharusnya dapat melayani manusia dan membawa mereka lebih dekat satu sama lain. Dengan visi intelligence redefining luxury, Seres berkomitmen menghadirkan mobilitas yang lebih cerdas dan aman bagi pelanggan di Indonesia maupun Asia Tenggara.
Selain Seres, produsen kendaraan listrik asal Tiongkok BYD (Build Your Dreams) mengklaim, progres pembangunan pabriknya di Indonesia senilai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 16 triliun tetap berjalan sesuai target. Presiden Direktur BYD Motor Indonesia Eagle Zhao mengungkapkan bahwa dalam rentang 1 tahun ke depan pembangunan pabrik rampung.
Melansir CNBC, pabrik yang sedang dibangun berlokasi di kawasan industri Subang, Jawa Barat. Kapasitas produksinya mencapai 150.000 unit kendaraan listrik (EV) per tahun. Perusahaan bakal menjadikan Indonesia untuk fokus pada pasar ekspor.
Meski belum ada pabrik, namun Pemerintah Indonesia memberikan kebijakan yang memungkinkan BYD untuk mengimpor mobil ke Indonesia tanpa dikenai bea masuk. Tujuannya untuk menarik investasi dan merangsang permintaan kendaraan listrik di Indonesia.
Sektor favorit China
Wakil Menteri Investasi/BKPM Todotua Pasaribu menyampaikan, ada tiga sektor investasi yang paling diminati China ke Indonesia. Mulai dari sektor hilirisasi, energi, hingga manufaktur.
China merupakan negara investor terbesar kedua Indonesia. Menurut Todotua, China mempunyai strategi tersendiri dalam berinvestasi ke Indonesia.
"Kalau berbicara nilai investasi, ya, China memang salah satu yang realisasi investasinya masuk ke negara kita itu sangat signifikan," ujar Todotua pada kesempatan menghadiri OCBC Connect 2025, di Jakarta (27/8).
China memang sedang mengembangkan industri manufakturnya di Indonesia. Di sisi lain, China juga melihat Indonesia sebagai pangsa pasar yang besar untuk sektor energi.
Realisasi investasi China di Indonesia telah tumbuh 31% dalam 6 tahun terakhir. Secara terperinci, investasi di industri pengolahan logam dasar sebesar 44%, kemudian transportasi, gudang dan telekomunikasi 18% dengan nilai US$ 6,39 miliar. Lalu, di industri kimia, farmasi 10% senilai US$ 3,41 miliar.
OCBC Connect: forum investasi
Sebagai tambahan informasi, PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC Indonesia) dan OCBC Singapura untuk ketiga kalinya menggelar OCBC One Connect, forum bisnis dua hari yang mempertemukan pelaku industri, pemangku kepentingan, dan investor dari China dan Indonesia.
Diselenggarakan pada 26 Agustus–27 Agustus 2025, acara ini dirancang untuk mempercepat pertumbuhan sektor manufaktur melalui kolaborasi lintas negara dan penciptaan ekosistem industri yang terintegrasi. Forum ini merupakan bentuk nyata komitmen OCBC dalam mendukung prioritas nasional Indonesia untuk menarik investasi langsung asing, khususnya dari China.
Investasi China di Indonesia terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. Hal ini tercermin dengan pertumbuhan yang stabil pada penanaman modal asing (PMA) Tiongkok yang mencapai USD 30,5 miliar sepanjang tahun 2021 sampai H1 2025 atau 14% investasi asing di Indonesia.
Presiden Direktur OCBC Indonesia Parwati Sarjaudaha mengatakan, OCBC One Connect 2025 ini diselenggarakan untuk menjembatani kebutuhan investasi dan kapabilitas lokal.
"Di sini OCBC mengambil peran sebagai katalisator sinergi lintas batas, memfasilitasi investor dan mitra lokal dalam membangun relasi yang berkelanjutan," ujar Parwati.
Hal tersebut, menurut Parwati, selaras dengan komitmen kami sebagai bagian dari OCBC Group untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta turut membantu para pebisnis untuk mencapai aspirasi mereka di ASEAN, Greater China, dan sekitarnya.