Pemerintah membatalkan rencana kenaikan tarif pajak di tahun 2026. Karena itu, sejumlah ekonom pada Rabu (3/9) menyarankan Direktorat Jenderal Pajak perlu memakai pendekatan baru untuk meningkatkan penerimaan wajib pajak melalui kepatuhan kooperatif.
Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, kepatuhan kooperatif ini didasari oleh hubungan saling terbuka antara otoritas pajak dan wajib pajak (WP). "Ciptakan hubungan harmonis dan saling melengkapi," kata Danny kepada SUAR di Jakarta (3/9).
Kepatuhan kooperatif bisa menciptakan iklim pajak yang kondusif. Ditjen Pajak sebagai otoritas pajak bisa memberikan penghargaan kepada WP yang taat membayar pajak.
“Sebenarnya, untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak sangat gampang. Dengan modal kepercayaan dan saling terbuka, semuanya pasti akan lancar,” ujar Danny.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan tidak akan menaikkan tarif pajak untuk tahun 2026 dan akan fokus untuk menggencarkan penindakan (enforcement) dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebagai upaya mengoptimalisasi penerimaan negara.
“Kebutuhan negara begitu banyak. Maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan-kebijakan baru,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara daring (2/9).
Untuk mengejar penerimaan pajak, pemerintah akan fokus pada peningkatan kepatuhan para wajib pajak. Bahkan pemerintah tetap akan memberikan keringanan pajak penghasilan (PPh) pada pelaku usaha kecil.
UMKM yang omzetnya di bawah Rp 500 juta per tahun tidak akan dikenai PPh. Kalau omzetnya di atas Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar, maka akan kena pajak final 0,5 persen.
Bukti lain kehadiran negara dalam melindungi masyarakat ekonomi rentan, menurut Menkeu, adalah dengan membebaskan PPh Pasal 21 bagi pekerja yang penghasilannya kurang dari Rp 60 juta per tahun.
Di samping itu, pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mencapai target penerimaan pajak tahun depan dengan meningkatkan pelayanan melalui penyempurnaan Coretax sebagai sistem yang dapat mempermudah wajib pajak.
Pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mencapai target penerimaan pajak tahun depan dengan meningkatkan pelayanan melalui penyempurnaan Coretax.
Keputusan tersebut diambil setelah rentetan demonstrasi yang berakhir ricuh di beberapa kota di Indonesia. Akibatnya, sebanyak 10 orang tewas, termasuk mahasiswa yang menjadi korban dalam gelombang aksi. Mayoritas korban diduga meninggal dunia akibat menerima kekerasan dari pihak aparat keamanan, demikian laporan Komnas HAM.
Demonstrasi tersebut kemudian melahirkan tuntutan rakyat yang bertajuk "17+8 Tuntutan Rakyat" yang ditujukan kepada berbagai pihak, mulai dari Presiden Prabowo Subianto, DPR, TNI, Polri, ketua umum partai politik, dan kementerian di sektor ekonomi.
Sebanyak 17 tuntutan rakyat itu memiliki tenggang waktu hingga 5 September 2025 untuk direalisasikan. Salah satu tuntutan rakyat tersebut adalah reformasi perpajakan yang lebih adil.
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar Rp 2.357,7 triliun. Target ini naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak tahun 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun.
Edukasi dan sosialisasi
Darussalam mengatakan, selain melakukan pendekatan, pemerintah perlu melakukan edukasi yang masif kepada masyarakat. Tujuannya agar entitas pajak semakin meningkat.
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, kata dia, edukasi pajak belum inklusif, karena masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami pajak dengan tepat. “Apa sih pajak? Gunanya apa? Kenapa harus bayar pajak?" Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sering muncul di benak masyarakat dan sebagian dari mereka masih bingung mengenai pajak.
Maka dari itu, pemerintah – khususnya Ditjen Pajak – perlu meningkatkan sosialisasi mengenai pajak.
"Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberikan edukasi soal pajak bisa melalui media sosial, menggunakan jasa influencer, atau iklan di televisi. Potensi penerimaan pajak di Indonesia bisa digali asalkan strategi dan upaya yang dilakukan selalu dikoordinasikan. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman antara otoritas pajak dan wajib pajak," ujar dia.
Pengamat pajak dari Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan, salah satu sumber penerimaan pajak terbesar berasal dari perusahaan besar. Kebanyakan dari perusahaan tersebut sudah membayar pajak, namun ada juga yang masih nakal.
Untuk menagih pajak dari perusahaan yang nakal tersebut, diperlukan konsultan pajak profesional, karena perhitungan pajaknya sangat detail.
Konsultan pajak sangat dibutuhkan untuk mendampingi dan memberikan penjelasan mengenai informasi terbaru mengenai pajak. “Biasanya perusahaan besar sudah memakai jasa konsultan pajak profesional dan cukup membantu,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (3/9).
Ia mengatakan, kebijakan pemerintah yang tidak akan menaikkan tarif pajak tahun depan cukup baik, tetapi harus diimbangi dengan usaha yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi.
"Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan Ditjen Pajak terhadap wajib pajak yang sudah memenuhi syarat objektif tetapi belum mempunyai NPWP. Sedangkan intensifikasi adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek dan subjek pajak yang sudah terdaftar," papar Prianto.
Lebih transparan
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbhakun, mengingatkan pemerintah agar lebih transparan dan akuntabel dalam menggunakan uang negara. Menurutnya, protes yang terjadi di sejumlah daerah harus dijadikan evaluasi agar pengelolaan keuangan negara benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.
“Pemerintah perlu memperbaiki komunikasi publik dan memastikan setiap rupiah dari APBN digunakan secara efisien, transparan, dan tepat sasaran. Itu yang akan membuat masyarakat semakin percaya untuk taat membayar pajak,” tambahnya.
Di sisi lain, Misbakhun meminta masyarakat tetap patuh membayar pajak, meskipun belakangan muncul aksi protes besar-besaran di sejumlah daerah terkait penggunaan uang negara untuk pejabat maupun kebijakan pemerintah yang dinilai tidak tepat sasaran.
Menurut Misbhakun, seruan sebagian pihak untuk tidak membayar pajak adalah langkah yang keliru dan justru merugikan rakyat sendiri. “Pajak harus dibayar, dong. Itu kan kewajiban kita kepada negara,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Menurut Misbhakun, seruan sebagian pihak untuk tidak membayar pajak adalah langkah yang keliru dan justru merugikan rakyat sendiri.
Ia menekankan, penerimaan negara dari sektor perpajakan menjadi tulang punggung pembiayaan pembangunan. Data Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak per Juli 2025 mencapai Rp 1.195 triliun atau sekitar 58,3% dari target APBN 2025 sebesar Rp 2.050 triliun. Penerimaan tersebut menopang program prioritas nasional, mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga subsidi bagi masyarakat kecil.
“Kalau masyarakat ikut-ikutan tidak membayar pajak, yang dirugikan adalah rakyat juga. Karena dari pajak itulah kita bisa membiayai sekolah gratis, subsidi pupuk, layanan kesehatan, dan berbagai program sosial,” tegas Misbhakun.