Pengusaha Butuh Kepastian Soal Aturan Pengupahan

Dunia usaha mendukung penggunaan formula pengupahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 juncto PP 51/2023 tentang Pengupahan yang telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023. 

Pengusaha Butuh Kepastian Soal Aturan Pengupahan
Pekerja menyelesaikan produksi produk fesyen di Pabrik Tekstil Tectona di Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/10/2025). (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nz)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan komitmennya untuk mendukung penuh proses kebijakan pengupahan yang saat ini tengah berjalan dengan catatan penghitungan upah harus berdasarkan kondisi perekonomian dan riil dunia usaha di lapangan.

Rekomendasi dari Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) telah disampaikan kepada pemerintah, dan Apindo menantikan bagaimana rekomendasi tersebut akan dirumuskan dalam regulasi yang objektif dan sesuai dengan kondisi saat ini. Dalam proses ini, Apindo telah menyampaikan pandangan yang didasarkan pada data dan kondisi riil dunia usaha di lapangan. 

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengungkapkan, dunia usaha mendukung penggunaan formula pengupahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan yang telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023. 

Dalam kerangka tersebut, Apindo menekankan beberapa prinsip penting. Pertama, nilai alpha (α) harus dijaga agar tetap proporsional dan berbasis kondisi ekonomi, produktivitas daerah, serta tingkat Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 

Kedua, penetapan upah minimum sektoral harus dilakukan secara ketat dan hanya pada sektor yang memenuhi kriteria sebagaimana ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. Implementasi kebijakan ini harus berhati-hati agar tidak membebani sektor yang tidak siap dan tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan daya tahan usaha. 

Ketiga, seluruh elemen perhitungan dalam kebijakan pengupahan, termasuk penghitungan KHL, harus merujuk pada data objektif dan valid, seperti data Susenas BPS, untuk memastikan transparansi dan akurasi kebijakan. Dalam kerangka kebijakan penciptaan lapangan kerja, Apindo menegaskan bahwa kebijakan pengupahan memiliki pengaruh langsung terhadap keberlanjutan investasi dan perluasan kesempatan kerja.

“Formula UMP 2026 dan nilai alpha yang akan ditetapkan pemerintah harus mampu menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan industri. Kenaikan upah yang moderat, berbasis formula objektif dan selaras produktivitas menjadi kunci agar industri tetap bertahan, pekerja terlindungi, dan perekonomian terus tumbuh,” ujar dia dalam Konferensi Pers Apindo tentang Upah di Jakarta (25/11).

Formula Upah Berbasis Nilai Alpha yang Proporsional dan Berkeadilan 

Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Darwoto menegaskan, dunia usaha menegaskan pentingnya penerapan nilai α (alfa) secara bijaksana agar kebijakan upah minimum dapat selaras dengan kondisi ekonomi daerah, tingkat produktivitas, serta kapasitas usaha di masing-masing sektor. 

Kebijakan yang adaptif diperlukan agar keberlanjutan usaha dan serapan tenaga kerja tetap terjaga. Dalam konteks penetapan alfa, perlu dipahami bahwa alfa merupakan indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. 

Besaran alfa harus ditetapkan secara proporsional, karena pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada faktor tenaga kerja, tetapi juga pada faktor produksi lainnya seperti investasi/modal, teknologi, dan total factor productivity (TFP) yang mencerminkan efisiensi, inovasi, serta peningkatan kapasitas produksi. 

Dengan demikian, alfa tidak dapat diterapkan secara seragam di seluruh daerah. Selain itu, penghitungan besaran alfa di suatu wilayah idealnya mempertimbangkan kondisi rasio Upah Minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (UM/KHL), terutama apakah rasio tersebut berada di atas atau di bawah rata-rata nasional. 

“Pendekatan berbasis data ini akan menghasilkan kebijakan upah yang lebih objektif dan berkeadilan. Dunia usaha meyakini bahwa pemerintah akan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut secara arif dan bijaksana dalam menetapkan nilai alfa pada regulasi yang akan segera diterbitkan, sehingga dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.,” ujar dia.

Darwoto menambahkan, penetapan nilai α yang proporsional akan menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha, khususnya menciptakan stabilitas dan daya saing sektor industri serta sektor-sektor padat karya yang sensitif terhadap kenaikan biaya tenaga kerja. Selain itu, dunia usaha menegaskan pentingnya memasukkan indikator ekonomi dan produktivitas sebagai variabel utama dalam penentuan nilai α. 

Pendekatan ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang menekankan keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha. 

Tantangan Struktural Pasar Kerja 

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menegaskan pentingnya memahami tantangan struktural pasar kerja Indonesia dalam merumuskan kebijakan pengupahan ke depan. Ia menyebut bahwa produktivitas nasional dalam lima tahun terakhir hanya tumbuh 1,5–2%, sementara tekanan kenaikan upah minimum berada pada kisaran 6,5–10%. 

“Ketidaksinkronan ini menciptakan ketegangan struktural bagi dunia usaha, terutama sektor padat karya yang sangat sensitif terhadap kenaikan biaya tenaga kerja,” ujar Bob. 

Baca juga:

Ringkasan Eksekutif: Menyepakati Upah Layak
UMP 2026 terhalang putusan Mahkamah Konstitusi. Buruh minta kenaikan upah sesuai kehidupan layak.

Kondisi tersebut, lanjutnya, telah mendorong pelaku industri melakukan efisiensi berlebih, pengurangan tenaga kerja, penurunan kapasitas produksi, hingga relokasi ke wilayah atau negara yang lebih kompetitif. 

Bob juga menyoroti tekanan pasar tenaga kerja yang masih besar, yaitu sekitar 60% tenaga kerja Indonesia berada di sektor informal, gelombang PHK masih menjadi tantangan, dan 67% pengangguran pada 2024 adalah Gen-Z berusia 16–29 tahun.

Apindo menegaskan bahwa kesejahteraan pekerja tidak dapat bergantung pada upah minimum semata bahwa ekosistem pengupahan yang komprehensif harus menjadi landasan, sebagaimana diterapkan negara-negara dengan struktur pasar kerja yang kuat. Ia mendorong penguatan dialog bipartit di perusahaan agar penyesuaian upah mencerminkan kondisi riil usaha, serta optimalisasi dialog tripartit di tingkat nasional dan daerah untuk memastikan kebijakan pengupahan lebih konsisten, proporsional, dan responsif terhadap dinamika ekonomi. 

Pemerintah akan mengumumkan formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2026 dalam waktu dekat. 

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri memastikan bahwa formula perhitungan upah tahun ini masih sama dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 51 Tahun 2023 yang mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. 

Hanya yang membedakan,penetapan alfa akan diperluas sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi (MK)

Indah memastikan ketetapan alfa yang baru akan lebih tinggi dari ketetapan sebelumnya di PP No 51 Tahun 2023. Namun, Indah masih belum mau membocorkan berapa besaran alfa baru ini. 

“Ketetapan alfa ini akan mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang saat ini tengah di hitung di dewan pengupahan di daerah,” ujar dia di Jakarta (25/11)

Berbeda dengan aturan sebelumnya, alfa hanya memperhitungkan kontribusi ketenagakerjaan pada satu pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.