Peluang Tarik Wisatawan Mancanegara ke Indonesia Imbas Perang Thailand dan Kamboja

Perang antara Thailand dan Kamboja memberikan peluang bagi Indonesia untuk menarik wisatawan mancanegara (wisman) yang sebelumnya berencana berlibur ke negara itu agar mengalihkan perjalanannya ke Indonesia.

Peluang Tarik Wisatawan Mancanegara ke Indonesia Imbas Perang Thailand dan Kamboja
Sejumlah wisatawan menuruni tangga Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (26/7/2025). Manajemen PT Taman Wisata Candi Borobudur menargetkan sebanyak 1,7 juta wisatawan pada tahun 2025, meningkat dibanding target tahun sebelumnya yaitu 1,5 juta wisatawan. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/rwa.

Perang antara Thailand dan Kamboja memberikan peluang bagi Indonesia untuk menarik wisatawan mancanegara (wisman) yang sebelumnya berencana berlibur ke negara itu agar mengalihkan perjalanannya ke Indonesia.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Haryadi Sukamdani mengatakan, perang Thailand dengan Kamboja secara tidak langsung jadi peluang bagi industri pariwisata dalam negeri. Karena perang di dua negara tetangga itu, wisman pun berpotensi mengalihkan liburannya ke Indonesia.

“Indonesia ini kan tetangganya Thailand dan Kamboja. Kita bisa jadi opsi wisman untuk memindahkan area liburnya. Ini tentu peluang bagi kita,” ujar Haryadi dihubungi Senin (28/7/2025).

Ia menjelaskan, wisman yang berpotensi mengalihkan kunjungannya adalah turis negara penerbangan jauh (long haul flight) seperti turis dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Sebab, di negaranya, para wisman dari kawasan itu sedang libur panjang musim panas.

Biasanya, mereka cenderung berlibur untuk jarak jauh dengan tujuan mengunjungi kawasan tropis. Maka destinasi wisman itu antara lain pantai dan gunung.

Salah satu cara untuk mengalihkan kunjungan wisman adalah dengan menyiapkan rute penerbangan, misalkan rute Bangkok-Yogyakarta via transit di Kuala Lumpur. Dengan demikian, Indonesia bisa menikmati kedatangan wisman yang mengalihkan rutenya.

Potensi besar

Sejumlah pengamat, pada Senin (28/7), menilai Indonesia bisa mengambil peluang ekonomi di sektor pariwisata menyusul konflik yang terjadi di perbatasan Thailand dan Kamboja beberapa waktu lalu.

Pengamat pariwisata, Myra Gunawan, menyoroti tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam menarik wisatawan mancanegara, khususnya dari Eropa dan Amerika Serikat. Menurutnya, meskipun upaya mengalihkan pasar tersebut dari Thailand dan Kamboja dapat dianggap peluang, namun langkah ini penuh hambatan dan tantangan.


"Wisatawan mancanegara yang ke Thailand terutama adalah wisatawan dari Tiongkok, Malaysia, India, Korsel dan Rusia, sementara yang ke Cambodia adalah Tiongkok, Thai, Vietnam, US dan Korea. Jadi sebenarnya wisatawan AS dan Eropa, dari sisi jumlahnya, bukan wisatawan utama yang ke Thailand dan Kamboja," katanya kepada suar (28/7/2025).

Hal ini menunjukkan bahwa fokus utama kedua negara tetangga tersebut memang bukan pada pasar Barat.

Lebih lanjut, ia mengidentifikasi beberapa kendala yang harus diatasi Indonesia. "Posisi geografik Indonesia yang lebih jauh dari Eropa/AS," menjadi salah satu faktor.

Selain itu, "Indonesia banyak diberitakan dengan berbagai pengalaman buruk wisatawan," yang menurutnya "perlu untuk memperbaiki citra dan menunjukkan pilihan destinasi yang aman, nyaman dan reliable." Ia juga secara tegas mengingatkan bahwa Indonesia tidak seharusnya mengandalkan "sex tourism" yang menjadi salah satu daya tarik Thailand bagi wisatawan Barat.

Myra Gunawan menambahkan bahwa sektor swasta di Indonesia harus siap bersaing dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Vietnam. Sayangnya, citra pariwisata Indonesia saat ini sedang menghadapi persoalan, khususnya dengan berita-berita tentang kecelakaan wisatawan dan perilaku beberapa turis di Bali yang dianggap mengganggu suasana dan citra destinasi berkualitas.

Melihat kondisi ini, Myra menyarankan agar Indonesia lebih realistis dengan mengarahkan perhatian pada pasar yang sudah menjadi segmen utama, yaitu Tiongkok, India, Malaysia, Korea Selatan, dan Vietnam. Menurutnya, pasar-pasar ini bisa dialihkan ke Indonesia dengan menggerakkan destinasi lain di luar Bali. Ia mencontohkan potensi Danau Toba di Sumatera Utara, Tanah Minang di Sumatera Barat, Borobudur, Jawa Barat, serta Manado atau Lombok dengan Gili-gili dan pantai selatan Mandalika.

Namun, ia mengingatkan bahwa wisatawan dari negara-negara tersebut memiliki banyak pilihan destinasi di daratan Asia atau bahkan Jepang dan Malaysia sebelum memilih Indonesia. Oleh karena itu, Myra Gunawan menegaskan, "untuk dapat menariknya, Indonesia perlu kerja keras untuk meningkatkan daya saingnya!" Ini berarti perbaikan infrastruktur, peningkatan kualitas layanan, serta promosi yang lebih gencar dan terarah menjadi kunci utama bagi kebangkitan pariwisata Indonesia.

Wisatawan melintasi kubangan air menggunakan mobil jip saat mengunjungi Desa Wisata Sumberurip, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (23/7/2025). Desa di kaki Gunung Semeru yang memiliki sejumlah potensi wisata dengan perpaduan pemandangan alam dan gunung tersebut dimanfaatkan oleh warga setempat untuk memberikan paket perjalanan wisata seperti jelajah desa dan susur aliran sungai menggunakan jip, lokasi berkemah, agrowisata juga sajian hidangan kuliner khas setempat. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya/nz

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan, wisatawan asing yang berkunjung ke Thailand tercatat 35 juta orang per tahun, sementara Kamboja 6,2 juta per tahun.

“Indonesia bisa ambil peluang itu. Potensinya 15% dari total inbound wisman dua negara itu sudah sangat besar dan bagus sekali,” kata dia kepada SUAR.

Beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk memanfaatkan momen ini. Antara lain, pertama, dengan melakukan promosi dan insentif di sektor pariwisata.

“Dibutuhkan promosi pariwisata menargetkan negara yang inbound pariwisata ke Thailand dan Kamboja-nya besar, misal China, Malaysia,  Korea Selatan, dan Eropa. Jadi jangan promosi umum, tapi segmented dan targeted,” kata dia.

Kedua, butuh penguatan infrastruktur pariwisata untuk memfasilitasi fenomena digital nomad. Salah satunya adalah dengan koneksi internet yang masih buruk untuk perjalanan domestik via kereta, dan laut. Kalau mau bersaing dengan Thailand ya, infrastruktur adalah sebuah hal yang wajib.

Ketiga, kesiapan SDM pariwisata dari sisi sekolah vokasi bisa berbahasa Inggris, Mandarin dengan baik, dan pelayanan prima. Ini semua harus cepat karena jadi momentum, kita tidak tahu kapan perang berakhir,” kata dia.

Wisatawan belajar menerbangkan layang-layang untuk bermain kiteboarding di Kuta Beach Park The Mandalika, Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Senin (30/6/2025). Guna memperkuat daya tarik kawasan dan meningkatkan kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara ke Mandalika, pihak ITDC menghadirkan atraksi wisata olahraga air atau watersport seperti stand-up paddle boarding, surfing, kiteboarding, hingga windwing yang bisa dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung ke pantai Mandalika.ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/bar

Memanasnya situasi militer di perbatasan antara Thailand dan Kamboja mulai memberikan pengaruh nyata terhadap sektor pariwisata, terutama di kawasan timur laut.

Ketegangan ini berakar dari konflik wilayah yang belum terselesaikan, khususnya di sekitar kawasan situs budaya dunia seperti Kuil Preah Vihear serta sejumlah kompleks candi kuno lainnya, termasuk Ta Krabei dan Ta Muen Thom.

Candi-candi tersebut awalnya dibangun sebagai tempat suci berabad-abad silam. Namun, setelah berakhirnya kekuasaan kolonial Inggris, garis perbatasan antara kedua negara menjadi tidak jelas, sehingga memicu perdebatan hingga kini.

Akibat situasi tersebut, kawasan kuil dan area di sekelilingnya kini berada dalam zona abu-abu secara hukum dan geopolitik.

Perbedaan penafsiran mengenai status wilayah ini telah memicu perselisihan yang berkepanjangan dan bahkan berubah menjadi bentrokan bersenjata.

Menanggapi eskalasi konflik, sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan Hong Kong mulai mengeluarkan imbauan perjalanan (travel warning) bagi warganya yang berencana mengunjungi Thailand atau Kamboja.

Langkah ini membawa dampak nyata bagi industri pariwisata, terutama di kawasan timur laut, dengan potensi kerugian besar akibat penurunan kunjungan dari pelancong lokal maupun internasional.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, ada peluang dari peperangan tersebut. Apalagi kalau misalnya konflik di sana terjadi terus-menerus. Tapi kalau misalnya sebentar, biasanya nanti wisatawan akan tetap kembali.

Salah satu cara menarik wisman adalah dengan meyakinkan Indonesia sebagai daerah yang stabil, aman dari konflik, dan aman dari situasi perang.

Ia mengatakan, salah satu cara menarik wisman adalah dengan meyakinkan Indonesia sebagai daerah yang stabil, aman dari konflik, dan aman dari situasi perang.

Selain itu, Indonesia harus menggencarkan promosi destinasi wisata yang mirip dengan destinasi di Thailand, terutama daerah-daerah yang katakanlah menawarkan keindahan alam seperti pegunungan dan pantai.