Indonesia Bidik Afrika sebagai Pasar Baru Tujuan Ekspor

Negara-negara Afrika punya pertumbuhan ekonomi yang stabil dan gemar menerima produk impor dari luar negeri. Pasar Afrika sama besarnya dengan Tiongkok yakni 1,3 miliar penduduk mewakili 16 persen populasi dunia.

Demi mengakali potensi lesunya ekspor pasca-pemberlakuan tarif resiprokal ekspor ke Amerika Serikat (AS), para eksportir Indonesia perlu mencari destinasi pasar yang baru. Salah satu pasar potensial yang tengah dijajaki pemerintah adalah perdagangan ke Afrika.

Negara-negara di Benua Hitam ini punya pertumbuhan ekonomi yang stabil dan gemar menerima produk impor dari luar negeri. Pasar Afrika sama besarnya dengan Tiongkok. Populasi Afrika diperkirakan mencapai 1,3 miliar penduduk – mewakili 16% populasi dunia.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, selama ini, Indonesia hanya berpatokan pada pasar Amerika dan Eropa. Padahal, banyak negara di Afrika yang pertumbuhan ekonominya stabil dan menerima produk impor dari luar negeri. Beberapa negara potensial yang akan menjadi incaran adalah Afrika Selatan, Kenya, Maroko dan Mesir.

Setelah berhasil melakukan perundingan perdagangan dengan Peru, pemerintah siap melakukan perundingan dengan negara-negara di Afrika. Adapun negara yang sudah menyatakan minatnya untuk melakukan perundingan bilateral dengan Indonesia adalah Afrika Selatan.

“Kita sudah mulai melakukan perundingan dengan langkah awal mempelajari profil negaranya,” ujar dia ketika ditemui dalam acara “Jakarta Muslim Fashion Week 2026” di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

Menariknya, pasar Afrika juga terus berkembang. Menurut perkiraan PBB, populasi Afrika dapat mencapai 2,49 miliar pada tahun 2050 atau sekitar 26% dari total penduduk dunia. Lalu, tumbuh menjadi 4,28 miliar pada 2100 atau sekitar 39% dari total penduduk dunia. Artinya, Indonesia memiliki potensi strategis untuk menguatkan hubungan diplomatik, menjalin kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi dengan negara-negara Afrika.

Mengutip data Kementerian Perdagangan, negara tujuan ekspor terbesar Indonesia ke Afrika adalah Mesir. Pada Januari–Juni 2025, total ekspor Indonesia non migas ke Mesir mencapai USD 967,8 juta (Rp 15,66 triliun). Angka itu hanya setara dengan 0,75% dari porsi ekspor nasional.

Indonesia rampungkan tiga perjanjian dagang

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, Indonesia telah menyelesaikan tiga perjanjian dagang. Yakni, dengan Kanada, Eurasia, dan Tunisia.

Perjanjian Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), Indonesia–Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I–EAEU FTA), dan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) sudah selesai, namun belum ditandatangani.

Tunisia punya peran penting. Negara ini memiliki kelebihan sebagai pembuka akses pasar untuk kawasan Afrika Utara, seperti Maroko, Libya, dan Mesir.

Djatmiko mengatakan, Indonesia juga sedang menyelesaikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) Indonesia Uni Eropa. Ia berharap dalam waktu beberapa minggu ke depan dapat diselesaikan.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menyebut pasar Afrika cukup seksi dan berkembang pesat. Tak heran, pihaknya sedang menjajaki potensi pasar di kawasan Afrika.

Saat ini, negara tujuan ekspor terbesar CPO Indonesia masih dipegang India dan Tiongkok. Selama kondisi ekonomi global stabil, maka India dan Tiongkok tetap menjadi primadona. Namun sebaliknya, jika kondisi ekonomi global berdampak pada India dan Tiongkok, maka Gapki siap mengalihkan pasar ekspor CPO ke Afrika.

“Kita masih terus memantau perkembangan kondisi ekonomi dunia, tetapi Afrika masuk ke dalam radar,” ujar Eddy kepada SUAR (17/8).

Kinerja ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia sendiri turun 3,08% sepanjang Januari-April 2025. Berdasarkan data Gapki, hingga April 2025, total ekspor CPO turun dari 9,715 juta ton pada periode yang sama tahun lalu menjadi 9,416 juta ton tahun ini.

Penurunan tertinggi tercatat untuk pasar India yang anjlok 1,055 juta ton atau setara 68%, diikuti Uni Eropa turun 818.000 ton (-62%), China turun 746.000 ton (-62%), dan Pakistan 385.000 ton (-42%).

Alternatif pasar 

Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai, pasar Afrika memiliki potensi yang sangat besar sebagai tujuan ekspor alternatif Indonesia, khususnya untuk pasar ekspor perdana produk manufaktur nasional, sebelum merambah ke pasar-pasar ekspor tradisional seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, atau Tiongkok.

Meskipun daya beli pasar Afrika masih jauh di bawah pasar ekspor tradisional, Afrika sangat menjanjikan jika dilihat dari segi pertumbuhan ukuran pasar, kompetisi dagang, dan hambatan (barrier) perdagangan.