Ekonomi Digital Adalah Ekonomi Masa Depan

Fokus pada industri masa depan merupakan kunci yang terbukti membawa Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan menjadi negara maju pada awal 1990-an. Ekonomi digital adalah ekonomi masa depan.

Ekonomi Digital Adalah Ekonomi Masa Depan
Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk, dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Nugroho Sulistyo Budi membuka "Deklarasi Arah Indonesia Digital" di Jakarta, Rabu (10/12/2025). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

Menjanjikan peluang dan nilai pasar hingga USD340 miliar pada 2030, ekonomi digital bisa diarahkan menjadi wajah perekonomian Indonesia di masa depan. Mengetahui besarnya potensi ekonomi digital di masa mendatang, Indonesia bisa mengantisipasi dan terus mendorong kemajuan ekonomi digital.

CEO Asian Development Bank Institute Bambang Brodjonegoro menilai, fokus pada industri masa depan merupakan kunci yang terbukti membawa Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan menjadi negara maju pada awal 1990-an.

Karena itulah, Bambang menegaskan, Indonesia perlu lebih fokus memacu ekonomi hijau dan ekonomi digital sebagai dua ceruk masa depan yang menjanjikan. Besarnya jumlah penduduk dan komposisi penduduk usia muda yang adaptif menjadi jaminan kecukupan permintaan dan pasar yang ditaksir bernilai USD 340 miliar pada 2030.

"Karena kita sudah tahu pemain global pasti masuk, pola ekonomi digital kita yang konsumsi perlu bergerak ke aktivitas bernilai tambah. Kita harus berpikir agar tidak sekadar menjadi pemakai, tetapi masuk ke rantai pasok manufaktur berbasis data, agro-tech, health-tech, gov-tech yang mengangkat produksi nasional," ujar Bambang dalam acara "Deklarasi Arah Indonesia Digital" di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Karena Indonesia tidak dapat mengejar kapasitas produksi hardware seperti semikonduktor dan baterai secara kompetitif dalam waktu dekat, pengembangan software menjadi kunci untuk meningkatkan aktivitas nilai tambah tersebut. Dengan fokus pada pengembangan software itu, pemerintah perlu mendorong lebih banyak startup yang berani masuk ke pasar dan berusaha mendapatkan customer.

"Startup kita perlu diarahkan untuk lebih spesifik dan menjawab kebutuhan konsumsi Indonesia dan mendukung entrepreneurship yang tidak banyak dilirik pemain global, misalnya mendekatkan nelayan/petani dengan wholesaler dan retailer, yang memperpendek rantai pasok dan meningkatkan efisiensi logistik," jelasnya.

Syarat pengembangan produk yang inovatif tersebut, menurut Bambang, tidak lepas dari prioritas penelitian dan pengembangan (R&D) yang perlu dipacu. Dengan kata lain, PDB Indonesia yang besar karena ditopang sumber daya alam tidak akan bertahan lama, kecuali jika pendanaan R&D untuk pengembangan teknologi dan SDM mendapatkan porsi lebih dari 0,3% PDB seperti saat ini.

"Dari 10 perusahaan startup di Asia Tenggara, hanya 1 dari Indonesia, yaitu Gojek. Padahal, product development datang dari inovasi, dan inovasi berakar dari R&D. Belakangan, kita juga lihat Vietnam masuk dengan startup Vinfast, penyedia jasa taksi mobil listrik yang semakin banyak kita lihat di Jakarta," ucap Bambang.

Indonesia dapat belajar dari cara Jepang yang menjadikan Tsukuba University sebagai pusat R&D untuk pendidikan teknologi, data science, dan AI. Jepang berhasil mengubah wilayah suburban menjadi produsen inovasi teknologi global dengan mempertemukan pemerintah, dunia usaha, dan akademisi.

"Manfaatkan Science Techno Park (STP) yang ada di beberapa PTN. STP saat ini sudah ada, tetapi masih kosong pemakainya, padahal itulah tempat terbaik, seperti STP UI di Depok dan STP ITB di dekat Tegalluar. Pertemuan pemerintah, dunia usaha, dan akademisi di sana harus jadi cikal-bakal percepatan competitiveness ekonomi digital di Indonesia," tandas Bambang.

Arah pengembangan

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mendeklarasikan "Arah Indonesia Digital" dan menetapkan rencana strategis 2025-2029 yang berporoskan prinsip Terhubung, Tumbuh, dan Terjaga. Pemberdayaan ekosistem digital, termasuk ekonomi digital yang menyimpan potensi USD340 miliar pada 2030, akan lebih terpadu lewat aktivitas bernilai tambah dan sinergi pemerintah, dunia usaha, dan universitas.

Baca juga:

Mengantisipasi Peluang Besar dari Ekonomi Digital ASEAN
Ada 9 aspek yang akan diintegrasikan dalam aspek ekonomi digital kawasan ASEAN antara lain seperti pembayaran elektronik hingga kerjasama kecerdasan buatan.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengatakan, tiga pilar Terhubung, Tumbuh, dan Terjaga akan menjadi panduan Komdigi dalam menavigasi kebijakan transformasi digital sebagai agenda nasional. Saat ini, dengan Indeks Transformasi Digital yang naik dari 52,45 pada 2023 menjadi 54,29 pada 2024, pilar jaringan infrastruktur mengalami pertumbuhan paling baik, tetapi pemanfaatan relatif belum maksimal sesuai kapasitas.

Pada pilar Terhubung, Komdigi mendorong implementasi konektivitas digital yang inklusif dan terjangkau, khususnya di 2.500 desa yang belum terjamah internet di pelosok Indonesia serta lelang frekuensi 1,4 GHz untuk memperluas akses internet cepat. Sementara itu, pada pilar Tumbuh, Komdigi bertindak sebagai orkestrator ekosistem digital terpadu, termasuk lewat penyusunan Etika AI dan Peta Jalan AI.

"Komdigi sudah 90% selesai menyusun Peta Jalan AI dan AI Ethics. Mudah-mudahan dua Perpres ini bisa ditandatangani Presiden segera di awal tahun 2026. Peta jalan ini bersifat luas, jadi tidak mengatur perkembangan secara sektoral," ujar Meutya

Sementara itu, pada pilar Terjaga, Komdigi berkomitmen untuk bekerja lebih keras dan erat dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengatasi kejahatan di ranah digital, mulai dari judi online, penipuan, kejahatan terhadap anak, peretasan, hingga kebocoran data.

"Kami berupaya terus menyediakan fondasi infrastruktur tata kelola kebijakan digital, tetapi kami tidak ingin berjalan sendiri. Melalui Deklarasi ini, kami akan bergerak bersama agar semakin terhubung untuk bersatu, tumbuh untuk maju, dan terjaga untuk berdaulat," pungkas Meutya

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menulis pesan dalam peluncuran "Deklarasi Arah Indonesia Digital" di Jakarta, Rabu (10/12/2025). Foto: SUAR/Chris Wibisana

Mempertegas penjelasan Meutya, Sekretaris Jenderal Komdigi Ismail menjelaskan, dengan target rata-rata kecepatan internet nasional mencapai 100 Mbps pada 2029, pemerintah menargetkan sektor informasi dan komunikasi berkontribusi 4,4% terhadap PDB, peningkatan Indeks Masyarakat Digital Indonesia dari 44,34 menjadi 53,23, dan jumlah tenaga kerja di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mencapai 5,21% angkatan kerja seccara kumulatif.

"Kami tidak akan menjadi orkestrator yang baik tanpa mengenal betul kebutuhan aktor ekonomi digital. Regulatory cost harus lebih rasional, kemudahan berusaha, perluasan investasi, serta kepastian hukum yang terjamin, dan sandbox policy yang ramah teknologi. Pendekatan kami adaptif dan mendorong pemanfaatan digital yang inklusif, bermakna, dan aman, bukan membatasi dan melarang-larang," ujar Ismail.

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid (kelima dari kiri) menekan panel interaktif sebagai tanda diluncurkannya Deklarasi Arah Indonesia Digital. Foto: SUAR/Chris Wibisana

Infrastruktur butuh insentif

Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia Dian Siswarini menyambut baik tiga prinsip dalam rencana strategis Komdigi. Mewakili para pelaku industri, Dian menegaskan konektivitas bukan hanya persoalan infrastruktur yang stabil, merata, dan aman, melainkan juga kapasitasnya sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi digital.

Dian memaparkan, dengan tingkat penetrasi internet nasional yang sudah mencapai 80,66% atau 229,43 dari total penduduk Indonesia, cakupan jaringan internet 5G baru mencapai 26% dan terpusat di kota-kota besar. Akibatnya, kualitas jaringan menjadi tidak konsisten karena kapasitas dan utilisasi tidak seimbang, menyebabkan tingkat penetrasi tinggi tidak mencerminkan pemakaian internet yang merata.

"Investasi internet masih sangat dibutuhkan karena ekosistem 5G belum optimal. Masih ada kesenjangan digital kota besar dan daerah 3T. Bukan hanya infrastruktur, tetapi juga literasi digitalnya. Kami akan fokus ke sini, karena kalau membangun infrastruktur saja tanpa literasi, pemakaian tidak akan optimal," ujar Dian.

Sejumlah rekomendasi pelaku industri telekomunikasi untuk penguatan pilar Terhubung. Pertama, infrastruktur perlu memperkuat interkoneksi data center dan cloud-ready infrastructure, mengakselerasi 5G SA dan edge computing. Kedua, membuat jangkauan dan inklusi yang lebih merata dengan insentif khusus. Ketiga, integrasi layanan cloud, smart city, dan layanan publik digital lain.

"Peran pemerintah dibutuhkan untuk pelindungan dan keamanan data. Kami juga mengharapkan kebijakan mitigasi dampak negatif agar manfaatnya lebih besar. Selain itu, pemerintah perlu menetapkan regulasi yang fair agar pemain platform global dikenai aturan sama dengan yang dikenakan terhadap pelaku industri nasional," ucap Dian.

Baca juga:

Memerangi Kejahatan Digital, Perbankan Perketat Mitigasi dan Kolaborasi
Perbankan di Indonesia memperkuat strategi pencegahan kejahatan finansial digital dengan fokus pada edukasi, teknologi canggih, dan kolaborasi lintas lembaga.

Melengkapi pandangan Dian, Presiden Direktur Microsoft Indonesia Dharma Simorangkir mengetengahkan pentingnya pemetaan lanskap ancaman sebagai sisi lain dari digitalisasi yang serba menghubungkan. Secara prinsip, Dharma mengingatkan, sumber ancaman berkembang secara simultan dengan pengembangan pertahanan siber.

"Dari data Microsoft, 52% dari serangan digital memiliki motif finansial di belakangnya. Kami melihat fenomena cybercrime economy. Kejahatan siber menjadi ekosistem dengan spesialisasi access broker, ransomware operators, dan ekstorsi data. Ada insentif finansial ketika celah ini dieksploitasi oleh cyber mercenaries," jelas Dharma.

Guna mengatasi ancaman tersebut, keamanan siber perlu didesain dengan menggabungkan tiga konsep utama: security by design sebagai fondasi keamanan yang dibuat sebelum aplikasi dirancang; security by default yang memastikan autentikasi dan kata sandi dirancang sebagai keharusan, bukan pilihan; dan secure operations dalam memonitor ancaman.

"Tanpa investasi yang cukup, cyber risk punya dampak yang sama dengan financial risk dan legal risk. Karena itu, dari 220.000 karyawan Microsoft di seluruh dunia, 34.000 atau 16% di antaranya adalah cyber engineers yang berfokus menjaga keamanan pengguna," pungkas Dharma.

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional

Baca selengkapnya