Indonesia terus menambah daftar perjanjian dagangnya dengan negara di dunia. Kali ini, yang akan rampung adalah perjanjian dagang dengan negara-negara Teluk yang berjuluk Indonesia-Gulf Cooperation Council Free Trade Agreement (I-GCC FTA).
I-GCC FTA ditargetkan tuntas akhir 2025, karena saat ini proses perundingan sudah memasuki putaran ketiga. Perjanjian ini terbilang penting karena menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk memperkuat diversifikasi pasar ekspor.
Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, I-GCC FTA ini harus dikawal sampai akhir, jangan sampai sebatas wacana karena perjanjian dagang ini sangat menjanjikan.
Enam negara anggota dewan kerjasama teluk (GCC) adalah Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Oman. Dengan adanya I-GCC FTA, Indonesia mempunyai alternatif pasar ekspor, tidak hanya bergantung pada Cina dan Amerika Serikat.
“Negara-negara Teluk sangat kaya dan bisa menguntungkan Indonesia. Kesempatan ini tidak bisa datang dua kali, jadi perjanjian dagang ini harus segera rampung,” ujar Esther kepada SUAR di Jakarta (9/9/2025).
"Kesempatan ini tidak bisa datang dua kali, jadi perjanjian dagang ini harus segera rampung,” ujar Esther.
Produk Indonesia yang bisa diekspor ke negara-negara Arab ini adalah produk pertanian, seperti beras ke Arab Saudi. Maklum, banyak sekali jemaah Indonesia yang pergi ke Tanah Suci untuk menjalani ibadah umrah. Sehingga, produk beras dari Tanah Air pasti akan menjadi primadona dan laris manis.
Sementara itu, komoditas impor utama Indonesia dari GCC di antaranya minyak petroleum mentah, minyak petroleum selain mentah, gas petroleum, produk besi setengah jadi, dan berbagai jenis belerang.
Mendorong tercapainya titik tengah
Sebagai catatan, perundingan Indonesia-GCC FTA resmi diluncurkan pada 31 Juli 2024. Ini menjadi perundingan perdagangan ketiga Indonesia dengan mitra di kawasan Timur Tengah, setelah Indonesia-UAE CEPA dan Indonesia-Iran PTA.
Saat ini, Indonesia dan Dewan Kerjasama Teluk alias Gulf Cooperation Council (GCC) telah menyelesaikan putaran ketiga perundingan perjanjian perdagangan bebas – Indonesia-GCC Free Trade Agreement (I-GCC FTA) – yang berlangsung secara hibrida pada 1 September–5 September 2025.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono, menyampaikan bahwa perundingan I-GCC FTA ditargetkan tuntas secara substantif pada akhir 2025.
Putaran ketiga perundingan merupakan salah satu langkah mempercepat penyelesaian perundingan. “Kami mendorong tercapainya titik tengah dan fleksibilitas dari kedua belah pihak, khususnya pada isu-isu pokok yang menjadi kepentingan bersama,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima SUAR (7/9).
“Kami mendorong tercapainya titik tengah dan fleksibilitas dari kedua belah pihak, khususnya pada isu-isu pokok yang menjadi kepentingan bersama,” ujar Djatmiko Bris Witjaksono.
Perundingan ketiga ini membahas sejumlah isu utama, seperti perdagangan barang, jasa, investasi, dan ketentuan asal barang. Selain itu, dibahas juga kerjasama ekonomi, penguatan usaha kecil dan menengah (UKM), hingga ekonomi Islam (halal).
Djatmiko menegaskan, keberhasilan FTA ini diharapkan mampu memperkuat akses produk Indonesia ke kawasan Timur Tengah, Afrika, hingga Eropa.
Dia menjelaskan bahwa putaran ketiga menghasilkan kemajuan signifikan. Indonesia dan GCC berhasil mencapai kesepakatan pada isu movement of natural person (MNP) serta mendorong penyelesaian teks runding. “Untuk mempercepat penyelesaian negosiasi, akan dilakukan pertemuan intersesi sebelum putaran keempat,” ujarnya.

Berdasarkan proyeksi, kerjasama perdagangan bebas ini dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi Indonesia hingga US$ 258,40 juta serta mendongkrak ekspor ke kawasan Teluk sebesar 17,4%.
Produk yang diproyeksikan tumbuh signifikan antara lain elektronik (33,86%), kulit (29,3%), logam (28%), manufaktur (27,7%), dan tekstil (30,7%).
Pada Periode Januari–Juni 2025, total perdagangan Indonesia-GCC tercatat sebesar US$ 7,9 miliar. Perinciannya, ekspor Indonesia ke GCC tercatat US$ 7 miliar dan impor dari GCC tercatat US$ 8,5 miliar.
Eksportir mendukung 100%
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, Gapki mendukung 100% langkah pemerintah untuk mempercepat perjanjian dagang I-GCC FTA karena bisa meningkatkan ekspor CPO.
Produk CPO Indonesia sudah diminati di Arab Saudi. Maka, dengan adanya perjanjian I-GCC FTA, ada kesempatan negara lain – seperti Oman dan Kuwait – menikmati produk CPO Indonesia pula.
“Saya mendukung apa pun kebijakan pemerintah asalkan baik dan menguntungkan dunia usaha,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (9/9).
Pasar terbesar ekspor CPO Indonesia masih didominasi oleh India dan Tiongkok. Negara-negara Teluk bisa menjadi pasar tujuan ekspor yang harus dimanfaatkan dan dioptimalkan.