Ringkasan Eksekutif Roundtable Decision: Kemandirian Fiskal Kota Pemicu Pertumbuhan

Ringkasan Eksekutif Roundtable Decision: Kemandirian Fiskal Kota Pemicu Pertumbuhan

Di antara komponen fiskal lainnya, pendapatan asli daerah (PAD) adalah satu-satunya instrumen yang berada sepenuhnya di bawah kendali dan inisiatif pemerintah kota. PAD adalah nadi dari otonomi kota, menjadi sumber energi yang memungkinkan pemerintah kota menata kebijakan, membiayai layanan, dan menggerakkan ekonomi lokal sesuai dengan karakter wilayah dan kebutuhan warganya.

Tanpa PAD yang cukup, otonomi hanya menjadi konsep administratif, bukan kemandirian nyata.

Pasca-pandemi, kota-kota mulai berjuang. Mereka mulai melihat aset publik sebagai sumber nilai ekonomi baru, dan terus berjuang membangun kemandirian fiskal.

Meskipun semangat inisiatif tinggi, kemandirian fiskal kota juga masih menghadapi tantangan besar:

  • Ketimpangan
    Tidak semua kota memiliki peluang fiskal yang sama. Kota besar dengan ekonomi mapan mampu mengumpulkan PAD tinggi, sementara kota kecil sering bergantung pada transfer pusat, menciptakan kesenjangan dalam kualitas layanan.
  • Stagnasi
    Banyak kota terjebak dalam pola pendapatan yang tidak berkembang, di mana potensi dari aset daerah, kerjasama ekonomi, atau inovasi pembiayaan belum digarap maksimal. Kekayaan daerah justru menjadi beban pemeliharaan, bukan sumber penerimaan.
  • Konsistensi kebijakan
    Sebagian besar kota masih sangat bergantung pada transfer pusat. Ketergantungan ini membuat fiskal kota rapuh terhadap kebijakan nasional yang sering berubah. Apalagi perubahan kebijakan dari pusat sering sepihak, lahir tanpa koordinasi dengan daerah yang beragam.

Baca ulasannya di sini.

Meski demikian, pemerintah kota tidak tinggal diam. Langkah awal yang dilakukan adalah memperkuat tata kelola PAD: memastikan setiap aset publik terdata, memiliki legalitas, dan nilai ekonomi yang jelas.

Digitalisasi sistem keuangan daerah—mulai dari pajak, retribusi, hingga pengelolaan aset—akan membantu kota memantau kinerja pendapatannya secara real time dan transparan.

Selain itu, pemanfaatan aset daerah melalui skema penyewaan atau kerjasama, baik itu kerjasama pemanfaatan (KSP) maupun bangun guna serah (BGS), dapat mengubah aset menganggur menjadi sumber pendapatan baru.

Penguatan kelembagaan melalui pelatihan SDM di bidang valuasi aset dan pembentukan tim lintas dinas menjadi kunci.

Akhirnya, kemandirian fiskal tidak lahir dari pungutan semata, tetapi dari kepercayaan dan kolaborasi yang menghasilkan layanan publik nyata.

Baca ulasannya di sini.

Penerimaan daerah dari pengelolaan aset daerah kini menjadi salah satu pilar penting menuju kemandirian fiskal.

Melalui kategori "lain-lain pendapatan asli daerah yang sah", aset publik tidak lagi dipandang sekadar inventaris administrasi, melainkan sumber nilai ekonomi yang sah, terukur, dan berkelanjutan.

Baca keseluruhan liputan diskusi Roundtable Decision: Kemandirian Fiskal Kota Pemicu Pertumbuhan disini