Ringkasan Eksekutif: Mencari Jalan Properti Berkembang

Ringkasan Eksekutif: Mencari Jalan Properti Berkembang
Foto udara deretan unit rumah subsidi di Kelurahan Watulondo, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (8/11/2025). Foto: Antara/Andry Denisah.

Sektor properti menghadapi tekanan akibat penurunan daya beli masyarakat, namun tetap bertahan melalui strategi diversifikasi, insentif, dan inovasi pembiayaan.

Pemerintah sebetulnya sudah banyak memberikan insentif. Tapi, masih ada beberapa aturan yang dianggap kontra produktif terhadap kinerja sektor ini.

Beberapa persoalan yang dianggap kurang pas itu di antaranya soal penerapan kebijakan lahan sawah dilindungi (LSD) dan lahan baku sawah (LBS). Prasarana dan sarana umum, yang wajib dialih kelola ke pemerintah daerah, namun faktanya malah sering terbengkalai.

Baca ulasan tentang permasalahan tersebut di sini.

Selain itu, problem terbesar industri properti ada beberapa hal, seperti:

  • Penurunan pembelian rumah via KPR. Terjadi penurunan sebesar 1,86% pada awal 2025 dibandingkan dengan periode sebelumnya, meskipun KPR masih mendominasi 72,54% transaksi properti.
  • Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 6,25%, berdampak langsung pada bunga KPR dan menekan kemampuan beli masyarakat.
  • Harga tanah yang terus terkerek naik dan ketidakpastian insentif. Dampaknya, biaya lahan terus naik. Ketidakjelasan insentif pajak memperberat beban pengembang.

Berikut ringkasan upaya sektor properti Indonesia dalam menghadapi tantangan penurunan daya beli masyarakat pada 2025:

  • Diversifikasi produk: Pengembang mulai menawarkan hunian dengan harga lebih terjangkau, seperti rumah subsidi dan apartemen kecil, untuk menjangkau segmen menengah ke bawah.
  • Inovasi pembiayaan: Skema cicilan bertahap langsung ke pengembang (in-house), DP ringan, dan tenor panjang menjadi alternatif untuk menarik konsumen yang kesulitan mengakses KPR konvensional.
  • Digitalisasi pemasaran: Pemanfaatan platform digital dan pameran virtual untuk menjangkau pasar lebih luas dengan biaya lebih efisien.
  • Optimisme jangka panjang: Meski tantangan besar, pelaku industri tetap percaya bahwa harga properti akan naik dalam jangka panjang, mendorong mereka untuk tetap aktif mengembangkan proyek baru.

Pemerintah dan sektor swasta perlu bersinergi dalam menciptakan insentif fiskal dan regulasi yang mendukung daya beli, seperti subsidi bunga KPR atau pembebasan PPN untuk rumah pertama.

Perluasan akses terhadap pembiayaan syariah dan koperasi perumahan bisa menjadi alternatif inklusif di tengah tekanan ekonomi.

Lalu apa solusi yang sudah ditawarkan, simak ulasannya di sini juga di sini.