Perpanjangan Insentif Keringanan Pajak Jadi Dorongan Baru bagi Sektor Properti

Dengan adanya insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 100% untuk pembelian rumah tapak dan apartemen, harga rumah bisa lebih terjangkau sehingga bisa memberi rangsangan penjualan bagi konsumen.

Perpanjangan Insentif Keringanan Pajak Jadi Dorongan Baru bagi Sektor Properti
Warga mengendarai sepeda motor melintas di kompleks perumahan kawasan pesisir Desa Alue Naga, Banda Aceh, Aceh, Kamis (16/10/2025). (Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa/bar)

Pemerintah resmi memperpanjang kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 100% untuk pembelian rumah tapak dan apartemen hingga Desember 2027. Semula, insentif ini hanya berlaku sampai akhir 2026. Langkah itu diambil pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong sektor properti yang dianggap memiliki efek berganda besar terhadap perekonomian.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan insentif diberikan untuk rumah seharga maksimal Rp5 miliar, dengan pembebasan PPN untuk Rp2 miliar pertama. Pemerintah menilai, perpanjangan ini akan menstimulasi pembelian rumah baru.

Kebijakan itu diperkirakan memberi manfaat bagi sekitar 40 ribu unit rumah per tahun. Pemerintah juga menyiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru untuk mempertegas aturan ini. Dengan kepastian hingga 2027, pemerintah berharap sektor properti kembali bergairah dan menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan perpanjangan PPN DTP hingga 2027 merupakan bagian dari paket dukungan fiskal yang lebih luas untuk sektor perumahan. Pemerintah menargetkan pembangunan 40 ribu unit rumah per tahun di bawah skema ini dan segera menerbitkan PMK sebagai dasar hukumnya. Febrio mengatakan kepastian kebijakan ini penting agar pelaku usaha dapat merencanakan pembangunan dengan lebih cepat dan terukur.

Selain insentif pajak, dukungan APBN 2026 juga akan menyasar program perumahan rakyat. Pemerintah tetap melanjutkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sebanyak 40 ribu unit dan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk 350 ribu unit rumah tahun ini. Tahun depan, Febrio mengatakan target kedua program itu meningkat menjadi total 770 ribu unit rumah.

Kelegaan bagi pengembang

Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menilai perpanjangan PPN DTP memberi ruang napas bagi sektor properti karena beban PPN 11 sampai 12% pada transaksi menjadi nol selama masa insentif.

Dampaknya langsung terasa di sisi pembeli melalui penurunan harga efektif. Dia menyebut kebijakan ini positif untuk mendorong keputusan konsumen dalam melakukan pembelian. “Harga properti akan tereduksi,” kata Bambang dihubungi Kamis (16/10/2025).

Dia menjelaskan kebijakan pajak ini berjalan beriringan dengan dukungan pembiayaan dari perbankan. Skema kredit usaha rakyat (KUR) perumahan tersedia bagi konsumen untuk pembelian, renovasi, atau penambahan bangunan, dan bagi pengembang agar proyek bisa dieksekusi lebih cepat. Menurutnya, kombinasi insentif fiskal dan akses pendanaan dapat mempercepat pergerakan pasar.

Lebih lanjut, Bambang menjelaskan dukungan pembiayaan juga tersedia melalui program KUR Perumahan. Skema ini memungkinkan pengembang memperoleh plafon kredit hingga Rp20 miliar dalam kurun empat tahun dengan bunga yang disubsidi 6% dari suku bunga komersial.

Menurutnya, kebijakan itu membantu mempercepat pembangunan proyek baru karena menurunkan beban bunga yang ditanggung pengembang. “Melalui KUR Perumahan, bunga bagi developer hanya sekitar 6% dari bunga komersial yang biasanya 12%,” ujarnya.

Meskipun menyambut baik perpanjangan PPN DTP, Bambang mengingatkan agar tidak melupakan sisi permintaan dari konsumen. Proses BI checking menurutnya menjadi salah satu hambatan karena banyak calon pembeli tersaring akibat tunggakan kecil seperti pinjaman daring atau cicilan kendaraan. Kondisi ini membuat sebagian besar peminat rumah tidak lolos penilaian bank. Bambang menilai perlu ada pelonggaran yang tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian agar lebih banyak masyarakat yang bisa mengakses kredit perumahan.

Bambang menyoroti beban biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5% yang menurutnya masih terlalu berat bagi pembeli. Bambang menceritakan di beberapa daerah sudah ada kebijakan pemotongan menjadi 2,5% untuk nilai transaksi hingga Rp500 juta, tetapi kebijakan itu terbatas.

Dia mengusulkan agar potongan itu diperluas, misalnya dengan pembebasan penuh untuk rumah sampai Rp2 miliar dan potongan 2,5% untuk nilai di atasnya hingga Rp5 miliar. “Kalau itu dikombinasikan, akan jadi duo insentif yang bisa mengurangi harga properti sampai sekitar 16 sampai 17%,” ujarnya.

Direktur Utama PT Shealka Bangun Property Raymond Ardan Arfandy, menilai kebijakan perpanjangan PPN DTP sangat membantu pengembang, terutama di daerah. Pengusaha yang banyak menggarap proyek perumahan di Makassar ini menilai penambahan beban PPN 11% sebelumnya cukup memberatkan transaksi, sehingga kebijakan pemerintah menanggung pajak memberi ruang gerak baru bagi penjualan.

Banyak pengembang segera memanfaatkan momentum ini agar proyek yang sedang berjalan bisa terserap pasar. “Supaya PPN-nya ditanggung pemerintah,” ujarnya Minggu (19/10/2025).

Raymond menjelaskan pasar properti saat ini terbagi dua, yakni pembelian karena kebutuhan dan karena investasi. Permintaan rumah untuk kebutuhan dasar seperti keluarga baru masih stabil, sementara permintaan untuk investasi menurun karena keuntungan tidak sebesar satu dekade lalu.

Dalam catatannya, pada periode 2010 sampai 2013 kenaikan harga properti bisa mencapai 20% per tahun, tetapi kini tidak lagi demikian. Karena itu, menurutnya, minat beli di segmen investasi perlu didorong kembali dengan insentif tambahan. “Masalahnya bukan di supply, tapi di demand, katanya”

Untuk memperkuat sisi permintaan, Raymond mengusulkan penerapan tax amnesty berbasis investasi. Dia mengusulkan agar dana yang belum tercatat di sistem perpajakan dapat diinvestasikan terlebih dahulu sebelum mendapatkan pengampunan pajak.

Skema ini akan memberi manfaat ganda berupa mendorong investasi sektor riil sekaligus memperluas basis pajak negara. “Investasi dulu baru boleh dapat tax amnesty, supaya uang yang ada di masyarakat bisa berputar di sektor properti,” tuturnya.

Baca juga:

Kisah Bos Properti Mantan Office Boy yang Curi Perhatian Karena Dipuji Presiden Prabowo
Nama Angga Budi Kusuma mendadak mendapat sorotan karena menerima pujian dari Presiden Prabowo Subianto pada acara Akad Massal 26.000 KPR FLPP. Angga sebelumnya adalah office boy tapi kini dia Direktur Utama Pesona Kahuripan Group.

Raymond juga menilai pentingnya relaksasi regulasi kredit pemilikan rumah (KPR) agar pembiayaan lebih mudah diakses. Dia mencontohkan, saat ini prosedur perbankan bisa mencakup hingga puluhan tahap dokumen, sehingga memperlambat realisasi kredit.

Otoritas keuangan perlu menyederhanakan proses dan memberi kepastian bagi developer melalui mekanisme jaminan seperti buyback guarantee yang dapat diperkuat dengan dukungan asuransi. Langkah itu, kata dia, akan membuat bank lebih yakin menyalurkan kredit sehingga akan menggairahkan pasar perumahan.

Peneliti ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai perpanjangan insentif PPN DTP hingga 2027 sebagai langkah positif. Menurutnya, sektor properti memiliki keterkaitan luas dengan industri lain seperti semen, baja, dan besi, sehingga setiap pertumbuhannya akan mendorong aktivitas ekonomi di banyak sektor.

“Saya pikir apa yang dilakukan pemerintah dalam hal ini merupakan hal yang positif karena linkage-nya memang cukup besar,” kata Yusuf. Kebijakan ini, kata dia, juga dapat membantu mengurangi beban pembelian rumah, terutama bagi kelompok masyarakat yang menghadapi keterbatasan akses kepemilikan.

Namun, Yusuf mengingatkan keberlanjutan dampak kebijakan ini sangat bergantung pada kebijakan lain seperti penurunan suku bunga kredit dan stabilitas daya beli masyarakat. Transmisi kebijakan moneter ke suku bunga kredit membutuhkan waktu lebih panjang sehingga belum langsung dirasakan calon pembeli.

“Kalau suku bunga kreditnya masih tinggi dan KPR-nya juga relatif tinggi, masyarakat akan menunda pembelian rumah sampai suku bunganya ikut turun,” ujarnya. Selain itu, perbedaan kebijakan di tingkat daerah seperti penyesuaian BPHTB dan pajak bumi dan bangunan (PBB) juga dapat memengaruhi minat beli masyarakat.

Lebih lanjut, Yusuf menekankan isu perumahan merupakan persoalan kompleks yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu kebijakan pajak. Menurutnya, akar persoalan backlog perumahan juga terkait dengan kenaikan harga rumah yang tidak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan, lahan yang terbatas, serta dominasi pekerja di sektor informal.

Peningkatan upah dan koordinasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, kata dia, menjadi kunci agar insentif seperti PPN DTP dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran.

“Kebijakan PPN DTP ini tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus diikuti langkah perbaikan struktural agar masalah backlog bisa terurai dan terselesaikan,” tukasnya.

Chris Wibisana berkontribusi dalam artikel ini