Permintaan Domestik Bikin PMI Manufaktur Indonesia Oktober Naik

Aktivitas manufaktur Indonesia yang meroket di Oktober 2025 membuat indeks Purchasing Manager's Indesx (PMI) Manufaktur pada Oktober 2025 mengalami peningkatan ke level 51,2.

Permintaan Domestik Bikin PMI Manufaktur Indonesia Oktober Naik
Pekerja menyelesaikan produksi produk fesyen di Pabrik Tekstil Tectona di Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/10/2025). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nz)
Daftar Isi

S&P Global pada Senin (3/11/2025) merilis Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2025 naik menjadi 51,2 dari bulan sebelumnya yang berada di level 50,4. Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi, sedangkan di bawah 50 mengindikasikan sebalinya.

Sementara itu, sejumlah pakar mengatakan kenaikan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan pesanan baru yang naik pada laju tercepat sejak Maret lalu.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ekspansi PMI ini menunjukkan sinyal positif sektor manufaktur Indonesia pada awal kuartal IV-2025. Capaian ini menandai posisi ekspansi manufaktur tiga bulan berturut-turut, yang menunjukkan stabilitas momentum pertumbuhan industri nasional di tengah tekanan ekonomi global.

Berdasarkan komponen pembentuk PMI, pesanan baru naik dari 51,7 menjadi 52,3. Sedangkan tingkat ketenagakerjaan meningkat dari 50,7 ke 51,3. Menurut Agus, kenaikan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan pasar dan kapasitas produksi industri nasional.

“Kami melihat adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada laju tercepat sejak Mei 2025. Ini sinyal baik karena aktivitas industri kembali mendorong penciptaan lapangan kerja,” ungkap Agus melalui keterangan pers yang diterima SUAR di Jakarta (3/11).

Sementara itu, output atau aktivitas produksi tetap stabil di level 50, menandakan pelaku industri masih menjaga keseimbangan antara kapasitas produksi dan permintaan pasar. Beberapa pelaku industri dilaporkan menggunakan stok yang ada untuk memenuhi kenaikan pesanan baru, sehingga stok barang jadi menurun tipis.

Agus menyoroti, ekspansi manufaktur Indonesia ini terdorong oleh permintaan domestik yang tetap kuat di tengah tantangan dari dinamika pasar global. “Walaupun ekspor masih melambat akibat pelemahan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat dan Eropa, kekuatan konsumsi dalam negeri menjadi motor utama pertumbuhan industri,” ujar Agus.

S&P Global mencatat inflasi harga input mencapai level tertinggi dalam delapan bulan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku. Namun kenaikan harga jual oleh produsen masih terbatas. Menurut Agus, hal ini menunjukkan bahwa pelaku industri menjaga daya saing harga produk dalam negeri agar tetap kompetitif, sekaligus menahan inflasi di tingkat konsumen.

Dalam konteks regional, PMI manufaktur ASEAN juga meningkat ke level 51,6 pada Oktober 2025. Indonesia (51,2) masih berada di zona ekspansi bersama Thailand (56,6), Vietnam (54,5), dan Myanmar (53,1). Beberapa negara besar dunia, seperti Tiongkok (51,2) dan India (57,7) menunjukkan ekspansi terbatas, menandakan adanya stabilitas aktivitas manufaktur global.

Permintaan Domestik

Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti mengatakan lonjakan ini bersumber dari permintaan domestik, sementara permintaan ekspor justru menurun dua bulan beruntun akibat lemahnya pasar global.

"Perbaikan kondisi sektor manufaktur Indonesia semakin menguat pada awal kuartal keempat tahun 2025, memberikan prospek positif pada bulan-bulan mendatang," ujarnya dalam keterangannya yang diterima SUAR di Jakarta (3/11).

Ia menambahkan bahwa peningkatan penjualan mendorong kenaikan ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian, meski volume produksi masih cenderung datar.

Kinerja pasar tenaga kerja juga membaik dimana jumlah tenaga kerja meningkat tiga bulan berturut-turut dan pada Oktober mencatat laju tercepat dalam lima bulan terakhir. 

Beberapa produsen meningkatkan kapasitas guna mengimbangi permintaan baru, sementara sebagian lainnya memanfaatkan stok yang ada untuk memenuhi pesanan, menyebabkan persediaan barang jadi sedikit menurun

Namun, tekanan biaya produksi meningkat tajam. Laju inflasi harga input mencapai level tertinggi dalam delapan bulan terakhir, terutama akibat naiknya harga bahan baku. 

Meski demikian, banyak perusahaan memilih menaikkan harga jual secara terbatas demi menjaga daya saing di pasar.

"Aktivitas pembelian juga tumbuh moderat selama tiga bulan beruntun. Beberapa produsen meningkatkan persediaan bahan baku untuk mengantisipasi kebutuhan produksi yang lebih tinggi," kata dia. 

Masukan dunia usaha

Sementara itu Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan indeks manufaktur akan membaik jika pemerintah menerima masukan dari dunia usaha, kebijakan apa yang perlu diperbaiki untuk mendukung keberlangsungan dunia usaha.

Yang menjalankan manufaktur adalah dunia usaha dan butuh dukungan dari pemerintah berupa kebijakan.

“ Untuk meningkatkan indeks manufaktur ke depan perlu masukan dari dunia usaha, jadi sama-sama berkolaborasi,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (3/11).

Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan indeks manufaktur yang dikeluarkan oleh S&P Global bisa dijadikan masukan dan acuan untuk mendorong kinerja manufaktur lebih baik lagi kedepannya.

Indeks manufaktur oktober 2025 yang berada di level 51,2 menggambarkan bahwa industri manufaktur tetap ekspansi meskipun dihadapkan pada kondisi ekonomi global yang tak pasti.

“Para pelaku usaha tetap menjalankan bisnis dan tetap menunggu kebijakan dari pemerintah untuk mendorong dunia usaha berkelanjutan,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (3/11).

Benny menuturkan selain kebijakan pemerintah, faktor lain yang mendorong pertumbuhan industri manufaktur adalah efisiensi operasional, kualitas sumber daya manusia berkualitas dan ketersediaan modal.

IKI masih zona ekspansi

Sementara itu, akhir pekan lalu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Oktober 2025 masih melaju di zona ekspansi. Survei Kemenperin merilis bahwa IKI Oktober 2025 berada di level 53,50.

Nilai IKI Oktober naik 0,48 poin dibandingkan bulan September 2025 sebesar 53,02. Sementara itu, IKI Oktober 2025 menunjukkan peningkatan 0,75 poin dibandingkan dengan IKI Oktober 2024 yang kala itu berada di level 52,75.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, kenaikan IKI Oktober 2025 ditopang performa industri manufaktur yang berorientasi domestik maupun ekspor.

"Pesanan meningkat, tapi produksinya masih kontraksi. Industri memenuhi pesanan masih menggunakan stok yang ada di gudang," kata Febri dalam rilis yang diterima SUAR di Jakarta (31/10/2025).

Baca juga:

Industri Masih Yakin Ekspansi, Manufaktur Tetap Bertahan
Kinerja Industri Manufaktur Indonesia tetap bertahan di tengah kondisi perekonomian yang tidak stabil dengan angka Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di level 53,02.

Secara keseluruhan, Febri menerangkan, kenaikan IKI Oktober 2025 didorong hampir seluruh sub sektor industri manufaktur. Dari 23 sub sektor yang dianalisis oleh Kemenperin, sebanyak 22 sub sektor mengalami ekspansi, dengan kontribusi sebesar 98,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan non-migas per triwulan II-2025.

Sub sektor dengan nilai IKI tertinggi adalah Industri Pengolahan Tembakau (KBLI 12) dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas (KBLI 17). Sementara itu, hanya satu sub sektor yang mengalami kontraksi pada Oktober 2025, yakni Industri Tekstil.

Pekerja menyelesaikan produksi produk fesyen di Pabrik Tekstil Tectona di Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/10/2025). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nz)

Penopang terbesar

Menanggapi hal tersebut Ketua Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto mengatakan industri TPT masih menjadi industri terbesar dan menopang perekonomian Indonesia. Selain itu, industri TPT merupakan kontributor utama ekspor non migas Indonesia dengan nilai US$ 11,9 miliar pada 2024.

Memasuki tahun 2025, kondisi pasar memang tidak kondusif, di dalam negeri produk impor semakin membanjiri sementara pasar mancanegara mengalami fluktuasi.

“Industri TPT tidak melemah tetapi beradaptasi melihat kondisi pasar, yang kami lakukan adalah efisiensi energi, melakukan digitalisasi dan keberlanjutan,” ujar dia kepada SUAR, di Jakarta (31/10/2025).

Selain berorientasi ekspor, TPT juga menjadi penopang penting ekonomi daerah dengan menyerap jutaan tenaga kerja, terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Oleh karena itu, pengusaha menilai pentingnya dukungan kebijakan pemerintah yang seimbang antara melindungi industri dalam negeri dan membuka pasar global.

Anne menuturkan dengan peningkatan daya saing baik dari sisi SDM, teknologi, energi dan rantai pasok, industri tekstil mampu bertahan dari ancaman apapun.

Ia menilai narasi yang menampilkan industri tekstil Indonesia seolah tidak mampu bersaing secara global tidak sepenuhnya mencerminkan realita di lapangan. Banyak perusahaan garmen nasional justru telah menjadi mitra utama bagi merek-merek global ternama dan memenuhi standar ketat internasional.

Dengan dukungan kebijakan fiskal dan industri yang tepat, pengusaha yakin bahwa sektor TPT Indonesia dapat menjadi motor pertumbuhan hijau (green growth) yang mendorong ekspor berkelanjutan dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok dan peningkatan daya saing lokal dan global.

Senada dengan Anne, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengatakan industri TPT adalah industri padat karya yang menjadi bagian dari kepentingan strategi nasional demi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja sebagaimana visi Presiden Prabowo. 

“Industri TPT harus mampu menjadi pelopor teknologi modern untuk meningkatkan kapasitasnya, kualitasnya, mampu melindungi dunia usaha dan tenaga kerjanya,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (31/10).

Pertumbuhan industri TPT Indonesia semakin positif, pada akhir 2024 sampai kuartal kedua 2025 mencapai 5,39%, kontribusi pada GDP sebesar 0,98%, melibatkan 3,76 juta pekerja yang artinya sebesar 19,18% dari total pekerja manufaktur. Sementara kapasitas ekspor meningkat menjadi US$ 8,07 miliar pada bulan Jan-Aug 2025.