Tim SUAR menggali pemikiran para pemimpin perusahaan, regulator, dan pengamat ekonomi dalam upaya berperan mengembangkan UMKM melalui Survei Semesta Dunia Usaha. Survei yang berlangsung 22 Juli–7 Agustus 2025 ini menghasilkan beberapa temuan menarik yang layak ditindaklanjuti para pemangku kepentingan.
Highlights:
- Sebanyak 40% responden menyatakan, pelaku UMKM sulit dan sangat sulit mendapatkan akses pembiayaan (kredit) ke bank.
- Faktor yang membuat UMKM sulit memperoleh kredit dari bank antara lain ketiadaan/keterbatasan agunan, minimnya informasi mengenai kredit, rendahnya literasi keuangan pelaku UMKM, peraturan/administrasi yang rumit, ketidaklayakan usaha UMKM, dan resistensi dari bank.
- Reformasi regulasi mutlak perlu (80%).
- Pelaku UMKM perlu bermitra dengan perusahaan besar untuk memperoleh kredit dari bank (73,3%).
- Perlu diversifikasi agunan (86,7%).
- Tiga faktor yang menentukan UMKM dapat berkembang adalah: kemudahan akses kredit (pembiayaan), strategi promosi/marketing dan perluasan pasar, serta manajemen/pengelolaan usaha yang baik.
Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di Indonesia dari masa ke masa telah terbukti memiliki peran yang signifikan. Mengingat jumlahnya yang besar dan kegigihan para pelakunya, UMKM menjadi penopang perekonomian, dan terbukti tahan banting di saat krisis mendera.
Geliat UMKM telah menopang banyak keluarga serta turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Kementerian UMKM Republik Indonesia menyebut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah UMKM saat ini sebanyak 65,5 juta unit mampu menyerap 119 juta tenaga kerja. Angka ini lebih dari separuh jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 153 juta orang. Sektor UMKM berkontribusi sebanyak 61,9% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Meski demikian, UMKM masih menghadapi tantangan besar. Antara lain, keterbatasan akses pembiayaan, produktivitas yang rendah, digitalisasi yang belum merata, hingga lemahnya jejaring pasar dan kemitraan.
Terkait akses pembiayaan, hasil survei Tim SUAR terhadap sejumlah pimpinan perusahaan, regulator, dan pengamat ekonomi mengungkap pendapat bahwa secara umum sesungguhnya pelaku UMKM cukup mudah mendapatkan akses pembiayaan (60%). Namun, sebanyak 40% lainnya berpendapat pelaku UMKM masih sulit, bahkan sangat sulit menjangkau akses pembiayaan.
Menilik data Bank Indonesia, per Juni 2025, jumlah kredit UMKM yang telah disalurkan adalah sebanyak Rp 1.506,85 triliun. Jumlah ini meningkat 76% dibandingkan dengan kondisi 10 tahun yang lalu. Rata-rata kredit UMKM tumbuh 7,4% per tahun.
Dilihat berdasarkan skala usahanya, kredit usaha mikro mendapat porsi kredit yang paling besar, yakni 43,43%. Selanjutnya porsi kredit skala kecil dan skala menengah masing-masing adalah 34,36% dan 22,21%.
Penyaluran kredit skala mikro selama periode 2017–2024 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan dua skala usaha lainnya. Yakni, rata-rata 18,3% per tahun. Pertumbuhan tertinggi pernah terjadi pasca pandemi Covid-19, yaitu tahun 2021 sebesar 57,74%.
Adapun kredit skala kecil pada periode yang sama tumbuh rata-rata 8,98% per tahun. Sedangkan kredit skala menengah tumbuh lebih kecil dan cenderung menurun, dengan rata-rata –1,49%. Akibat pandemi, selama tiga tahun berturut-turut (2021–2023) pertumbuhan kredit usaha skala menengah terkontraksi secara berturut-turut -23,86%, -5,88%, dan -4,30%.
Meski secara nominal penyaluran kredit UMKM cenderung meningkat, para narasumber survei menilai masih terdapat pelaku UMKM yang kesulitan mendapatkan kredit dari perbankan. Faktor yang menyebabkan kesulitan ini beragam.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa faktor yang membuat pelaku UMKM sulit memperoleh kredit dari bank adalah masalah ketiadaan atau keterbatasan agunan yang dimiliki pelaku UMKM (26,7%). Selanjutnya ada pula faktor informasi mengenai kredit yang tidak diketahui oleh pelaku UMKM (16,7%) dan rendahnya literasi keuangan dan digitalisasi para pelaku UMKM (16,7%).
Aturan atau administrasi yang sulit juga jadi alasan (13,3%); mulai dari persyaratan yang sulit, hingga waktu pencairan kredit yang lama.
Alasan lain yang juga mengemuka adalah kondisi usaha yang tidak layak dengan sumber daya minim, serta masalah legalitas sehingga tidak mendapat kepercayaan dari bank (13,3%). Di samping itu, ada pula bank-bank yang terlalu selektif atau pilih-pilih dalam menyalurkan kredit, hingga mematok bunga yang tinggi (10%).
Untuk mengatasi keterbatasan akses pembiayaan tersebut, sebagai solusinya para narasumber sepakat bahwa reformasi regulasi perlu dilakukan. Selain itu, pelaku UMKM perlu bermitra dengan perusahaan besar untuk kemudahan memperoleh kredit dari bank. Solusi lain, perlu juga mendiversifikasi agunan untuk memudahkan pelaku UMKM.

Reformasi regulasi
Mayoritas narasumber berpendapat bahwa reformasi regulasi perlu dilakukan untuk memudahkan pelaku UMKM memperoleh kredit dari perbankan (80%). Alasan utamanya adalah menyederhanakan aturan untuk kemudahan bagi pelaku UMKM dalam mengurus administrasi kredit (41,7%).
Hal ini mengacu pada salah satu faktor penyebab sulitnya pelaku UMKM mendapatkan kredit seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kemudahan yang dimaksud agaknya terkait dengan jumlah persyaratan, panjang-pendeknya prosedur, lama pengurusan, dan aspek administrasi lainnya.
Alasan selanjutnya, harus ada terobosan kebijakan yang lebih cocok atau sesuai dengan kondisi UMKM (33,3%). Hal ini muaranya juga terkait dengan memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM.
Alasan lainnya adalah pendapat bahwa UMKM memiliki potensi besar bagi perekonomian nasional sehingga harus ada keberpihakan terhadap UMKM (16,7%). Dan, untuk membuat UMKM menjadi entitas yang lebih profesional (8,3%). UMKM sebagai entitas usaha berpotensi menggerakkan ekonomi, meningkatkan lapangan kerja, mendorong kewirausahaan, dan mengembangkan ekonomi kreatif.
Meski demikian, reformasi regulasi ini perlu tetap mengacu pada tata kelola usaha yang baik (good governance).
Sebagian kecil narasumber ( 13,3%) berpendapat, regulasi terkait UMKM tidak perlu dilakukan karena pertimbangan regulasi yang ada sudah cukup memadai. Yang perlu dilakukan adalah melakukan sosialisasi yang lebih baik, sehingga dapat memberi pemahaman yang lebih baik bagi pelaku UMKM ketika mau melakukan ekspansi dan memerlukan tambahan modal.
Selain itu, narasumber juga berpendapat bahwa untuk pengembangan UMKM, yang perlu dilakukan adalah memberikan bimbingan dan pemberdayaan agar UMKM bisa mengelola usahanya dengan lebih baik dan bisa berkelanjutan.
Faktor modal bukan selalu menjadi hal yang utama untuk bisa berkembang. Memetakan pasar dan memitigasi risiko juga perlu dilakukan di awal membangun usaha agar bisa bertahan dan berkelanjutan.
Pelaku UMKM bermitra
Solusi kedua yang bisa dilakukan agar pelaku UMKM mudah mendapatkan kredit dari perbankan adalah bermitra dengan perusahaan swasta besar. Pendapat ini diutarakan oleh 73,3% responden. Alasan utamanya adalah perusahaan swasta, apalagi perusahaan yang besar, bisa menjadi mitra pembina atau bapak angkat bagi suatu UMKM (31,8%).
Hal ini mengacu pada konsep bapak angkat/asuh yang sudah berjalan selama ini. Perusahaan besar juga dapat berperan sebagai off taker dengan cara membeli hasil produksi UMKM. Relasi bapak asuh-UMKM ini biasanya didasari oleh prinsip saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan saling menguntungkan.
Melalui kemitraan dengan perusahaan swasta besar, UMKM memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan akses pembiayaan (22,7%). Perusahaan besar bisa menjadi penjamin kolateral bagi UMKM. Berkat kemitraan dengan perusahaan yang sudah mapan ini pula, UMKM akan mendapat informasi dan akses pasar yang lebih baik untuk pemasaran dan pengembangan produk maupun usahanya (18,2%).
UMKM bisa menjadi bagian dalam rantai pasok perusahaan besar atau supply chain industri. Relasi ini diyakini juga akan memberi kepastian berusaha yang lebih baik agar UMKM dapat meningkatkan kredibilitas dan profesionalitasnya sehingga usahanya bisa berkelanjutan (13,6%).
UMKM bisa menjadi bagian dalam rantai pasok perusahaan besar atau supply chain industri. Relasi ini diyakini juga akan memberi kepastian berusaha yang lebih baik.
Ada banyak kisah sukses suatu perusahaan besar berhasil membina UMKM, meskipun terkadang relasi binaan ini hanya sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Namun, tidak semua perusahaan swasta mau membina UMKM.
Perusahaan swasta selektif dalam relasi ini dan terkadang mengharapkan ada insentif dari pemerintah jika menjadi mitra bagi UMKM. Pendapat seperti ini disampaikan oleh 9,1% responden.
Adapun narasumber yang berpendapat bahwa pelaku UMKM tidak perlu bermitra dengan perusahaan swasta memiliki alasan tersendiri. Menurut mereka, UMKM harus bisa mandiri (42,9%).
Alasan lainnya, relasi antara bapak angkat/asuh dengan UMKM dikhawatirkan sulit berhasil/berkelanjutan (28,6%). Bahkan, berpotensi menimbulkan masalah baru, seperti eksploitasi terhadap UMKM (28,6%).
Diversifikasi agunan
Solusi lainnya yang dapat dilakukan agar pelaku UMKM mudah mendapatkan kredit dari perbankan adalah dengan memberi alternatif agunan yang lebih beragam kepada pelaku usaha. Atau, dengan kata lain, melakukan diversifikasi agunan. Mayoritas narasumber menyatakan demikian (86,7%).
Agunan menjadi hal yang krusial saat mengajukan kredit ke bank. Diversifikasi agunan diperlukan untuk memberi kemudahan bagi pelaku UMKM, terutama terkait jenis dan skema pembiayaan (44%).
Agunan tidak harus berbentuk benda atau aset (28%). Sebab, pelaku UMKM memilliki keterbatasan agunan, sehingga sebaiknya disesuaikan dengan kondisi atau kemampuan pelaku UMKM (16%). Dengan demikian diharapkan UMKM bisa lebih berkembang.
Aset properti, aset kendaraan bermotor, dan aset berupa mesin atau alat produksi merupakan tiga besar jenis agunan yang dapat dijadikan kolateral ke bank. Namun, untuk fleksibilitas, hal lain yang bisa dijadikan agunan antara lain produk atau proyek dari UMKM itu sendiri dan invoice atau tagihan atas order penjualan. Ijazah juga disarankan bisa menjadi jaminan di bank.
Tiga Faktor yang membuat UMKM berkembang
Upaya mengembangkan UMKM merupakan upaya berkelanjutan yang terus dilakukan sejak dulu. Sesuai dengan potensi besar yang dimiliki usaha ini, membangun dan mengembangkan UMKM berarti membangun perekonomian Indonesia.
Survei Semesta Dunia Usaha menyimpulkan terdapat tiga faktor utama yang membuat UKM berkembang.
- Pertama, strategi promosi, marketing, dan perluasan pasar (26,7%).
- Kedua, kemudahan akses pembiayaan atau kemudahan mendapatkan kredit untuk ekspansi usaha (23,3%).
- Ketiga, manajemen usaha yang dijalankan oleh pelaku UMKM dengan baik (16,7%).
Selain tiga faktor utama tersebut, faktor internal diri pelaku UMKM juga menjadi penentu. Bagaimana mindset dan mentalset yang dimiliki individu dalam membangun usaha mulai dari merencanakan produksi, berproduksi, memetakan pasar, mendistribusikan produk, hingga memitigasi risiko akan menentukan suatu usaha akan bertahan dalam jangka waktu panjang dan bisa melakukan ekspansi.
Kreasi dan inovasi produk juga ikut menentukan sejauh mana suatu brand atau merek diterima oleh pasar. Tidak hanya diterima, tetapi juga ‘dicari’ oleh pasar. Hal ini juga menjadi faktor penentu UMKM berkembang.
Di era teknologi dan digital saat ini, pelaku UMKM juga harus bisa memanfaatkan teknologi dan digital untuk meningkatkan daya saing dan mengembangkan bisnisnya. Pelaku UMKM sekarang harus melek digital.
Selain banyak faktor di atas, insentif pajak juga dibutuhkan oleh pelaku UMKM, terutama bagi yang baru merintis usaha, untuk bisa bertahan dan mengembangkan usahanya.
Dalam laman Kementerian UMKM, terdapat enam strategi yang dijalankan untuk mengembangkan UMKM. Strategi tersebut meliputi perluasan akses pasar, peningkatan daya saing produk dan jasa, pengembangan kapasitas dan manajemen usaha, serta akselerasi pembiayaan dan investasi.
Strategi lainnya adalah kemudahan dan kesempatan berusaha serta koordinasi lintas sektor.

Metodologi dan profil survei
Survei Semesta Dunia Usaha dilakukan pada 22 Juli–7 Agustus 2025. Narasumbernya (responden) berasal dari kalangan dunia usaha, regulator, dan pengamat ekonomi. Dari kalangan dunia usaha, posisi narasumber beragam, mulai dari direktur, direktur utama, hingga owner. Dari kalangan regulator terdapat kepala daerah dan anggota dewan.
Narasumber dalam survei ini dipilih secara purpossive sampling.