Ketika perdagangan global terguncang akibat tarif tinggi dan perang dagang AS, peluang lain justru terbuka lebar. Yakni, ekspor lewat jalur digital.
Pemerintah pada Kamis (7/8/2025) menyerukan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia untuk menggencarkan ekspor ke ASEAN menggunakan berbagai platform digital, tanpa harus bertemu langsung.
"UMKM sekarang bisa ekspor tanpa pernah bertemu pembelinya," ujar Menteri Perdagangan, Budi Santoso, dalam Kick Off ASEAN Online Sale Day (AOSD) 2025 di Jakarta, Kamis (7/8/2025).
AOSD tahun ini mengusung tema "A Click to Prosperity", yang bertujuan untuk mendorong minat belanja daring sekaligus mempromosikan produk unggulan UMKM dari negara-negara ASEAN.
Budi berharap pelaku UMKM dapat lebih mengenal pasar negara-negara ASEAN. Ia juga menekankan pentingnya memanfaatkan momentum AOSD 2025 untuk mendorong UMKM Indonesia lebih dikenal di pasar global.
Budi menyoroti peran strategis e-commerce, seperti Shopee, dalam mendukung ekspor produk UMKM hingga menembus pasar di luar kawasan ASEAN.
UMKM bisa ekspor
Menurut Budi, sinergi semacam ini sangat penting untuk mendukung program Kemendag, yaitu UMKM Bisa Ekspor.
Ia menyebut program ini telah memfasilitasi sekitar 773 UMKM dengan nilai transaksi menembus USD 90 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun.
Budi menekankan bahwa ekspor digital berbeda dengan jualan biasa di e-commerce. “Ini orientasinya bukan cuma transaksi kecil-kecilan, tapi skala besar. Kita ingin UMKM naik kelas,” katanya.
“Ini orientasinya bukan cuma transaksi kecil-kecilan, tapi skala besar. Kita ingin UMKM naik kelas,” kata Budi.
Program UMKM Bisa Ekspor, menurut Budi, bukan sekadar e-commerce biasa. Ia menyasar skala yang lebih besar, dengan orientasi ekspor massal.
Langkah ini bukan hanya tentang kemudahan teknologi, melainkan juga tentang menghapus batas psikologis: bahwa ekspor bukan lagi wilayah korporasi besar.
"Kita ajak UMKM lebih aktif mencari peluang, karena pasar di luar sana sangat luas," tambahnya.
Ekspor tanpa paspor
Direktur Jenderal Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris mengatakan, perdagangan elektronik lintas batas di kawasan ASEAN memegang peranan penting dalam memperkuat ekspor Indonesia, khususnya bagi pelaku UMKM.
Pemerintah, kata Djatmiko, terus mendorong strategi pemasaran produk, edukasi terkait logistik, serta pengembangan kapasitas usaha melalui ekspor.
Termasuk di dalamnya adalah proses kurasi dan kualifikasi UMKM agar siap masuk ke pasar ekspor, serta pemanfaatan berbagai perjanjian kerjasama perdagangan, baik bilateral maupun regional – seperti FTA dan SEPA yang telah dimiliki Indonesia.
“Kami memahami bahwa platform e-commerce kini menjadi salah satu pilihan strategis bagi UMKM untuk menekan biaya logistik dan operasional, sekaligus memasarkan produk mereka secara lebih efisien,” ujarnya.
Melalui e-commerce, produk UMKM dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan konsumen yang lebih beragam.
Shopee pun ikut mendorong perubahan ini. Direktur Kemitraan Bisnis Shopee Indonesia Daniel Minardi menyebut, sejak 2019, Shopee telah mengekspor lebih dari 60 juta produk UMKM ke Asia Tenggara, Timur, dan bahkan Amerika Latin.
"Cukup kirim ke gudang kami, kami yang lanjutkan proses ekspornya," jelas Daniel.
"Kolaborasi adalah kuncinya. Kalau kita berjuang bersama, ekspor bukan mimpi, tapi kenyataan," lanjut Daniel.
Hijab lokal ke pasar Asia
Salah satu pelaku usaha yang memanfaatkan peluang ini adalah Februari. Lulusan fakultas teknik yang tidak pernah merencanakan jadi pebisnis ini awalnya hanya ingin menjual gamis dan hijab. Tapi pasar yang besar dan kebutuhan unik perempuan muslimah melahirkan Alivia House, retail pakaian renang syar'i.
"Banyak muslimah yang kesulitan berenang karena tidak ada pakaian yang sesuai. Solusinya: pakaian renang dengan bahan spandex, poliester, dan nilon yang nyaman, sopan, dan memenuhi aturan kolam renang," ujar dia kepada SUAR.
Dengan semangat belajar dan bermodal keberanian, Februari masuk ke e-commerce. Ia menjalankan live shopping hingga 18 jam per hari.
"Awalnya capek, tapi hasilnya luar biasa. Penjualan kami bisa puluhan ribu paket per bulan," ujarnya.
Ekspor awalnya hanya mimpi. Tapi program ekspor Shopee membuka jalannya.
"Produk kami sekarang sudah dikirim ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Omzet ekspor naik hampir 2.000% dibanding tahun sebelumnya," kata dia
Kini, Alivia House bukan sekadar bisnis pribadi. Ia sudah mempekerjakan puluhan orang, memberdayakan warga sekitar. "Kami yakin, dengan teknologi dan komitmen, kami bisa kibarkan bendera Indonesia di dunia internasional," ujarnya.

Madu dan vanila juga laku
Tak hanya fesyen, produk lokal lainnya juga mulai unjuk gigi di pasar global. Salah satunya Erick, pelaku usaha dari PT Suntara Perintis Jaya yang memproduksi vanilla bean premium.
Meski baru dua tahun berjalan, ia sudah mulai menjajaki ekspor dengan cara yang ia sebut sebagai mencari pola bermain. “Pasar utama kami memang untuk ekspor. Tapi kami sadar, harus paham dulu cara main di lokal sebelum benar-benar ekspansi besar,” katanya.
Bagi Erick, tantangan terbesar adalah minimnya informasi tentang ekspor. “Kami ini masih belajar. Bahkan dari kementerian sekalipun, informasi yang tersedia masih belum cukup jelas untuk pelaku UMKM seperti kami,” ujarnya jujur.
Ia menyambut baik keberadaan Shopee Export 2.0 yang memberi keleluasaan UMKM mengatur sendiri etalase dan strategi penjualannya ke luar negeri. “Kalau dulu ekspor itu harus dalam jumlah besar, sekarang bisa porsi kecil. Itu sangat membantu kami,” kata Erick.
Produknya yang tergolong niche, dengan konsumen premium seperti toko roti mahal, membuat Erick harus cermat memilih negara tujuan. Tapi ia percaya bahwa ekspor digital bisa jadi jalan pintas menuju pasar yang tepat.
“Sekarang tinggal bagaimana kita bisa menemukan pasarnya dan konsisten merawatnya,” tambahnya.
“Soalnya kalau cuma main di pasar lokal, enggak jelas arahnya ke depan, apalagi daya beli sekarang lagi tertekan banget,” ujar dia.
"Kalau cuma main di pasar lokal, enggak jelas arahnya ke depan, apalagi daya beli sekarang lagi tertekan banget,” ujar Erick.
Tantangan yang harus dihadapi
Namun tak semua cerita ekspor berujung manis. Irwandi, pelaku usaha yang bergerak di bidang makanan herbal, yaitu madu dan jamu, mengisahkan bagaimana pengalaman mereka mencoba berjualan lewat platform global seperti Alibaba berakhir kurang lancar.
“Waktu dicoba, ada yang nanya-nanya harga, spesifikasi, tapi habis itu hilang. Enggak ada kabarnya lagi,” katanya.
Mereka sempat mencoba tiga bulan, lalu menyerah. Meski begitu, usaha itu tak sia-sia. Kini, produknya telah masuk ke 14 negara, termasuk Nigeria, Niger, Togo, Madagaskar, dan Malaysia. Tapi tantangan baru datang dari aspek legalitas dan kepercayaan pembeli.
“Bayar (pembeli) itu suka enggak jelas. Untungnya kami dibantu ITPC (Indonesia Trade Promotion Center) untuk cek kredibilitas mereka,” ujar dia.
Ia menekankan pentingnya keaktifan UMKM untuk bisa bertahan dan berkembang di pasar luar. “Kita harus rajin ikut pelatihan, event Kemendag, banyak tanya. Pemerintah itu sebenarnya cukup akomodatif kalau kita aktif,” ujarnya.
Produk-produk seperti madu dan jamu Indonesia dianggap punya keunggulan di negara-negara mayoritas muslim – karena sertifikasi halal yang kuat.