Outlook Perbankan 2026: Kredit Bakal Tumbuh Lebih Tinggi Ditopang Tren Penurunan Bunga

Penyaluran kredit diperkirakan masih akan bertumbuh ditopang tren penurunan suku bunga global.

Outlook Perbankan 2026: Kredit Bakal Tumbuh Lebih Tinggi Ditopang Tren Penurunan Bunga
SVP Transaction Banking Wholesale BSI Fajar Ari Setiawan (kanan), didampingi Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo (tengah) dan Direktur Treasury & International Banking BSI yang berlaku efektif setelah fit and proper OJK, Firman Nugraha (kiri) mengamati layar yang menampilkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada BSI Sharia Economic Outlook 2026 di Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025). Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/YU
Daftar Isi

Ketangguhan sektor perbankan menjalankan fungsi intermediasi dan menavigasi bisnis di tengah ketidakpastian ekonomi dan fluktuasi global sepanjang 2025 menjadi modal mempersiapkan diri memasuki tahun 2026. Karenanya, sekalipun sektor perbankan telah mengidentifikasi tantangan ke depan, para pelaku tetap menjaga optimisme sambil meningkatkan kewaspadaan menghadapi berbagai kemungkinan yang belum sempat diantisipasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan, berdasarkan laporan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang disampaikan pada akhir November 2025, pertumbuhan perbankan tahun depan masih akan positif, antara lain karena pertumbuhan kredit diproyeksikan akan sedikit meningkat dibandingkan tahun 2025.

"Ruang penurunan suku bunga global dan domestik masih tersedia di tahun depan, sehingga diharapkan dapat berdampak positif pada pertumbuhan DPK, ketersediaan likuiditas, serta membantu perbankan dalam melaksanakan penyaluran kredit," ujar Dian melalui keterangan tertulis yang diterima SUAR, Jumat (19/12/2025).

Dian menjelaskan, penurunan suku bunga secara global yang masih terbuka diharapkan dapat mendorong meningkatnya demand kredit tahun depan, sehingga pertumbuhan diharapkan tetap kuat. Selain itu, ketahanan perbankan yang dilihat dari tingkat permodalan yang tinggi akan berfungsi sebagai buffer ketidakpastian ekonomi dan mendukung pertumbuhan keseluruhan.

"Rasio non performing loans (NPL) perbankan juga diproyeksikan terus membaik dan berada di kisaran rendah (sekitar 2%), meskipun tekanan tetap datang dari segmen kredit UMKM sebagai sektor yang paling cepat tumbuh saat ekonomi ekspansif, tetapi juga paling cepat tertekan saat kondisi makro melemah," tuturnya.

Dari sisi regulator, implementasi berbagai program pemerintah serta dukungan optimal kebijakan fiskal, kebijakan perdagangan, kebijakan industri, dan kebijakan investasi akan meningkatkan efek pengganda ke konsumsi rumah tangga dan investasi dunia usaha. Sintesis keempatnya diharapkan juga mendorong permintaan terhadap kredit perbankan.

Bagi bank-bank kelompok modal inti kecil, OJK mendorong penguatan industri perbankan melalui peningkatan modal atau konsolidasi. Langkah ini dipandang penting, terutama dengan mempertimbangkan dinamika perkembangan teknologi informasi, akselerasi digitalisasi perbankan, ketidakpastian kondisi ekonomi global maupun domestik, serta meningkatnya risiko serangan siber, sehingga pertumbuhan bank yang sustainable perlu didorong.

"OJK menilai perbankan nasional memiliki ruang untuk memperkuat permodalan dan meningkatkan skala usaha melalui langkah penguatan secara organik maupun anorganik. Pendekatan anorganik melalui konsolidasi diperlukan untuk dapat menjadi dorongan terhadap kinerja bank menjadi lebih tinggi lagi," kata Dian.

Selaras dengan tantangan ke depan, OJK memformulasikan tiga strategi dalam mempersiapkan supervisi bisnis perbankan di tahun 2026.

  1. Melaksanakan monitoring implementasi sejumlah roadmap industri perbankan, antara lain Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I), Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI), Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR/BPRS (RP2B), serta Roadmap Bank Pembangunan Daerah (RBPD);
  2. Memastikan Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan bagi UMKM diterapkan secara optimal, sehingga UMKM dapat mengakses pembiayaan perbankan dengan cepat, tepat, mudah, murah, dan inklusif. Ketentuan ini juga mengatur kewajiban bank mencantumkan target penyaluran kredit UMKM dalam RBB sebagai bagian dari pengawasan dan monitoring;
  3. Berkoordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka memantau dan mengambil langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Ikuti arahan

Sesuai arahan OJK, Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility Bank Central Asia (BCA) Hera F. Haryn menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk menyalurkan kredit secara prudent ke berbagai segmen dan sektor, selaras dengan komitmen perseroan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Saat ini, dengan total kredit BCA tumbuh 7,6% YoY menjadi Rp944 triliun, total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun mengalami pertumbuhan hingga 7% YoY. Pertumbuhan ini diikuti kualitas kredit yang terjaga dengan rasio loan at risk (LAR) terjaga di 5,5% pada Q3 2025, sementara rasio non performing loan (NPL) terkendali di level 2,1%. Adapun pencadangan NPL dan LAR BCA masing-masing tercatat 166,6% dan 69,5%.

"Sepanjang 2025, BCA terus memperkuat ekosistem hybrid banking untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang beragam. Seraya memperluas kehadiran BCA di tengah masyarakat melalui pembukaan sejumlah kantor cabang baru di berbagai daerah, kami juga terus mendorong inovasi pada layanan perbankan digital," jelas Hera dalam keterangan tertulis kepada SUAR, Sabtu (20/12/2025).

Kantor Pusat BCA. Foto: Dokumentasi BCA

Menyempurnakan kinerja aplikasi myBCA dan BCA Mobile sebagai dua mobile banking BCA yang berkembang sesuai gaya hidup tren digital, inovasi mutakhir yang dikembangkan BCA adalah aplikasi myBCA on Smartwatch yang memungkinkan nasabah melihat info saldo, mutasi, dan melakukan transaksi cardless seperti QRIS Tap maupun QRIS CPM (Customer Presented Mode) langsung dari pergelangan tangan.

"Dengan berbagai layanan dan inovasi digital itu, tidak mengherankan jika BCA menjadi bank pilihan utama Gen Z. Hal ini didasarkan pada survei CGS International yang mengungkapkan sebanyak 69% responden Gen Z menempatkan BCA sebagai pilihan mereka, karena layanan digitalnya yang fleksibel dan pengalaman pengguna yang baik," imbuhnya.

"Menyongsong tahun 2026, BCA berkomitmen untuk senantiasa menghadirkan platform transaksi yang aman dan andal, sekaligus menjadi solusi yang relevan bagi kebutuhan nasabah. Selaras dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang positif pada 2026, BCA optimistis untuk terus mendorong penyaluran kredit dengan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang disiplin," pungkas Hera.

Sementara itu dari tiga bank negara menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) di penghujung tahun ini. Tiga bank itu adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI). PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Bank Mandiri).

Direktur Utama BRI Hery Gunardi menyampaikan paparan pada Peluncuran BRI Corporate Rebranding di Jakarta, Selasa (16/12/2025). BRI resmi meluncurkan langkah strategis Corporate Rebranding sebagai bagian dari transformasi berkelanjutan perusahaan dalam memperkuat relevansi merek, menjawab dinamika kebutuhan masyarakat, serta menegaskan komitmen dalam mewujudkan ambisi rakyat untuk kemajuan negeri yang mencakup penyempurnaan sistem identitas visual korporasi, penguatan arsitektur merek, serta penataan sub-brand agar lebih terstruktur dan mudah dikenali. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz

BNI jadi yang pertama menggelar RUPS LB yakni 15 Desember lalu. Setelah itu BRI menggelar RUPS LB pada 17 Desember. Adapun Bank Mandiri menggelar RUPS LB pada 19 Desember.

Hasil RUPS LB ketiga bank jumbo milik negara itu memiliki benang merah yang sama yakni adanya perubahan nama komisaris dan direktur perseroan. Ini merupakan arahan dari pemegang saham yakni negara yang kini hadir dalam bentuk Badan Pengaturan Badan Usaha BP BUMN. Mereka pun menyusun rencana kerja untuk 2026.

Bank negara lainnya yakni BTN awalnya dijadwalkan akan menggelar RUPS LB pada Senin 22 Desember 2025, diundur menjadi 7 Januari 2026. Adapun PT Bank Syariah Indonesia tbk direncanakan akan menggelar RUPS LB pada Senin 22 Desember 2025.

SEVP Funding & Transaction BSI Ida Triana Widowati (kedua kanan) didampingi RCEO RO 4 Jakarta 1 Affan Mawardi (kanan) berbincang dengan nasabah calon haji yang melakukan pembayaran ibadah Haji di BSI Kantor Cabang, Summarecon, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (19/12/2025). PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk mengoptimalkan layanan pelunasan biaya haji tahap 1 melalui kantor cabang BSI, mobile banking BYOND by BSI, 126 ribu BSI Agen, dan BSI Net yang dimulai pada 24 November-23 Desember 2025. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/tom.

Antisipasi efek rambatan

Terlepas dari kekuatan optimisme pada 2026, sektor perbankan juga diharapkan lebih berhati-hati, khususnya dalam mengantisipasi efek rambatan makroekonomi, geopolitik, hingga transformasi digital dalam bisnis. Strategi antisipasi ketiga aspek ini perlu diperkuat sejak dini.

Ekonom senior dan pengajar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto menyatakan, berkaca dari pengalaman tahun ini, perlambatan pertumbuhan kredit mulai semester kedua 2025 tidak terefleksi dalam pertumbuhan ekonomi Kuartal-II dan Kuartal-III, yang masing-masing mencapai 5,12% dan 5,04%.

Hal ini menjadi sinyal bahwa sebagian pengusaha dan debitur mulai menggunakan dana sendiri atau self-financing, di samping menemukan sumber pembiayaan selain perbankan untuk melakukan ekspansi. Meski demikian, mengonfirmasi penilaian OJK, Ryan menilai outlook sektor perbankan 2026, baik DPK, kredit, maupun net profit secara individual maupun agregat industri akan tetap baik.

"Kalau kita merujuk postur APBN 2026, sangat jelas spirit fiskal tahun depan itu agresif dan ekspansif. Pertama, volume APBN mencapai Rp3.842,7 triliun. Kedua, target pertumbuhan ekonomi tinggi, 5,4%. Keduanya dilandasi program-program kerja yang mengacu Astacita. Akibatnya, dengan referensi fiskal yang ekspansif dan agresif ini, tentu bank akan mengikuti," jelas Ryan saat dihubungi, Rabu (17/12/2025).

Warga menarik tunai di ATM Bank Mandiri. (Foto: Dokumentasi Bank Mandiri)

Meski demikian, Ryan memetakan lima tantangan yang harus siap dihadapi perbankan dan untuk itu, kehati-hatian perlu ditindaklanjuti dengan mitigasi dan antisipasi risiko secara strategis.

  1. Ancaman siber yang tumbuh eksponensial dan memiliki beragam modus. Teknologi informasi berbasis kecerdasan buatan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk mengamankan data nasabah dan meningkatkan kepercayaan publik;
  2. Gejolak risiko geopolitik, khususnya di Laut Cina Selatan dan memburuknya hubungan Amerika Serikat-Venezuela yang dapat mendisrupsi rantai pasok semikonduktor dan memicu fluktuasi harga minyak mentah sehingga mengubah peta perdagangan, sentimen dunia usaha, serta prospek investasi;
  3. Mitigasi risiko bencana ekologis yang dapat terjadi sewaktu-waktu seperti terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat;
  4. Inovasi lembaga keuangan nonbank, mulai dari fintech, peer-to-peer lending, security crowdfunding, di samping pasar modal sebagai alternatif pembiayaan. Produk kredit perbankan yang tidak kompetitif niscaya akan dikalahkan penyedia pembiayaan ini;
  5. Rencana penerbitan obligasi pemerintah dengan tenor di bawah 1 tahun yang dapat memengaruhi likuiditas perbankan, mengingat sebagai instrumen investasi, pasar obligasi pemerintah relatif cukup cair dan aktif.

"Karena itu saya mengharapkan teman-teman perbankan, dalam menghadapi tahun 2026, kita tetap optimis, yes, itu perlu, tetapi juga dengan kewaspadaan tinggi menghadapi risiko-risiko ini. Optimist, but with cautiousness," pungkas Ryan.

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional