Menyemai Program Memetik Lapangan Kerja (1)

Setahun pemerintahan Prabowo Subianto, tingkat pengangguran berkurang tipis. Berkat berbagai program penyediaan lapangan kerja. 

Menyemai Program Memetik Lapangan Kerja (1)
Petugas mengendarai sepeda motor saat mendistribusikan makanan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) hasil olahan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Samiigaluh di Pegunungan Menoreh, Samigaluh, Kulon Progo, D.I Yogyakarta, Rabu (3/12/2025). Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko.
Daftar Isi

Meski hanya seorang yang sedang magang di bank pelat merah di salah satu kota di Kalimantan Selatan, Akhram Khatam selalu melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Ia juga sering berdiskusi dengan mentornya untuk menentukan tugas yang bisa dikerjakannya. 

“Mentor aku enggak mau kalau aku nganggur. Jadi aku harus terjun ke lapangan, ke mana-mana setiap pagi. Dia yang langsung mencarikan agenda, hari ini aku harus ngapain,” ungkapnya. 

Seorang peserta memperlihatkan kartu pengenal Program Magang Nasional saat masa orientasi hari kedua di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Dumai, Riau, Selasa (25/11/2025). Foto: Antara/Aswaddy Hamid.

Akhram yang baru saja lulus jadi Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Islam Yogyakarta ini memang beruntung bisa magang di perusahaan jasa keuangan. Sebagai fresh graduate ia memang sempat melancarkan berbagai lamaran kerja. Hingga ia mendengar adanya program magang nasional ini. 

“Ternyata dari Kementerian Tenaga Kerja buka magang untuk orang fresh graduate gitu. Aku melihat itu sebagai kesempatan, apalagi dari gajinya kan UMP. Jadi kayaknya bisa, nih, untuk mendapatkan pengalaman juga,” kata Akhram.

Akhram kemudian apply ke sejumlah perusahaan yang terdaftar dalam program pemerintah tersebut. Ia akhirnya berhasil diterima sebagai peserta magang batch pertama yang dimulai 20 Oktober 2025 lalu. Posisi yang ia tempati sekarang sebagai pekerja magang pun sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebelumnya.

“Aku posisinya sekarang tuh di sales, karena di Kemnaker itu kan kalau udah masukin jurusan dia langsung memfilter sesuai jurusan. Enggak bisa lintas jurusan, ya, biar semuanya dapat kesempatan yang sama,” jelasnya.

Program magang nasional menjadi salah satu upaya pemerintah untuk bisa menciptakan lapangan kerja yang memang sudah menjadi program Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Program ini diinisiasi Kementerian Ketenagakerjaan untuk menjembatani lulusan baru perguruan tinggi dengan dunia industri agar memberikan pengalaman kerja langsung selama 6 bulan. Program ini  bertujuan menekan pengangguran dan meningkatkan kompetensi SDM, dengan fasilitas uang saku setara upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan perlindungan BPJS, melalui platform Maganghub. 

Program ini dibuka dalam berbagai batch, melibatkan BUMN, swasta, hingga instansi pemerintah. Mencakup berbagai sektor strategis seperti pariwisata, kreatif, F&B, logistik, pertanian, dan publik. 

Bermacam program penurun pengangguran

Pemerintah saat ini tengah merealisasikan janji memperluas lapangan kerja melalui program paket ekonomi penyerapan tenaga kerja. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, Presiden menaruh perhatian terhadap sejumlah program strategis yang memiliki dampak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja. 

Selain program Magang Nasional, beberapa program utama pemerintah saat ini juga digadang-gadang menjadi mesin penciptaan lapangan kerja. Seperti, pembentukan 80.000 koperasi desa merah putih, yang diharapkan pemerintah berdasarkan hitungan diatas kertas, penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan bisa menyerap 681.000 dan targetnya sampai sejuta orang di bulan Desember. 

Selain itu, program kampung nelayan merah putih juga menjadi prioritas dengan target pembangunan 100 desa nelayan pada tahun 2025. Melalui program ini, penyerapan tenaga kerja diharapkan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah kampung nelayan.  

“Tahun ini targetnya 100 desa, diharapkan bisa menyerap 8.645 tenaga kerja. Jangka panjang 4.000 titik bisa menciptakan 200.000 lapangan kerja,” kata Airlangga. 

Demi menciptakan lapangan pekerjaan berlipat, pemerintah juga fokus ke sektor kelautan dengan revitalisasi tambak di kawasan Pantura di area seluas 200 hektare dan diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja hingga 168.000 pekerja. 

Di samping ketiga program tersebut, upaya modernisasi seribu kapal nelayan turut menjadi bagian penting dalam agenda pembahasan. “Ini diperkirakan bisa menciptakan 200.000 lapangan kerja baru,” ungkap Airlangga. . 

Tak hanya di sektor maritim, Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah juga mendorong program perkebunan rakyat melalui penanaman kembali 870.000 hektare lahan. “Diharapkan bisa membuka lapangan kerja lebih dari 1,6 juta dengan komoditas prioritas antara lain tebu, kakao, kelapa, kopi, mete, dan pala,” katanya. 

Lima sektor penyumbang penyerapan

Menurut Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan (Barenbang) Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, jika dilihat dari struktur pasar kerja, berdasarkan data ketenagakerjaan terbaru, setidaknya ada lima sektor utama masih menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja nasional. 

“Yang paling besar masih pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kemudian perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, penyediaan makanan dan minuman, serta konstruksi,” ujarnya.

Di sisi lain, beberapa sektor mencatat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi Antara lain, pertambangan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, transportasi dan pergudangan, serta konstruksi.

Namun Anwar mengingatkan, dominasi sektor pertanian tetap menyisakan persoalan mendasar karena sebagian besar pekerjanya berada di sektor informal. “Sekitar 40 juta orang bekerja di pertanian, dan mayoritas itu informal. Ini tantangan besar yang harus kita respon,” katanya.

Salah satu program yang digadang-gadang berpotensi besar adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). “Satu dapur SPPG bisa menyerap sekitar 40 sampai 50 tenaga kerja. Kalau berdiri 30.000 dapur saja, itu sudah 1,5 juta orang terserap,” ujarnya.

Namun ia mengakui masih ada kendala implementasi di lapangan yang membuat dampak program belum maksimal. Pemerintah berharap hambatan tersebut dapat diatasi agar serapan tenaga kerja meningkat pada tahun berikutnya.

Selain MBG, proyek-proyek besar dan industrialisasi juga diharapkan menciptakan efek berganda (multiplier effect). “Bukan hanya pekerjaan langsung di pabrik atau konstruksi, tapi juga pekerjaan tidak langsung, mulai dari transportasi, usaha makanan, penginapan, sampai jasa pendukung lainnya,” jelas Anwar.

Anwar mengakui regulasi ketenagakerjaan belum sepenuhnya mampu mengimbangi perubahan jenis pekerjaan. “Masih ada kekosongan aturan hukum untuk jenis-jenis pekerjaan baru berbasis digital. Isinya sudah mau diisi, tapi belum selesai,” katanya.

Ketiadaan regulasi ini berdampak pada kepastian kerja dan perlindungan sosial pekerja digital, terutama dalam hal jaminan sosial ketenagakerjaan.

Kebijakan lintas lembaga ciptakan resiliensi 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2025 tercatat sebesar 4,76%, angka tersebut menjadi yang terendah sejak krisis tahun 1998. Penciptaan lapangan kerja tergolong signifikan, dengan penambahan lapangan kerja sebanyak 3,59 juta orang. 

Indikator kualitas pekerjaan juga menunjukkan peningkatan dibandingkan Februari 2024. Proporsi pekerja penuh meningkat dari 65,6% menjadi 66,2%, sementara tingkat setengah pengangguran menurun dari 8,5% menjadi 8,0% dan proporsi pekerja paruh waktu ikut turun tipis dari angka 25,9% menjadi 25,8%.

Penciptaan lapangan kerja juga terjadi hampir di seluruh sektor ekonomi. Sektor dengan kontribusi terbesar dalam penciptaan lapangan kerja adalah  sektor perdagangan yaitu 980.000 orang, sektor pertanian 890.000 orang, serta sektor industri pengolahan 720.000 orang. 

Dalam sektor industri pengolahan yang tercatat sebagai sub sektor penyerap tenaga kerja terbanyak adalah subsektor industri alas kaki sebanyak 172.000 orang, industri makanan kecil dan sejenisnya 137.000 orang, serta industri komponen sepeda motor 117.000 orang.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyampaikan bahwa capaian ini mencerminkan kekuatan kolektif dari berbagai kebijakan ketenagakerjaan lintas kementerian dan lembaga. 

Menurutnya, di tengah berbagai tantangan ekonomi global, kondisi lapangan kerja Indonesia tetap tangguh. “Hal tersebut menunjukkan resiliensi atau kemampuan beradaptasi. sekaligus memberikan ruang pemerintah untuk memperkuat intervensi demi menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan lebih berkualitas,” ujar Menaker. 

Yassierli menegaskan, meski tren saat ini menunjukkan arah yang positif, tetapi tantangan ketidakpastian ekonomi global dan perang tarif tetap harus menjadi perhatian serius.

Oleh karena itu, Kemnaker akan terus memperkuat kerja sama antar kementerian dan lembaga, pelaku usaha, serikat pekerja, serikat buruh, dan berbagai mitra pembangunan untuk mendorong produktivitas, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan daya saing angkatan kerja nasional.

Menjaga pertumbuhan melihat momentum

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengakui, industri makanan dan minuman tumbuh cukup bagus. Pada kuartal III lalu pertumbuhannya 6,48%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional

Di sisi investasi, tren nya juga relatif positif. Penanaman modal dalam negeri (PMDN) meningkat tajam tahun ini, berbanding terbalik dengan penanaman modal asing (PMA) yang sedikit melambat. “Dan secara total, investasi di sektor ini masih lebih baik dibanding tahun lalu,” jelas  Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.

Aktivitas produksi di industri makanan dan minuman. (ANTARA/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)

Dari sisi angka, industri makanan dan minuman memang masih menjadi salah satu lokomotif sektor ketenagakerjaan. Namun, menurutnya, keberlanjutan sektor ini bergantung pada kemampuan Indonesia menyeimbangkan tiga hal: pengupahan yang adil, peningkatan produktivitas, dan perbaikan kompetensi tenaga kerja. Tanpa itu semua, pertumbuhan yang tampak kuat saat ini bisa kehilangan momentum.

Industri yang masih tumbuh dan mulai maraknya investasi di sektor ini membuat daya serap tenaga kerja di sektor makanan dan minuman tetap tinggi. Industri makanan-minuman yang dikenal padat karya, terutama pada perusahaan menengah dan kecil yang belum sepenuhnya menggunakan teknologi otomasi, saat ini mempekerjakan sekitar lima juta pekerja langsung.

Namun di sisi lain, kata Adhi, keberlanjutan penyerapan tenaga kerja sangat bergantung pada kebijakan pengupahan dan produktivitas. Di mana tantangan terbesar saat ini justru datang dari kenaikan upah minimum yang terus meningkat setiap tahun, tidak seperti negara-negara ASEAN lain yang cenderung stabil. 

Kondisi ini membuat biaya produksi di Indonesia semakin mahal, sementara produktivitas pekerja belum mampu mengimbangi. “Kita berharap pemerintah bisa mulai menerapkan sistem pengupahan berbasis produktivitas. Banyak negara sudah lakukan ini: Singapura, Malaysia, dan lainnya,” ujar Adhi.

Dengan pendekatan tersebut, pendapatan pekerja bisa meningkat lebih dari sekadar UMP, sementara biaya per unit produksi dapat ditekan karena produktivitas ikut naik. “Kalau produktivitas naik, perusahaan happy, karyawan happy, dan daya saing produk kita membaik,” tambahnya.

Perhatikan output dan kualitas pekerjaan

Nawawi Asmat, Kepala Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan, tren pengangguran memang menunjukkan perbaikan pasca-pandemi Covid-19. Setelah sempat melonjak pada 2021–2022 akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dua tahun terakhir tren tersebut mulai melandai. “Kalau kita lihat dari awal 2024, kasus-kasus PHK sudah mulai berkurang, sehingga tingkat pengangguran juga ikut menurun,” ujar Nawawi.

Namun, ia mengingatkan bahwa penurunan pengangguran tidak serta-merta berarti perbaikan kualitas kerja. Menurutnya, komposisi penyerapan tenaga kerja justru menunjukkan persoalan struktural yang belum terselesaikan. “Pengangguran memang turun, tapi daya serapnya itu masih didominasi sektor informal. Di situ kualitas ketenagakerjaan kita masih dipertanyakan,” katanya.

Sedangkan Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai, program-program unggulan pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat, memang mampu menciptakan lapangan kerja. Namun ia menggarisbawahi distingsi penting antara jumlah orang yang terlibat dengan jumlah pekerjaan yang benar-benar berkualitas.

Petugas menyiapkan sajian menu Makan Begizi Gratis (MBG) di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polda Kalimantan Tengah, Palangka Raya, Kamis (4/12/2025). Foto: Antara/Auliya Rahman.

“Potensi penyerapan kerjanya ada. Tapi banyak pekerjaan yang tercipta itu bersifat administratif, temporer, atau operasional harian,” jelasnya. Artinya, program memang menyerap tenaga kerja, tetapi tidak otomatis menghasilkan pekerjaan yang produktif atau berjangka panjang.

Ia mengingatkan bahwa klaim jumlah penyerapan besar sering kali menutupi realitas bahwa karakter pekerjaan tersebut masih rapuh dan tidak cukup kuat untuk membangun fondasi pasar tenaga kerja yang sehat.

Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang paling menentukan keberhasilan penciptaan lapangan kerja ke depan. Setidaknya ada tiga faktor utama bekerja saling menguatkan, yaitu  investasi yang produktif, kualitas SDM, dan ekosistem usaha yang mendukung.

“Investasi penting karena menjadi sumber permintaan tenaga kerja. Tapi tanpa kualitas SDM yang memadai, peluang kerja yang tercipta tidak akan mengangkat produktivitas atau upah,” terang Yusuf.

Andriko Otang, Akademisi Hukum Ketenagakerjaan di Fakultas Hukum Atmajaya, menilai beberapa program pemerintah saat ini juga kurang tepat jika kemudian dianggap sebagai alat yang bisa mengurangi pengangguran. Seperti program magang nasional, seharusnya tidak boleh dihitung sebagai penciptaan lapangan kerja. 

“Magang itu bagian dari pendidikan, bukan indikator pertumbuhan tenaga kerja,” katanya. Banyak program magang tidak memiliki modul, mentor, atau pengawasan. “Perusahaan yang mengendalikan semuanya. Posisi anak magang jadi sangat rentan,” tegasnya. 

Sedangkan klaim pemerintah dengan banyaknya lapangan kerja baru, hingga 1,5 juta lapangan kerja melalui juru masak, tenaga distribusi, hingga pengadaan bahan berkat adanya MBG, menurut Andriko, serapan tersebut bersifat padat karya, berlevel keterampilan rendah, dan belum tentu menciptakan pekerjaan baru. “UMKM yang direkrut sebagai dapur MBG itu sebenarnya sudah ada. Jadi sering kali ini hanya shifting tenaga kerja, bukan menciptakan pekerjaan baru,” ujarnya.

Hal yang sama terjadi di Koperasi Merah Putih maupun sekolah rakyat yang merekrut tenaga dari asosiasi atau guru honorer yang sudah lama bekerja. “Tenaga honorer itu bukan baru, hanya diperpanjang atau direkrut ulang. Jadi tidak menambah jumlah tenaga honorer atau meningkatkan kualitas kontraknya,” tegasnya.

Karena itu, klaim penciptaan lapangan kerja dari program-program tersebut sifatnya masih spekulatif. Menurut Andriko, indikator yang benar, apakah jumlah penduduk bekerja meningkat, apakah pekerja penuh waktu bertambah, dan apakah lapangan kerja formal tumbuh.

Mukhlison, Dian Amalia, dan Gema Dzikri

SPONSORED

Cipta Kerja dari Bank Emas 

Upaya menciptakan lapangan kerja juga tak hanya dilakukan melalui sektor-sektor padat karya. Sektor yang bergerak di padat modal juga diupayakan untuk bisa memberikan dampak penyerapan tenaga kerja. 

Seperti pembentukan bank emas atau bullion bank pada Februari lalu, yang dipelopori oleh PT Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI), selain untuk mengelola dan memperdagangkan logam mulia secara terintegrasi, mulai dari simpanan, pembiayaan, hingga perdagangan emas baik secara maupun digital, juga diharapkan ada dampak pembukaan lapangan kerja baru di sektor ini. 

Bank Emas dibentuk untuk memperkuat ekosistem perdagangan emas, meningkatkan penghiliran, serta memperluas akses pembiayaan industri emas nasional. Hal ini telah sesuai dengan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dan Peraturan OJK No. 17 tahun 2024.

“Dari sisi ekonomi, bank emas berpotensi meningkatkan PDB Indonesia sebesar Rp245 triliun, serta berpotensi menciptakan sekitar 800 ribu lapangan kerja," kata Menteri BUMN Erick Thohir.

Dampak penciptaan lapangan pekerjaan dari industri bank emas ini memang luas. Misalnya dari upaya mengolah emas di dalam negeri atau hilirisasi, bank emas meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja di smelter, pabrik, serta industri terkait. 

Di sisi lain, kegiatan produksi emas juga bisa menggairahkan sektor logistik, dimana adanya efisiensi logistik dan produksi emas nasional akan membuka peluang kerja di bidang pengolahan dan distribusi. Seperti petugas pengamanan emas, spesialis transportasi emas, dan vault keeper.

Sementara PT Pegadaian, sebagai salah satu institusi yang bergerak dalam layanan bank emas, akan menjadi hub bagi pengusaha emas, membuka jalur pembiayaan dan menciptakan peluang bagi UMKM di sektor ini. Layanan keuangan emas juga mendorong penambahan layanan seperti ATM Emas yang diinisiasi Bank Syariah Indonesia, memperluas jaringan dan membutuhkan tenaga profesional seperti penaksir emas, juga agen keuangan emas.

Beberapa jenis pekerjaan yang bisa dipicu dari subsektor ini seperti analis keuangan, manajer produk emas, teller, staf kepatuhan (compliance), dan spesialis teknologi untuk layanan digital bank emas. 

Sedangkan di sektor industri hilir akan menggairahkan usaha eceran perdagangan emas, dan toko perhiasan yang juga akan dimudahkan dalam mendapatkan pembiayaan dan akses pasar.

Belum lagi di sektor jasa pendukung akan ada lapangan pekerjaan baru seperti penyedia jasa layanan sertifikasi emas, auditor, dan penyedia jasa jaminan kredit swasta. 

Di sisi lain, transaksi memakai emas di bank emas, akan memudahkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk menabung dan berinvestasi emas, dan ujungnya menciptakan kebutuhan layanan baru yang menambah lapangan kerja baru. 

Hingga Oktober 2025, PT Pegadaian yang menjadi pioner layanan bullion bank ini, berhasil menghimpun 129 ton emas. Sedangkan Bank BSI mengalami peningkatan signifikan pada bisnis bullion bank, sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mengintegrasikan ekosistem emas dari hulu ke hilir. 

Nantinya, untuk bank umum akan diperbolehkan untuk melakukan usaha bullion jika memiliki modal inti paling sedikit Rp14 triliun. Bank umum yang memiliki modal inti sesuai ketentuan juga diperkenankan untuk melakukan usaha bullion melalui unit usaha syariah (UUS).

MS Widodo