Perundingan dan pembahasan Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang diselenggarakan pada ASEAN Economic Community Council (AECC) di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (24/10/2025) menyepakati kesepakatan substansial pada perundingan ASEAN DEFA putaran ke-14. Apabila telah resmi disepakati, akan ada peluang besar pasar tunggal ekonomi digital di kawasan ASEAN yang bisa dimanfaatkan oleh para pengusaha Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia berkomitmen untuk memperkuat arah baru integrasi dan mendorong transformasi digital untuk pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN. Sejumlah upaya pun dilakukan dan dibahas secara mendalam bersama dengan negara-negara lain di ASEAN untuk memperkuat kerja sama ekonomi.
Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada acara The 2nd Special ASEAN Economic Community Council (AECC) Meeting on ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (24/10/2025).
Sejak diluncurkan pada 3 September 2023, perundingan DEFA telah melalui empat belas putaran pembahasan intensif, yang difasilitasi oleh Thailand sebagai Ketua Komite Perunding (Negotiating Committee) untuk DEFA, dengan kontribusi aktif seluruh negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia.
DEFA merupakan inisiatif utama di bawah Bandar Seri Begawan Roadmap (BSBR), yang diadopsi pada tahun 2021 sebagai agenda transformasi digital ASEAN untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19.
DEFA mencakup sejumlah ketentuan strategis yang mencerminkan pendekatan maju ASEAN terhadap ekonomi digital, antara lain:
- Arus data lintas batas (Cross-Border Data Flows);
- Pembayaran elektronik (Electronic Payments);
- Perlindungan data pribadi (Personal Data Protection);
- Identitas digital (Digital Identities);
- Mobilitas talenta digital (Talent Mobility Cooperation);
- Kerja sama di bidang teknologi baru seperti Kecerdasan Artifisial (AI);
- Kebijakan persaingan usaha (Competition Policy);
- Keamanan daring dan siber (Online Safety & Cybersecurity)
- Perlindungan kode sumber (Source Code Protection).
Melalui kerja sama ini, ASEAN berkomitmen untuk memperdalam integrasi digital lintas negara, memperkuat daya saing ekonomi kawasan, dan memastikan manfaat digitalisasi dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat.
Manfaat DEFA bagi Indonesia dan Kawasan DEFA diperkirakan akan memberikan kontribusi hingga USD 366 Miliar terhadap PDB ASEAN pada tahun 2030, yang setara dengan sekitar 40% dari total potensi ekonomi digital di kawasan tersebut.
Bagi Indonesia, perjanjian ini sejalan dengan pelaksanaan Strategi Nasional Ekonomi Digital 2030, yang mencakup penguatan infrastruktur digital seperti jaringan 5G dan pusat data, pengembangan sumber daya manusia di bidang digital, transformasi UMKM, serta penguatan regulasi keamanan siber.
Melalui DEFA, Indonesia dapat memperluas akses pasar bagi pelaku UMKM, menarik lebih banyak investasi di sektor teknologi tinggi, memperkuat kedaulatan data nasional, dan membangun ekosistem digital yang inklusif serta berdaya saing.
Kesepakatan substansial ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan transformasi digital ASEAN, menegaskan komitmen bersama untuk mempercepat integrasi ekonomi digital yang inklusif, aman, dan berkelanjutan.
Pertemuan AECC ke-26 ini secara strategis membahas rencana strategis kerja sama ekonomi ASEAN dalam waktu lima tahun ke depan.
“Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi ASEAN untuk menuntaskan pelaksanaan cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC Blueprint) 2025, yang diproyeksikan dapat mencapai 87% pada akhir 2025, serta untuk menyiapkan langkah strategis menuju Rencana Strategis AEC 2026-20230 sebagai panduan utama arah kerja sama ekonomi di kawasan ASEAN pasca-2025,” kata Airlangga melalui keterangan resminya.
Indonesia pun menyatakan dukungannya dalam pengesahan Consolidated List of Activities dan Key Outcome Indicators (KOIs) yang akan menjadi panduan implementasi kerja sama ASEAN menuju ASEAN 2045 "Our Shared Future".
Melalui DEFA, diharapkan akan membentuk ekosistem digital yang modern dan terintegrasi di kawasan ASEAN untuk pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan transformasi digital ASEAN, yang merupakan komitmen bersama untuk mempercepat integrasi ekonomi digital yang inklusif, aman, dan berkelanjutan.
"Transformasi digital harus menjadi sarana untuk memperluas ekonomi, memperkuat konektivitas kawasan, dan memastikan manfaatnya dirasakan secara inklusif oleh seluruh masyarakat ASEAN," ujarnya.
DEFA sejak diluncurkan pada tahun 2023 lalu kini mencakup sejumlah ketentuan strategis mulai dari arus data lintas batas, pembayaran elektronik, perlindungan data pribadi, identitas digital, mobilitas talenta digital, kerja sama di bidang artificial intelligence, kebijakan persaingan usaha, keamanan daring, hingga perlindungan kode sumber.
Baca juga:

Indonesia melalui DEFA ini mampu memperluas akses pasar untuk para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) demi menarik investor, serta memperkuat daya saing ekosistem digital.
"Indonesia menyoroti pentingnya transformasi digital sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi baru di kawasan ASEAN. Indonesia menyambut baik kemajuan ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang telah mencapai kesimpulan substansial, serta capaian pelaksanaan Bandar Seri Begawan Roadmap (BSBR) dengan tingkat penyelesaian 92%, termasuk pada konektivitas pembayaran lintas batas, sistem ASEAN Single Window, dan peningkatan kapasitas UMKM digital," jelas Airlangga.
Sebagai informasi, Economic Performance and Outlook di kawasan ASEAN di tahun 2024 pada perdagangan barang mencapai hingga USD 3,8 triliun atau mengalami kenaikan hingga 8,9%, yang mana jauh lebih tinggi daripada kenaikan global sebesar 2,1%. Sementara untuk Foreign Direct Investment (FDI) pada tahun yang sama mencatat kenaikan sebesar 8,5% atau setara dengan USD 226 miliar, yang mana lebih tinggi dari kenaikan global FDI sebesar 4,0%.
Integrasi ekonomi digital ASEAN
Kepala Badan Ekosistem Digital Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Firlie Ganinduto, menambahkan Indonesia sendiri telah menunjukkan komitmen yang konsisten untuk memperkuat integrasi ekonomi digital ASEAN. Namun, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh dunia usaha Indonesia dalam mempercepat transformasi digital.
Tantangan utama tersebut bersifat struktural, mulai dari standar tata kelolanya, keterbukaan informasi, siklus pendanaan, pergeseran minat investor ke model B2B dengan unit economics yang kuat, kesiapan talenta, hingga keamanan siber.
"Ringkasnya, investor kini tidak hanya melihat ide atau pertumbuhan, tapi juga seberapa rapi dan terpercaya perusahaan dijalankan," kata Firlie, Minggu (26/10/2025).
Maka dari itu, pihak Kadin juga tengah mendorong penguatan kualitas melalui berbagai upaya yang telah dilakukan agar perusahaan rintisan Indonesia bisa menarik investor dan memiliki daya saing.
Kadin melihat bahwa Indonesia memiliki potensi investasi digital yang sangat besar, dibanding dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Peluang dari regional market access, forum co-investment dan deal-sharing dengan venture capital, serta regulatory sandbox perlu dimanfaatkan dengan baik.
"Fokusnya, memperbesar nilai deal Indonesia sambil menjaga integritas dan akuntabilitas," tegasnya.
Kemajuan infrastruktur digital di ASEAN khususnya Indonesia juga dinilai sudah terlihat secara nyata, meskipun belum merata. Permasalahan soal pemerataan ini harus segera diselesaikan, terutama pada konektivitas dan komputasi yang terjangkau, framework dan interoperabilitas, hingga penguatan talenta dan keamanan siber.
"Transformasi digital terbukti mendongkrak produktivitas lintas sektor seperti manufaktur, agribisnis, jasa keuangan dan pembayaran, kesehatan, serta energi dan lingkungan melalui otomasi, analitik operasional, efisiensi energi, penurunan cacat produksi, dan peningkatan mutu layanan," ucap Firlie.
Tahun 2025 ini dilihat sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas ekosistem, bukan hanya sekadar menambah jumlah inisiatif. Maka dari itu, Firlie menegaskan bahwa Kadin siap menjadi mitra pemerintah untuk membantu memperluas kolaborasi lintas negara.
"Fokus Kadin adalah membantu pelaku usaha mengejar kualitas dan skala transaksi melalui advokasi standardisasi praktik terbaik seperti term sheet dan disclosureI, fasilitasi akses pasar regional serta deal sharing dengan VS dan LP kawasan, dan dukungan pemanfaatan regulatory sandbox untuk model bisnis baru," lanjutnya.
Baca juga:

Di satu sisi, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, Indonesia meskipun menjadi salah satu negara dengan kekuatan digital yang besar di kawasan ASEAN, masih mengincar pasar domestik dalam hal pangsa pasar.
"Maka kita tidak perlu muluk-muluk dulu produk kita bisa ekspor, tapi fokus ke pasar domestik juga sangat penting. Makanya kebijakannya berfokus kepada pasar dalam negeri yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh produsen lokal kita," ucap Huda, Minggu (26/10/2025).
Huda juga menyoroti tantangan terkait dengan ketimpangan yang terjadi di Indonesia dan juga negara-negara lain di ASEAN, yang masih tertinggal secara infrastruktur digital ataupun dari sisi regulasi.
"Masih banyak negara di ASEAN yang masih ketinggalan secara infrastruktur digital, termasuk Indonesia di mana masih banyak terdapat blind spot internet," ungkapnya.
Kesenjangan juga terjadi dalam hal regulasi, khususnya menurut Huda yang terkait dengan iklim bisnis digital dan juga perlindungan konsumen.
"Regulasi terkait dengan perlindungan data pribadi misalkan, hanya 5 negara di ASEAN yang memiliki regulasi perlindungan data pribadi. Akibatnya, perkembangan ekonomi digital bisa timpang," tutupnya.