Masuk Tahap Teknis, Indonesia Siap Jadi Anggota OECD 2027

Indonesia tengah memasuki tahapan tinjauan teknis (technical review) yang merupakan salah satu proses aksesi untuk menjadi anggota penuh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Masuk Tahap Teknis, Indonesia Siap Jadi Anggota OECD 2027
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers terkait progres keanggotaan penuh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) di kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, Kamis (11/12/2025). (SUAR/ Ridho Syukra)

Indonesia tengah memasuki tahapan tinjauan teknis (technical review) yang merupakan salah satu proses aksesi untuk menjadi anggota penuh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tahapan tinjauan teknis merupakan proses krusial untuk menguji keselarasan kebijakan nasional dengan standar negara-negara maju, dengan target penyelesaian pada 2027.

Tim Delegasi OECD yang diwakili oleh Deputy Secretary General OECD Frantisek Ruzicka melakukan kunjungan ke RI pada Kamis (11/12) untuk memantau langsung proses percepatan aksesi tersebut.

“Indonesia melakukan update terhadap technical review, dan hingga saat ini bidang yang ditinjau adalah lingkungan, perdagangan dan ekonomi digital. Kita berupaya agar rampung 2027,” ujar Airlangga saat ditemui di kantornya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta (11/12).

Hubungan Indonesia dan OECD telah dimulai sejak tahun 2007 pada saat menjadi  menjadi mitra kunci OECD. Hal ini kemudian diperkuat dengan intensi Indonesia menjadi anggota penuh OECD melalui surat yang dilayangkan pada bulan Juli 2023. 

Status Indonesia kemudian berubah menjadi negara kandidat aksesi semenjak bulan Maret 2024. Indonesia adalah negara Asia Tenggara pertama yang memulai proses aksesi ke OECD yang berbasis di Paris itu, kemudian disusul oleh Thailand beberapa bulan berikutnya di tahun yang sama.

Target keanggotaan Indonesia dalam OECD telah menjadi amanat Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

Selain itu, Presiden Prabowo Subianto juga telah menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 Tahun 2025, yang menyesuaikan kementerian terkait dengan aksesi OECD.

Ia memastikan bahwa progres aksesi Indonesia sangat visible, dan prioritas yang ditetapkan juga cocok, yang mana telah sesuai dengan apa yang disebutkan oleh OECD.

“Di tengah ketidakpastian global, keanggotaan Indonesia di OECD diharapkan dapat menavigasi ketidakpastian atau kondisi multipolarisme global,” ujar dia.

Dari sisi perdagangan, meskipun berbagai perang dagang masih terjadi, Indonesia dengan berbagai keanggotaan di ranah internasional termasuk Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), sangat diapresiasi termasuk oleh negara-negara lain.

Apresiasi Indonesia

Deputy Secretary General Frantisek Ruzicka menyampaikan apresiasi terhadap Indonesia. Pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai salah satu yang paling konstruktif.

“Kepercayaan publik Indonesia terhadap institusi sangat tinggi dan saya menghargai setiap upaya yang dilakukan Indonesia untuk menjadi anggota penuh OECD,” ujar dia.

Ruzicka menegaskan peluang Indonesia bergabung pada 2027 tetap besar selama reformasi berjalan konsisten.

Ia juga menilai Indonesia sebagai negara yang selalu mendorong kerja sama multilateral.

Minat Indonesia bergabung dengan kelompok OECD, yang sebagian besar terdiri dari negara-negara kaya, mencerminkan ambisinya untuk menjadi negara maju pada 2045, namun Indonesia harus mengatasi banyak tantangan dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh proses aksesi, kata para analis.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan beberapa kelemahan terhadap aksesi OECD terhadap Indonesia antara lain potensi hilangnya subsidi bunga utang dan hibah yang selama ini diterima.

"Hibah yang diterima Indonesia bisa hilang karena OECD cenderung lebih fokus pada negara maju atau standar yang lebih ketat," kata dia kepada SUAR di Jakarta, Kamis (11/12).

Selain itu, ujar dia, kewajiban transisi ke energi bersih yang ketat dari OECD akan sangat mahal dan bisa membebani industri manufaktur Indonesia yang masih bergantung pada energi fosil, memperlambat pertumbuhan ekonomi.

"Negara maju anggota OECD sering menerapkan hambatan non-tarif (seperti standar lingkungan atau teknologi tinggi) yang bisa menyulitkan ekspor produk Indonesia," kata dia.

Pemerintah Indonesia melihat keanggotaan OECD sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi, menarik investasi berkualitas dan mempercepat transformasi struktural.

"Kekhawatiran bahwa kepentingan Indonesia sebagai negara berkembang tidak akan menjadi prioritas utama, karena mayoritas anggota adalah negara maju," ujar dia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers terkait progres keanggotaan penuh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) di kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, Kamis (11/12/2025). (SUAR/ Ridho Syukra)

Tingkatkan Daya Saing Ekonomi

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Tekstil Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengatakan  keuntungan utama Indonesia menjadi anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) adalah peningkatan daya saing ekonomi, akses pasar yang lebih luas, peningkatan kepercayaan investor asing (FDI), dan bantuan perumusan kebijakan yang lebih baik untuk menghindari middle income trap, dengan mendapatkan akses ke best practices dan standar internasional di berbagai.

“Banyak sekali manfaat yang diperoleh Indonesia jika menjadi anggota penuh OECD, semoga bisa dipercepat,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (11/12).

Reputasi Indonesia dianggap lebih stabil, transparan, dan memenuhi standar internasional jika menjadi anggota OECD.

Dan yang tak kalah penting, Indonesia bisa memperkuat posisi tawar dalam perjanjian perdagangan internasional.