Mengenakan batik dengan paduan tiga corak warna, biru, emas, dan hitam, Rusmini "Minie" Sudjarwo, 51 tahun, mantap melangkah ke panggung auditorium Kementerian Perdagangan.
Siang itu, wanita berambut merah itu menjadi salah satu peserta tiga besar terbaik dari UMKM yang diseleksi pihak Kementerian Perdagangan untuk program Penguatan Branding dan Kemasan bagi UMKM Produk Pangan.
Lewat merek MiniesQ, wanita yang tadinya berprofesi sebagai binaragawati itu kini berdiri di panggung sebagai pengusaha healthy cookies. MiniesQ kemudian mulai ditempatkan di rak-rak ritel supermarket.
“Apresiasi ini bukan hanya untuk diri saya, tapi untuk seluruh UMKM yang bisa membawa brand-nya naik kelas dan dipercaya masyarakat,” ujarnya kepada tim SUAR, ditemui usai acara Program Penguatan Branding dan Kemasan bagi UMKM Produk Pangan di Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Program ini memfasilitasi UMKM melalui pelatihan penjenamaan (branding) dan peningkatan kualitas kemasan produk pangan.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, upaya ini akan memperkuat daya saing produk pangan untuk memperbesar peluang memenangkan persaingan pasar domestik dan global.
“Pasar dalam negeri kita sangat besar, pasar ekspor juga terbuka luas. Melalui program ini, produk pangan UMKM tidak hanya siap masuk ke ritel modern dalam negeri, tetapi juga lebih berdaya saing di pasar ekspor,” ujar Budi dalam sambutannya.
Saat ini, ujar dia, lebih dari 80% produk yang dipasarkan di ritel modern adalah produk lokal. Ini menandakan naiknya permintaan konsumen yang semakin mempercayai produk lokal.
“Di banyak negara seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang, kemasan menjadi salah satu faktor utama keputusan konsumen. Produk berkualitas harus ditunjang kemasan yang menarik agar dipercaya pasar,” ujar dia.
Dari keikutsertaan program tersebut, sejak tahun lalu, beberapa UMKM telah berhasil masuk ke Hero Supermarket, toko oleh-oleh di Bandara Soekarno Hatta, serta berbagai gerai ritel modern lainnya.
Budi mengklaim, dalam program Kementerian lainnya UMKM Bisa Ekspor telah mencatatkan transaksi sebesar USD 90,04 juta atau setara Rp 1,4 triliun pada Januari–Juli 2025.
Jalan terjal
Perjalanan Minie Sudjarwo dalam menciptakan kue sehat ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Sejalan dengan motto hidup sehatnya, ia menciptakan kue kering sehat agar bermanfaat untuk masyarakat.
“Mau masukin produk ke Hypermart atau Hero saja setengah mati,” kenangnya seraya menyebut sangat sulit memperluas market di pasar ritel.
Salah satu penyebabnya adalah, ujar dia, karena kemasan yang terlalu sederhana sehingga tidak meyakinkan bagi customer.
"Dengan bimbingan yang tepat mereka mulai menyusun narasi produk yang kuat, menata ulang tampilan produk, hingga membangun hubungan yang lebih erat dengan konsumen," ujar dia.
Berkat program ini, MiniesQ kini sudah hadir di 15 pasar modern, pusat oleh-oleh, hingga 90-an pusat kebugaran. Branding yang lebih kuat, menurut dia, membuat produknya lebih mudah diterima pasar, bahkan mendorong omzetnya naik dua kali lipat.
Kala itu, auditorium Kementerian Perdagangan dipenuhi deretan produk UMKM yang tampil dengan wajah baru.
Kemasan berwarna cerah, logo yang tegas, hingga desain modern membuat kudapan rumahan itu tak kalah dengan produk korporasi besar. Di balik tampilan segar tersebut ada program pelatihan branding yang merangkul ratusan pelaku usaha kecil dari berbagai daerah.
Kisah serupa datang dari Santi Krisantina Hakim, 54 tahun, pemilik brand Wizz yang juga menyabet posisi 3 besar. Dari dapur rumahnya, ia mengembangkan aneka produk olahan pangan, mulai dari abon ayam hingga abon ikan.
Santi mengaku program Kemendag memberinya wawasan lebih luas tentang pentingnya identitas merek. “Yang kelihatan sekarang kan cuma kemasan, padahal itu hanya salah satu output. Kami juga diberi ilmu tentang kekuatan brand, warna, sampai brand book,” ujar dia.
Sebelum dikenal dengan merek Wizz, ia telah mencoba berbagai merek berbeda untuk produknya, seperti Wizz Sausage, Wizz Food, hingga Wizz Bites. Namun sejak mendapat pembinaan, ia sadar kalau produknya hanya butuh satu kata untuk menyeragamkan.
Kini, produk-produk Wizz tampil konsisten di pasar modern, sehingga lebih mudah dikenali konsumen.
“Kalau di retail market, brand ini bisa bicara sendiri. Orang sudah tahu, oh, ini abon ayam Wizz, oh, ini abon ikan Wizz, tanpa saya harus jelaskan lagi,” kata Santi.
Dengan konsistensi branding, produk Wizz bahkan sudah menembus pasar internasional. Abon buatannya dipasarkan ke Hong Kong dan Malaysia.
“Yang bagus dari program ini adalah keberlanjutannya. Bukan cuma soal kemasan, tapi juga sampai ke pasar ekspor,” ujarnya penuh antusias.
Perkuat daya saing
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim, menjelaskan bahwa program penguatan branding dan kemasan ini merupakan komitmen Kemendag untuk memperkuat daya saing produk pangan lokal.
“UMKM tidak hanya dituntut menghasilkan produk berkualitas, tetapi juga mampu membangun narasi dan identitas merek yang kuat. Branding adalah pintu masuk untuk memenangkan pasar domestik maupun global,” katanya.
Program tahun ini diikuti oleh 765 UMKM dari Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, hingga Bintaro.
Setelah melewati tahap kurasi, sebanyak 300 UMKM mendapatkan pelatihan intensif tentang brand proposition, brand character, brand communication, hingga teknik desain kemasan dan promosi.
Dari jumlah itu, 15 UMKM terpilih akan mendapatkan pendampingan lanjutan berupa penerbitan branding book, strategi pemasaran, serta fasilitasi masuk ke jaringan ritel modern dan pameran dagang.
Isy menekankan bahwa keberhasilan UMKM bukan hanya soal bertahan, tetapi juga tentang naik kelas.
“Kami ingin UMKM tidak hanya berjualan di pasar tradisional atau bazar, melainkan hadir di rak-rak supermarket besar, bahkan bisa diekspor,” tambahnya.
Hasilnya, beberapa UMKM binaan berhasil menembus rak Hero Supermarket, Hypermart, hingga ditemui di toko oleh-oleh Bandara Soekarno-Hatta.
Untuk memberi gambaran nyata, panitia menghadirkan tiga UMKM alumni yang kini naik kelas. Ada Rusmini "Minie" Sudjarwo dengan merek MiniesQ, cookies berbasis whey protein yang memposisikan diri sebagai camilan sehat.
Ada juga Santi Krisantina Hakim, pemilik merek Wizz dengan produk abon ayam sehat. Lalu Mimin Casmiaty, penggagas merek Peyek Den Bagus yang mengangkat rempeyek premium sebagai “camilan bangsawan”.
Ketiganya menerima penghargaan langsung dari Sekretaris Jenderal Kemendag. Kisah mereka menjadi bukti bahwa UMKM lokal bisa bersaing di kelas premium bila dikemas dengan strategi branding yang tepat.
Di sisi lain, Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, turut menegaskan ritel modern siap mendukung UMKM lokal. Menurutnya, kemasan produk pangan lokal kini jauh lebih baik dibanding lima tahun lalu.
“Kategori baru seperti snack lokal semakin diminati konsumen. Ini peluang besar bagi ritel modern untuk menambah variasi produk sekaligus memperkuat pasokan dari dalam negeri,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa jaringan ritel modern Indonesia yang memiliki cabang di luar negeri, seperti di Malaysia, Vietnam, hingga Korea. Cabang-cabang itu dapat menjadi pintu masuk ekspor.
“Artinya, UMKM kita bukan hanya punya pasar domestik, tapi juga bisa langsung diuji di pasar luar negeri,” ujarnya.