Pepatah sedikit demi sedikit lama kelamaan jadi bukit ternyata ada benarnya di dalam kisah Nurchaeti, 46 tahun. Mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini berhasil mendirikan perusahaan laundry kiloan dan menjadi distributor makanan berkat literasi keuangan yang diterapkannya selama bekerja di luar negeri.
Membagikan kisahnya di hadapan ribuan calon PMI, Nurchaeti mengungkapkan dia terpaksa bekerja ke luar negeri karena terlilit utang dalam jumlah besar.
Saat itu, tahun 2010, pilihan berat itu dia pilih dengan konsekuensi meninggalkan dua anak, masing-masing berumur 6 bulan dan 3 tahun.
Selama satu tahun, Nurchaeti bekerja di Malaysia, sementara 3 tahun berikutnya, dia bekerja di Singapura. Selama bekerja di luar negeri, Nuchaeti mengaku seringkali menahan keinginan untuk belanja di luar kebutuhannya, serta rajin menabung hasil kerjanya di luar negeri.
Kembali ke Indonesia, Nurchaeti tidak lantas berpangku tangan. Dengan hasil tabungan selama bekerja yang dia percayakan kepada mendiang ibunya, Nurchaeti mendirikan usaha awal laundry kiloan pada 6 Februari 2014, dan membesarkan bisnisnya secara perlahan-lahan.
Usaha memang tidak mengkhianati hasil, bisnis tersebut bertumbuh dan membuka lapangan kerja. Tak hanya bisa membayar utang nya dalam jumlah besar, kini Nurchaeti berhasil memperlebar portofolio bisnisnya ke produsen serta distributor makanan dan minuman.
Dengan merek dagang NN Laundry, J.Pas Resto, serta TKI Shop dari PT. BFF Royanfood Indonesia, produk Nurchaeti bisa mengekspor ke 15 negara di berbagai benua seperti Asia, Eropa dan Uni Emirat Arab.
"Alhamdulillah, kami sudah mengajarkan lebih dari 1.500 purna PMI untuk memiliki usaha sendiri, bekerja sama dengan salah satu BUMN. Produk-produk usaha kami sudah diekspor ke 15 negara, dan memberdayakan 200 pekerja. Distributor kami ada di Eropa, Asia, dan terakhir ini Arab Saudi," kisah Nurchaeti diiringi gemuruh tepuk tangan.
Kunci utama yang Nurchaeti rasakan amat penting untuk dipahami PMI adalah disiplin dalam membagi hasil pendapatan untuk biaya hidup dan tabungan, di samping keinginan pribadi dan kebutuhan rekreasi.
Dalam pengalamannya, Nurchaeti membagi tabungannya dalam biaya hidup, tabungan uang tunai, dan tabungan emas di Pegadaian. Sisa kecukupan baru dia gunakan untuk kebutuhan lain.
Selain skala prioritas, Nurchaeti menyatakan anggota keluarga yang terpercaya adalah faktor utama agar uang yang diperoleh dari kerja keras tidak sia-sia.
Untuk itu, di samping melibatkan keluarga dalam merencanakan masa depan, dia mengajak agar PMI tidak ragu-ragu memberikan edukasi praktis kepada keluarga tentang perlunya back up income dan memiliki pola pikir kewirausahaan.
"Saya percaya, di dalam diri setiap kita ada bintang. Ayo, buat bintang dalam diri kita bersinar. Jangan takut bersusah-susah dulu, karena ada bintang di dalam diri kita yang akan bersinar, untuk diri kita sendiri dan untuk masa depan keluarga kita," pungkasnya.
Buku saku
Kisah Nurchaeti menjadi contoh pentingnya literasi keuangan dalam kehidupan pekerja migran dimana mereka dapat mengelola penghasilan mereka yang diperoleh di luar negeri secara efektif dan bijaksana, demi meningkatkan kesejahteraan finansial diri sendiri dan keluarga.
Amanat tersebut menggema dalam rangkaian acara peluncuran Buku Saku Literasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia dan Keluarga yang diselenggarakan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia di Jakarta, Senin (10/11/2025).
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala BP2MI Mukhtarudin menyatakan, buku saku yang diluncurkan bertepatan pada Hari Pahlawan tersebut sebagai persembahan negara untuk para pejuang devisa, sebagai panduan agar PMI lebih bijak dalam menggunakan dan mengelola keuangan mereka.
"Tidak jarang, rekening milik PMI dipakai untuk penipuan atau tindak kejahatan lain yang membuat mereka berurusan dengan hukum di negara penempatan. Karena itu, saya sudah amanatkan kepada Direktur Jenderal Penempatan KP2MI agar kegiatan ini dibuat masif di kantung-kantung PMI, seperti Jawa Barat, Bali, dan NTB, setidaknya sebelum pekerja itu berangkat," ucap Mukhtarudin.
Mantan anggota Komisi VII DPR-RI Fraksi Golkar itu menyatakan, selain akibat ketidaktahuan dan ketidakpahaman PMI mengenai layanan keuangan yang berhak mereka peroleh, persepsi keliru bahwa pekerja migran memiliki penghasilan di atas rata-rata merupakan salah satu celah para pelaku kejahatan untuk menguras hasil jerih-payah PMI di negara penempatan.
Saat ini, KP2MI sedang menyusun grand design ekosistem pekerja migran yang terintegrasi, agar pengelolaan migran dari hulu ke hilir, termasuk pengelolaan keuangan PMI. Mengutip data Bank Indonesia, Mukhtarudin mencatat bahwa dari Rp253,9 triliun arus remitansi pada 2024 dan Rp136 triliun remitansi hingga Kuartal-II 2025, sekitar 70% digunakan untuk kebutuhan konsumtif dan pembayaran utang.
"Literasi keuangan menjadi penting untuk mewujudkan kesejahteraan PMI beserta keluarga. Jangan sampai sesudah purna karya, malah mendaftar jadi PMI lagi, atau lebih buruk, pulang-pulang malah jadi pengangguran karena uangnya habis dipakai foya-foya," tukasnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menegaskan, literasi keuangan PMI yang menyumbang hingga 1% PDB nasional menjadi tanggung jawab semua pihak, terutama sektor perbankan yang menerima dan menyalurkan remitansi.
Dengan menimbang besarnya kontribusi remitansi PMI dan kerawanan terhadap kejahatan finansial tersebut, OJK telah menetapkan PMI sebagai 1 dari 10 segmen prioritas pengguna jasa keuangan yang berhak mendapatkan pelatihan, pendampingan, dan edukasi secara intensif, khususnya dalam hal keamanan data pribadi dan manajemen keuangan.
"Setiap rupiah yang Anda peroleh dihasilkan dengan keringat dan air mata, maka pikirkanlah 1.000 kali sebelum keluar. OJK berkomitmen terus meningkatkan pemberdayaan PMI sebagai segmen prioritas, dan semoga buku saku ini menjadi pegangan yang bermanfaat untuk Saudara-saudara di negara penempatan," ucap Friderica.
Harus menyeluruh
Peningkatan kapasitas literasi keuangan untuk PMI menjadi persoalan yang tidak dapat dipecahkan secara parsial, melainkan harus menyeluruh. Bukan hanya memastikan keamanan PMI saat bertransaksi dalam mengirimkan hasil kerjanya di luar negeri, melainkan juga pengelolaan aset yang menjamin kesejahteraan PMI dan keluarga di kampung halaman.
Direktur Utama Gobel Group Rachmat Gobel menegaskan, pemerintah perlu proaktif dalam meningkatkan literasi keuangan dan manajemen kekayaan PMI secara total. Artinya, pemerintah tidak hanya memastikan keamanan PMI saat bertransaksi dan mengirimkan pendapatan mereka ke dalam negeri, melainkan juga agar hasil kerja tersebut dapat diputar.
"Manajemen keuangan menyeluruh artinya juga membantu keluarga PMI berusaha atau berinvestasi. OJK bisa memberi penyuluhan itu. Intinya, jangan sampai dilepas begitu saja. Melalui skema KUR atau wealth management mikro, jangan sampai PMI mencari uang hanya untuk jangka pendek, tetapi juga memenuhi kebutuhan jangka panjang," cetus Rachmat saat dihubungi SUAR, Senin (10/11/2025).
Menjawab ajakan Rachmat Gobel tersebut, Kepala Divisi Retail Productive Banking Bank Negara Indonesia (BNI 46) Nyoman Astiawan menyatakan, pihaknya siap memberikan dukungan layanan keuangan untuk PMI, mulai dari sebelum penempatan, selama bekerja, hingga kembali ke tanah air melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) PMI, yang telah diluncurkan sejak 2015.
Pada fase prapenempatan, Nyoman menjelaskan, BNI membantu sosialisasi pengelolaan keuangan dan tips untuk lebih produktif di negara tujuan. Melalui skema KUR PMI yang dapat diambil sejak sebelum PMI berangkat ke negara penempatan, BNI membantu pembiayaan kebutuhan jelang keberangkatan, mulai dari cek kesehatan hingga kelengkapan dokumen, dengan bunga yang murah.
"Dengan 8 kantor cabang di luar negeri, BNI memberikan solusi untuk transaksi pengiriman gaji ke Indonesia tanpa biaya, dengan persentase yang disepakati PMI. Saat kontrak kerja akan berakhir, kami juga memberikan pelatihan kewirausahaan dan sosialisasi kredit konsumen menjelang kepulangan ke Indonesia," ujar Nyoman.
Sebagai salah satu produk keuangan BNI, KUR PMI adalah kredit modal kerja kepada calon pekerja dan pekerja migran untuk membiayai pelatihan dan penempatan yang disalurkan lewat P3MI yang telah bekerja sama dengan BNI. Dengan nilai kredit maksimal hingga Rp100.000.000, KUR PMI memiliki jangka waktu pelunasan hingga 3 tahun tanpa agunan, dengan bunga 6% yang turun bertahap.
Nyoman mengungkapkan, sejak dimulai pada tahun 2015, BNI telah menyalurkan Rp936,5 miliar kredit untuk 50.022 debitur, dengan jumlah terbanyak adalah PMI yang bekerja di Jepang. Selama lima tahun terakhir, terdapat 4.668 PMI di negeri matahari terbit itu yang telah menerima penyaluran KUR PMI sebesar Rp122,09 miliar.
"Hingga 31 Oktober 2025, dari Jepang sudah ada 2.100 debitur baru, dengan baki debet Rp37,3 miliar dan rasio Non-Performing Loan 0 persen. Ini menunjukkan KUR PMI sangat membantu, terutama dengan syarat yang mudah, yaitu hanya kepemilikan e-KTP, kontrak kerja, serta belum pernah mendapat KUR sebelumnya," jelas Nyoman.