Bagian dua dari resume acara Roundtable Decision: KEK Akseleratif Atraktif Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja yang diselenggarakan oleh SUAR, Selasa (02/12/2025), di D-Hub Special Economic Zone (SEZ), BSD, Tangerang, ini membahas soal bagaimana kesiapan Kawasan Ekonomi Khusus kesehatan menjadi game changer dari fenomena banyaknya orang Indonesia berobat ke luar negeri.
Tak hanya itu, KEK Kesehatan juga diharapkan menjadi tujuan baru warga global untuk berkunjung ke Indonesia, menjadi sumber devisa baru. Karenanya diperlukan sinkronisasi kebijakan juga regulasi yang ditafsirkan secara konsistens oleh alat negara, sehingga tidak memicu ketidakpastian. Berikut paparannya:
Translasi industri kesehatan
Kesehatan adalah kemakmuran baru, health is the new wealth, begitu kredo yang menjadi inti dari semangat para pengusaha lokal yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Nasional (KADIN), untuk membangun industri kesehatan. Dan untuk bisa menggerakan industri kesehatan ini KADIN sudah selesai menyusun buku putih atau white paper setebal seratus halaman.
Buku ini merupakan peta jalan yang memaparkan bagaimana industri kesehatan Indonesia dapat menjadi penggerak utama kemajuan nasional dan secara langsung mendukung ambisi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.

Penyusunan buku putih ini juga menjadi langkah awal dari realisasi kerjasama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan KADIN yang tertuang dalam MoU Peningkatan Kesehatan Masyarakat dan Transformasi Sistem Kesehatan serta perjanjian kerjasama Sinergi dan Implementasi Program Percepatan Penurunan Stunting, yang diteken Februari lalu.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, terdapat tiga hal utama dalam kerjasama Kemenkes dan KADIN. Pertama, kerjasama perbaikan masalah kesehatan di Indonesia. Kedua, KADIN membantu Kemenkes memperbaiki masalah stunting. Ketiga, KADIN akan mengkoordinasikan perusahaan-perusahaan yang menjadi anggotanya untuk berpartisipasi.
“Buat kami di Kemenkes, tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah kesehatan kalau dikerjakan sendiri, harus bersama-sama dengan teman-teman, tidak bisa eksklusif dan harus inklusif,” kata Menkes Budi.
Sektor industri kesehatan memang punya potensi besar secara ekonomi, seiring dengan kesadaran orang terkait kesehatan dan populasi yang mulai memerlukan layanan kesehatan yang memadai.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutan secara daring di acara diskusi Roundtable Decision: KEK Akseleratif Atraktif Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja yang diselenggarakan SUAR.id di D-Hub Special Economic Zone (SEZ), BSD, Tangerang, pada Selasa 02 Desember 2025 lalu menyebut industri kesehatan tumbuh 9% hingga 11%. “Namun tidak ditranslasikan dengan sempurna economic activities-nya di dalam negeri,” ungkapnya.
Ini karena selama ini, komponen kesehatan, seperti peralatan penunjang perawatan kesehatan hingga bahan baku obat-obatan, masih diimpor. Sebab itu pemerintah berkepentingan untuk bisa merevitalisasi sektor kesehatan agar bisa memberikan kontribusi bagi perekonomian.
Menurut Menkes, pihaknya bersama Kadin sudah merumuskan berbagai langkah agar belanja sektor kesehatan yang mencapai sekitar Rp 640 triliun setiap tahun itu bisa dilayani di dalam negeri. “Maka lewat KEK, kita perlu bangun manufacturing-nya di Indonesia, sehingga pertumbuhan ekonomi kesehatan terjadi di dalam negeri dan menciptakan pekerjaan,” ujarnya.
Membalikkan fenomena
Untuk bisa meraih target yang sudah ditetapkan itu, pemerintah menginisiasi pembentukan kawasan ekonomi khusus sektor industri kesehatan. Pada Januari lalu, Presiden Prabowo Subianto resmikan beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur pada Rabu, 25 Juni 2025, di Bali Beach Convention, Bali.

KEK Sanur dipersiapkan untuk mengurangi devisa yang keluar, akibat banyaknya orang Indonesia berobat ke luar negeri. Diperkirakan sekitar 2 juta masyarakat indonesia berobat di luar negeri dan menghabiskan hingga Rp 150 triliun per tahun. Sekitar 74% dari pasar ini dikuasai oleh Singapura dan Malaysia sebagai destinasi pariwisata kesehatan.
KEK Sanur didorong untuk menjadi salah satu game changer fenomena ini, melalui berbagai fasilitas dan insentif khusus yang diberikan. Seperti, pelayanan satu pintu melalui administrator KEK, tax holiday, pembebasan bea masuk, regulasi khusus di bidang ketenagakerjaan, imigrasi, dan lainnya.
Kawasan spesial ini juga ada fasilitas khusus seperti relaksasi prosedur dokter asing bekerja di KEK, relaksasi proses persetujuan penggunaan obat impor, dan relaksasi proses penggunaan teknologi kesehatan impor di fasilitas kesehatan di dalam KEK.
Kebijakan ini diharapkan membuka kesempatan untuk hadirnya dokter terbaik di dunia, sekaligus teknologi kesehatan terdepan serta obat-obatan yang telah mendapatkan pengakuan di negara asalnya.
Berlokasi di jantung pariwisata Bali, KEK Sanur berdiri di atas lahan seluas 41,26 hektare di Kota Denpasar, dan ditetapkan sebagai KEK melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2022 pada 1 November 2022.
Kawasan ini dirancang untuk menampung berbagai fasilitas unggulan modern dan terintegrasi, mulai dari fasilitas medis bertaraf internasional, akomodasi hotel dan MICE, pusat riset kesehatan, hingga ethnomedicinal botanic garden.
Dirancang dengan proyeksi total investasi sebesar Rp 10,2 triliun, diperkirakan KEK Sanur akan menyerap 18.375 tenaga kerja langsung dan 25.272 tidak langsung pada saat beroperasi penuh.
Dalam penjelasan saat acara diskusi Roundtable Decision: KEK Akseleratif Atraktif Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja, Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour/InJourney Hospitality (KEK Sanur), Christine Hutabarat, menegaskan, sebagai KEK Kesehatan pertama di Indonesia, KEK Sanur diharapkan bisa bersaing secara global. “Jadi kenapa kita berada di Bali, yang karena Bali ini world class destination,” ujar Christine.
Dan, agar bisa bersaing, tentu saja yang dipersiapkan paling utama adalah dukungan alat-alat yang standarnya sama dengan rumah sakit besar kelas dunia yang pasti lebih maju dalam hal teknologi dan pelayanan.
Sehingga, KEK Sanur juga diharapkan tak hanya membelokkan tujuan orang Indonesia berobat. “Jadi harapannya ke kita, bukan hanya soal Rp 150 triliun ada devisa outflow, tapi bagaimana kita bisa tracking sebanyak-banyaknya pasien global masuk ke Indonesia,” ungkap Christine.
Dengan adanya tiga KEK Kesehatan, maka diharapkan ada sinergi untuk membawa sebanyak-banyaknya traffic ke Indonesia seperti itu. Menurut Christine, justru karena visinya adalah world class, international health and wellness destination, maka calon pasien dari global dan domestik semuanya bisa berobat ke Bali atau KEK kesehatan yang lain.
“Ayo dong pasien yang dari Surabaya, Medan, Jakarta yang biasanya ke luar negeri, di Indonesia aja, karena kita sudah bawa expertise-nya.” kata Christine.
Sejak penetapan hingga triwulan I–2025, KEK Sanur telah mencatatkan realisasi investasi kumulatif sebesar Rp 4,42 triliun dan menciptakan 3.822 lapangan kerja. Di tahun berjalan 2025, nilai investasi yang terealisasi telah mencapai Rp 167 miliar dan penyerapan tenaga kerja sebesar 373 orang.
Saat ini, berbagai berbagai fasilitas dan insentif sebagai KEK telah dinikmati oleh KEK Sanur dan pelaku usaha di dalamnya, seperti tax holiday 20 tahun, pembebasan bea masuk barang modal, penerbitan Surat Izin Praktik Dokter (SIP) untuk 125 dokter, 11 di antaranya dokter asing, serta 11 diaspora; serta SAS (Special Access Schemes) Alat Kesehatan.
Di KEK Sanur, juga telah beroperasi sebuah rumah sakit modern, Bali International Hospital (BIH) yang menjalin kemitraan strategis dengan beberapa institusi medis global seperti Icon Cancer Centre, Sapporo Cardiovascular Clinic, dan Innoquest.
Hingga 17 Juni 2025, BIH telah melayani 1.425 pasien, dengan 60% di antaranya merupakan pasien mancanegara, mencerminkan potensi KEK Sanur sebagai destinasi rujukan internasional. Selain itu, kawasan ini juga menjadi lokasi Alster Lake Clinic (ALC), pusat terapi sel dan riset regeneratif yang tengah dikembangkan.
Regulasi yang pasti
Selain KEK Sanur, pemerintah juga meresmikan beroperasinya KEK kesehatan lainya, yaitu KEK Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional (ETKI) Banten melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2024, serta KEK Pariwisata Kesehatan Internasional Batam melalui Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2024 pada 7 Oktober 2024.

Kedua KEK ini diharapkan membawa dampak signifikan terhadap perekonomian nasional sekaligus memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, dengan peningkatan lapangan pekerjaan dan inovasi serta berbagai multiplier effect lainnya.
KEK Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional Banten di Kabupaten Tangerang bergerak di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan internasional dengan pengembangan teknologi digital ini memiliki area sebesar 59,68 ha. Dengan target realisasi investasi sebesar Rp 18,8 triliun saat beroperasi penuh, KEK diharapkan dapat menyerap tenaga kerja hingga 13.446 orang.
KEK ini akan menjadi pusat pendidikan internasional dengan beroperasinya Monash University, sebagai salah satu universitas terbaik ke-37 di dunia, bidang riset, ekonomi digital, dan pengembangan teknologi dengan target 100 start-up, bidang kesehatan dengan pelayanan yang terintegrasi, serta industri kreatif.
Penetapan KEK Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional Banten bertujuan mempercepat penciptaan lapangan kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Selain berkontribusi pada pembangunan ekonomi lokal, KEK ini juga dirancang untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional. PT Surya Inter Wisesa, sebagai pengusul, membawa jaringan praktisi kesehatan internasional yang berfokus pada estetika medis, sementara di bidang teknologi, kawasan ini akan menjadi pusat digital (digital hub) dan inkubator bagi perusahaan rintisan (start-up).
Kehadiran perguruan tinggi luar negeri di kawasan ini juga akan memperkaya ekosistem pendidikan, menjadikan KEK ini sebagai pusat inovasi, teknologi, dan pendidikan berstandar internasional.
Menurut Strategy Advisor of KEK ETKI Banten, Mulyawan Gani, saat bicara di acara Roundtable Decision: KEK Akseleratif Atraktif Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja, sebagai kawasan khusus, pemerintah memang sudah banyak memberikan insentif kemudahan dalam berbagai hal, seperti soal perpajakan dan tarif.
Namun menurut Mulyawan, saat ini yang dibutuhkan KEK khususnya kesehatan, memang tak hanya sekedar insentif, namun juga soal kepastian regulasi. “Kita bersyukur ada Menteri Kesehatan yang aktif membuat regulasi yang cepat, namun masih ada kekurangan terkait aturan yang jelas, agar tidak beda penafsiran,” katanya.
Mulyawan mengaku banyak bertemu ahli bedah yang merupakan diaspora Indonesia yang berada di negeri tetangga. Hampir semuanya menyatakan bersedia pulang ke Indonesia, namun yang dikhawatirkan adalah soal aturan yang berubah, sehingga memicu keraguan.
“Mereka selalu mikir, kalau izinnya cuma 5 tahun, bagaimana kelanjutannya. Nah, orang-orang tuh suka enggak yakin. Bener enggak, nih, regulasinya gimana nih,” cerita Mulyawan.
Ia juga melihat, perlunya KEK Kesehatan di kembangkan di berbagai wilayah lain di Indonesia dan dikolaborasikan dengan sektor lain sesuai karakter daerahnya. “KEK Kesehatan di setiap pulau mesti ada. Sumatra ada, Sulawesi Papua mesti ada,” katanya.
Jika di Papua, kata Mulyawan, bisa saja dikolaborasikan dengan sektor edukasi mengingat masih kurangnya dukungan pendidikan di Papua. “Jadi mesti ada koordinasi yang sangat baik sekali, tuh, supaya regulasi dan izin dan segala macam yang dibutuhkan di setiap kementerian bisa support seperti yang kita dapat dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Mukhlison, Dian Amalia dan Gema Dzikri