Kawasan ekonomi khusus (KEK) di sejumlah wilayah di Indonesia, memiliki peran penting sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang menarik investasi besar dengan berbagai insentif fiskal dan nonfiskal, serta menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Kendati potensinya besar, KEK perlu terus dikembangkan potensinya agar berdaya saing dibanding KEK negara lainnya.
Hal ini menjadi benang merah dalam acara Roundtable Decision: Kawasan Ekonomi Khusus Akseleratif Atraktif (Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja) yang diselenggarakan di Biomedical Campus KEK ETKI Banten pada Selasa (2/12/2025).
Acara tersebut dibuka dengan sambutan kunci dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Setelah itu dilanjutkan dengan paparan materi dari Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso yang hadir mewakili Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Acara dilanjutkan dengan diskusi dari sejumlah narasumber.
Hadir sebagai narasumber diskusi Plt. Sekretaris Dewan Nasional KEK Edwin Manansang, Direktur Eksekutif KEK Kendal Juliani Kusumaningrum, Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour/InJourney Hospitality (KEK Sanur) Christine Hutabarat, Strategy Advisor of KEK ETKI Banten Mulyawan Gani, serta ekonom senior Aviliani.
Pada kesempatan tersebut, Susiwijono menyoroti bahwa di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini jumlah realisasi investasi terus berada di atas Rp450 triliun, yang mana meningkat drastis dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dari periode Januari hingga September 2025, total realisasi investasi mencapai Rp1.434 triliun, meningkat 13,7% secara year-on-year.
"Kalau kita lihat, baru di pemerintahan ini per-quarter itu investasi di atas Rp450 triliun. Bayangkan di sebelumnya gak ada separuhnya, hanya Rp200 sekian triliun," jelasnya.
Meningkatnya realisasi investasi didorong sejumlah faktor antara lain mulai dari kebijakan pemerintah, regulasi, kepastian hukum, serta program-program lain seperti hilirisasi industri, kemajuan infrastruktur, dan iklim investasi yang kondusif, di mana KEK memberikan kontribusi dalam hal tersebut.
Namun jika dibandingkan dengan KEK di negara-negara lain, KEK di Indonesia masih perlu belajar dan melakukan peningkatan.
"Insentif kita kalau dibandingkan dengan KEK lain mungkin masih perlu kita tingkatkan, luasan area KEK kita masih jauh sekali dibandingkan dengan beberapa negara, masih perlu kita dorong, dan capaian investasinya masih kita perlu dorong lagi," lanjutnya.
Tidak semua KEK di Indonesia juga difokuskan pada satu sektor saja, seperti KEK ETKI Banten yang mengintegrasikan empat pilar di antaranya kesehatan, pendidikan, teknologi digital, dan ekonomi kreatif. KEK sendiri pada umumnya difokuskan pada industri atau jasa yang menjadi keunggulan di wilayahnya untuk menarik investasi.
Budi Gunadi Sadikin mengatakan sektor kesehatan juga sangat potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor kesehatan dinilai olehnya mampu memberikan kontribusi dari sisi pertumbuhan ekonomi dari realisasi belanja kesehatan, dan juga menciptakan lapangan pekerjaan.
"Saya sangat mendukung sekali adanya kawasan ekonomi khusus, apalagi kalau berkaitan dengan kesehatan, karena secara realisasinya empiris harusnya sektor kesehatan tumbuhnya di atas 8 persen," kata Budi.
Permintaan sektor kesehatan juga akan terus meningkat ke depannya, mengingat masyarakat Indonesia akan menua dan kebutuhan akan kesehatan akan meningkat nantinya. Potensi seperti inilah yang perlu dimanfaatkan oleh para pelaku usaha khususnya KEK demi menciptakan daya tarik dan investasi.
"Itu adalah opportunity yang sangat besar untuk industri-industri masuk ke sektor kesehatan, itu sebabnya mengapa selain memang kita butuh sektor kesehatan ini untuk create jobs dan GDP, industri kesehatan ini juga dibutuhkan oleh seluruh masyarakat," ungkapnya.
Tawaran solusi
Dalam sesi diskusi, para narasumber memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi ketika mengelola dan beroperasi di KEK. Tak hanya menceritakan pengalamannya, para narasumber juga kemudian memberikan rekomendasi dan merumuskan solusi untuk memperbaiki dan mengembangkan potensi yang ditawarkan oleh KEK Indonesia.
Menurut Juliani Kusumaningrum, permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku usaha di KEK yang utama adalah dari sisi operasionalnya khususnya dalam hal perizinan. Juliani pun menyarankan perlu adanya sistem profiling oleh Bea Cukai yang baik agar mampu menghemat waktu dan biaya yang dikeluarkan oleh para pelaku usaha.
"Bea Cukai ini memiliki beberapa surat-surat dokumentasi, BC-BC sekian, dan ini tergantung mau ke luar TLDPP (Tempat Lain Dalam Daerah Pabeanan) atau di TLDPP. Ini kalau BC 23, 25, 27, wah itu bisa lama 5 sampai 7 hari, sementara kita ini kan bukan hanya untuk cost of production," katanya.
Maka dari itu, Juliani mengusulkan perlu adanya sistem profiling yang bisa diterapkan di KEK.
"Dari KBLI itu juga bisa diturunkan raw material-nya apa, nanti bahan yang sudah diproduksi itu jadinya apa, nggak mungkin kan tiba-tiba melenceng. Kalau seperti itu, harus ada sistem profiling di Bea Cukai. kalau untuk high scope sekian-sekian, itu langsung hijau," jelas Juliani.
Sementara itu, Christine dari KEK Sanur mengusulkan perlu adanya koordinasi yang baik antara pihak-pihak terkait dalam pengembangan KEK dari sisi regulasi.
"Orkestrasi dari regulasi. Jadi bagaimana kebijakan dan regulasi yang berkaitan, maksudnya kementerian-kementerian yang terkait itu, dan kita tahu bahwa itu semua kompleks, gimana orkestrasi tersebut itu benar-benar bisa mempercepat proses perizinan dan investasi," ucap Christine.
Perizinan yang cepat untuk para pelaku usaha dinilai merupakan suatu hal yang penting, lantaran pelaku usaha sangat memanfaatkan momentum untuk berinvestasi.
Senada dengannya, Mulyawan Gani di KEK yang menaungi empat pilar, menyebut perlu adanya peraturan menteri (Permen) yang bisa mewadahi dan memfasilitasi sektor-sektor di KEK secara spesifik agar mempermudah jalannya investasi.
"Mesti ada Permen yang jelas bisa dipakai di KEK. Di luar kesehatan saya tidak lihat ya. Untuk buat digital kreatif itu gak ada, edukasi ini gak ada, jadi kadang-kadang bingung kita mau bagaimana," kata Gani.
Ia mencontohkan di sektor pendidikan, yang membutuhkan tenaga kerja pengajar. Para pengajar ini pun kemudian kaitannya dengan imigrasi, sehingga perlu adanya peraturan yang mendukung dan mempermudah persoalan tersebut.
"Jadi ini pasti nyambung. Jadi kalau Permennya sendiri gak ada, bagaimana kita bisa memberikan kepastian kepada yayasan yang mau membuka universitas lagi," ujarnya.
Selain itu, Aviliani menjelaskan pemerintah daerah perlu terlibat lebih jauh dalam hal pengembangan KEK. Operasional KEK pun sangat berkaitan dengan pemerintah daerah di kabupaten/kota, maka dari itu perlu adanya peraturan yang jelas mengatur terkait hal tersebut sehingga terjadi sebuah pertanggungjawaban.
"Infrastruktur daerah kan untuk men-delivery barang segala macam. Nah harusnya, dalam tim ini melibatkan juga pemerintah daerah. Karena sekarang banyak sekali pemerintah daerah merasa bahwa itu adalah urusan pusat," kata Aviliani.
Ia juga menyebut kementerian-kementerian terkait perlu melakukan koordinasi lebih baik lagi untuk menjadi wadah dan fasilitator para pelaku usaha di KEK. Peraturan Presiden dan juga Undang-Undang yang mengatur soal KEK juga dikatakan sudah cukup kuat, namun perlu diimbangi dengan implementasi yang baik. Saat ini, para pelaku usaha disebut tengah dihadapi dengan proses perizinan yang berbelit sehingga menghambat investasi.
"Contoh ya, pabrik untuk izin lingkungan itu bisa 5 sampai 6 sertifikatnya. Kenapa sih gak jadi satu aja gitu, dan itu nanti di-delivery melalui DN. Jadi menurut saya harus ada keberanian juga di dalam pemerintahan ini untuk semua kementerian harus memberikan pad akawasan ekonomi khusus," sambungnya.
Baca juga:

Edwin juga menegaskan saat ini pihaknya masih terus berupaya untuk memperkuat okrestrasi regulasi antarpihak. Salah satu upaya untuk meningkatkan koordinasi, adalah dengan melakukan pertemuan secara rutin setiap 3 bulan dengan kementerian dan lembaga terkait.
"Tapi memang karena masing-masing kementerian juga punya peraturan sendiri. Itu memang ada alasan mereka juga kenapa mereka berkutat di situ. Nah, ini yang kita harus selesaikan bersama-sama," ucap Edwin.
Dalam memperkuat struktur organisasi agar menjadi lebih efektif, menurut Edwin koordinasi yang dilakukan itu masih harus terus diperkuat agar menciptakan kebijakan yang pasti dan tidak berubah-ubah.
Melalui upaya-upaya dan solusi yang disampaikan oleh para narasumber, KEK Indonesia bukan tidak mungkin akan mampu menyaingi dan bahkan memiliki daya saing yang lebih kuat dibandingkan dengan KEK di negara-negara lain dengan potensi yang dimilikinya.