Secercah kabar baik di tengah suasana politik yang lagi muram. Pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi di kuartal ketiga guna menjaga laju pertumbuhan ekonomi yang dinilai baik pada kuartal pertama dan kedua 2025.
Sebagaimana dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (1/9/2025), langkah ini diambil sebagai upaya mempertahankan daya beli masyarakat di tengah situasi sosial dan politik yang memanas, menyusul gelombang unjuk rasa yang terjadi di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir.
"Peristiwa jatuhnya korban jiwa dalam aksi-aksi demonstrasi beberapa hari terakhir ini merupakan pukulan dalam usaha membangun ekonomi bangsa yang kokoh dan berdaulat," ujar Airlangga saat memberikan pernyataan dalam Konferensi Pers Stabilitas Pasar Modal Indonesia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (01/09/2025).
Di lantai pasar finansial, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan keempat Agustus mencatatkan all-time high, dengan nilai indeks bursa dibuka di angka 7.926 pada Senin, 25 Agustus 2025, meski sempat turun ke angka 7.830 pada penutupan di hari Jumat, 29 Agustus 2025 lalu.
Inflasi bulan Agustus juga terkendali di angka 2,37%, sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terjaga di angka Rp 16.490 per US$ dengan depresiasi sebesar 2,35%.
"Di atas platform pertumbuhan ekonomi yang berada dalam jalur positif, perbankan nasional yang sehat, koordinasi sinergis sektor moneter, fiskal, dan sektor riil, serta komunikasi proaktif dengan para investor, pemerintah yakin volatilitas jangka pendek tidak akan mengubah rencana perekonomian yang ada," kata Airlangga.
Airlangga melansir neraca perdagangan Indonesia yang mencatatkan surplus sebesar US$ 4,17 miliar pada bulan Juli 2025, merujuk catatan Badan Pusat Statistik.
Tingkat konsumsi domestik yang kuat dan mobilitas masyarakat yang tetap tinggi membuat industri tumbuh positif sebesar 5,08%. Ini menunjukkan potensi ekspansi pada kuartal ketiga 2025.
"Perputaran uang dan transaksi di berbagai provinsi menunjukkan tingginya aktivitas perekonomian secara spasial. Pemerintah yakin, dampak dinamika sosial politik terhadap ekonomi hanya bersifat jangka pendek, dan pemerintah terus mendorong optimisme dalam jangka menengah dan jangka panjang," cetus mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
Tiga stimulus
Airlangga menyebutkan bahwa penyaluran stimulus senilai Rp 61 triliun selama semester I tahun 2025 mulai memberi dorongan nyata bagi laju ekonomi Indonesia.
Ia optimistis, realisasi belanja bisa mencapai 25% dengan besaran Rp 694 triliun pada semester kedua untuk mendorong pertumbuhan melalui program-program stimulus konsumsi domestik.
Airlangga mengemukakan, terdapat tiga program stimulus yang akan segera direalisasikan pemerintah.
- Pertama, revitalisasi kredit untuk industri padat karya yang meliputi tekstil dan produk tekstil (TPT), furnitur, serta makanan dan minuman (F&B) seperti merevitalisasi mesin produksi. Hal ini diharapkan bisa mendorong daya beli masyarakat.
- Kedua, kredit usaha rakyat untuk sektor perumahan dengan peningkatan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari 220.000 menjadi 350.000 unit rumah, penerapan PPN DTP 100%, serta bantuan stimulan perumahan swadaya bagi 41.000 rumah.
- Ketiga, akselerasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan menargetkan 25.000 unit satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) dengan 75 juta penerima di November 2025.
Di samping program-program tersebut, pemerintah juga telah membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK untuk menjamin kesejahteraan pekerja dan terbukanya kesempatan kerja.
Terakhir, pemerintah juga memberikan stimulus pariwisata melalui penyediaan event nasional, bundling paket wisata, dan diskon tarif transportasi untuk kereta api, kapal laut dan tarif tol menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2025–2026.
“Semua program ini dirancang untuk menggerakkan ekonomi rakyat secara langsung sambil menjaga momentum konsumsi domestik yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi kita,” ungkapnya.
“Semua program ini dirancang untuk menggerakkan ekonomi rakyat secara langsung sambil menjaga momentum konsumsi domestik yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi kita,” ungkap Airlangga.
Ia mengimbau pengusaha untuk tetap tenang dan optimis menghadapi keadaan untuk membantu percepatan pertumbuhan ekonomi.
"Tentu ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tugas bersama dengan perusahaan di bursa maupun perusahaan di luar bursa. Kita mengharapkan situasi damai dan saling menghormati akan sangat membantu percepatan pertumbuhan ekonomi," tutup Airlangga.
Realistis dengan hati-hati
Chief of Economist Permata Bank Josua Pardede menilai, di samping sejumlah indikator fundamental yang relatif kuat, PMI manufaktur yang berada di atas level 50 dan inflasi yang terkendali di angka 2,37% memberi ruang bagi pemerintah untuk mendorong konsumsi tanpa khawatir menimbulkan tekanan harga berlebihan.
Realisasi belanja dan investasi yang meningkat juga menjadi katalis dalam menjaga arus likuiditas sehingga dampak stimulus dapat tersalurkan lebih efektif.
"Program-program stimulis yang diarahkan pemerintah, seperti kredit investasi padat karya, bantuan perumahan, pengurangan PPN, serta dukungan khusus bagi sektor pariwisata memiliki efek langsung pada peningkatan daya beli dan aktivitas ekonomi masyarakat. Momentum ini semakin kuat menjelang periode Natal dan Tahun baru yang mendorong konsumsi rumah tangga melalui belanja offline maupun online," ujar Josua saat dihubungi SUAR, Senin (01/09/2025).
Meski demikian, Josua tetap menggarisbawahi efektivitas stimulus tetap dipengaruhi stabilitas sosial politik yang berpotensi mengganggu kepercayaan pasar jika dibiarkan berlarut-larut. Namun, selama pemerintah mampu mengendalikan situasi dan menjaga komunikasi publik yang meyakinkan, stimulus konsumsi dapat berfungsi optimal.
Selama pemerintah mampu mengendalikan situasi dan menjaga komunikasi publik yang meyakinkan, stimulus konsumsi dapat berfungsi optimal.
"Kebijakan ini adalah langkah tepat dan cukup kuat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga, sekaligus mempertahankan optimisme investor dan pelaku pasar di tengah ketidakpastian," ucap Josua.
Senada dengan penilaian Josua, pengusaha dan analis kebijakan ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menyatakan bahwa stimulus konsumsi domestik merupakan bagian dari instrumen fiskal untuk menopang daya beli masyarakat secara keseluruhan.
Adalah peningkatan belanja pemerintah dan tingginya investasi pada kuartal II yang telah mendorong PMI manufaktur menjadi ekspansif di bulan Agustus dan memberikan multiplier effect pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli di kuartal ketiga. Namun, pemberian stimulus saja tidaklah cukup.
"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustain di atas 5% secara agregat sampai akhir tahun 2025, daya beli masyarakat harus terus didorong. Kalau melihat data kuartal kedua, pertumbuhan itu hanya akan di bawah 5 persen tanpa konsumsi masyarakat yang tinggi," jelas Ajib saat dihubungi SUAR, Senin (01/09).
"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustain di atas 5% secara agregat sampai akhir tahun 2025, daya beli masyarakat harus terus didorong," ujar Adib.
Salah satu peluang mendorong konsumsi itu, menurut Ajib, adalah penurunan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 25 basis poins (bps) pada Agustus 2025. "Penurunan suku bunga ini memberikan ruang insentif yang baik buat dunia usaha dan daya beli masyarakat," ujarnya.
Namun demikian, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menekankan agar strategi fiskal pemerintah lebih memperhatikan masalah ekonomi yang ada.
Ia menyarankan, pemerintah perlu merevisi strategi belanja yang kurang produktif dan bersifat pemborosan, seperti pembentukan lembaga baru dan insentif besar untuk pejabat negara. "Alihkan insentif fiskal untuk memperkuat sektor padat karya, fokus pada pemberdayaan ekonomi secara terintegrasi dan terstruktur, dan tidak hanya memberikan bantuan sosial tanpa menyelesaikan akar masalah," cetus Faisal dalam seminar Indonesia di Persimpangan: Ketimpangan, Reformasi Fiskal, dan Masa Depan Ekonomi yang diselenggarakan secara daring, Senin (01/09).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti juga menekankan agar proporsi belanja pemerintah perlu lebih hati-hati.
Esther melihat proporsi belanja utang dan belanja barang terhadap APBN meningkat, sementara proporsi belanja subsidi dan belanja sosial terhadap APBN menurun. Semua ini terjadi saat pendapatan pajak secara tahunan (YoY) mencatatkan perlambatan pada April 2025 sebesar Rp 657 triliun dibandingkan dengan Rp 719.9 triliun pada periode yang sama di tahun 2024.
"Efisiensi anggaran hendaknya diarahkan untuk stimulasi konsumsi dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas. Jadi bukan sekadar penghematan, tetapi diarahkan pada penciptaan sektor-sektor produktif," ucapnya.
Kepercayaan naik
Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia Agustus 2025 mencapai 51,5%, menandai ekspansi pertama dalam lima bulan terakhir, meningkat dari capaian PMI bulan Juli sebesar 49,2%. Angka indeks di atas 50 menunjukkan ekspansi, sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, lonjakan PMI manufaktur Indonesia tersebut memperlihatkan kepercayaan pelaku industri yang semakin tinggi dalam menjalankan usahanya dan bukti ketahanan industri manufaktur dalam negeri di tengah dinamika politik dan ekonomi nasional maupun global.
"Kami menyambut baik laporan PMI manufaktur bulan Agustus ini yang menunjukkan adanya pemulihan kinerja manufaktur nasional. Peningkatan ini didorong oleh bertambahnya pesanan baru, baik itu dari pasar domestik maupun ekspor, serta juga meningkatnya aktivitas pada produksi," kata Menperin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/8).
Menurut Menperin, sektor manufaktur berbeda dengan sektor lain karena memiliki ekosistem yang luas dan sensitif. Manufaktur melibatkan banyak kegiatan, mulai dari forward linkages, backward linkages, investasi, UMR, bahan baku, logistik, hingga sumber daya energi. Semua rantai ini harus dijaga agar optimisme tetap tumbuh, jelasnya.
PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2025 mampu melampaui PMI manufaktur Prancis (49,9), Jerman (49,9), Jepang (49,9), Myanmar (50,4), Filipina (50,8), Korea Selatan (48,3), Taiwan (47,4), Inggris (47,3), dan China (50.5).