Inflasi Masih Terjaga dan Sesuai Target

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi pada Juli 2025 sebesar 2,37% secara tahunan. Tingkat inflasi ini masih berada dalam rentang target pengendalian inflasi tahun ini yang ditetapkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yakni 1,5%-3,5%.

Inflasi Masih Terjaga dan Sesuai Target
Pedagang mengemas bawang merah pesanan pembeli di kawasan Pasar Gang Baru Pecinan Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (2/8/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut inflasi Juli mencapai 2,37% secara tahunan. Salah satu komoditas penyumpang andil utama inflasi Juli adalah bawang merah sebesar 0,18%. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi pada Juli 2025 sebesar 2,37% secara tahunan. Tingkat inflasi ini masih berada dalam rentang target pengendalian inflasi tahun ini yang ditetapkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yakni 1,5%–3,5%.

Menurut data BPS, komoditas penyumbang utama andil inflasi Juli secara tahunan adalah emas perhiasan sebesar 0,46%; bawang merah sebesar 0,18%; tomat sebesar 0,16%; beras sebesar 0,15%; dan tarif air Perusahaan Air Minum (PAM).

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam jumpa pers, Jumat (1/8/2025), menjelaskan, inflasi secara tahunan terjadi karena kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran.

  1. Kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 3,75 persen;
  2. Kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,00 persen;
  3. Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,65 persen;
  4. Kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,52 persen;
  5. Kelompok kesehatan sebesar 1,94 persen;
  6. Kelompok transportasi sebesar 0,12 persen;
  7. Kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,05 persen;
  8. Kelompok pendidikan sebesar 1,95 persen;
  9. Kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 1,86 persen;
  10. Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 9,00 persen.

Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu: kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,31 persen.

Dari persebaran lokasinya, tingkat inflasi tertinggi Juli 2025 tercatat di Provinsi Papua Selatan sebesar 5,45%. Adapun kabupaten dengan inflasi tertinggi pada Juli 2025 adalah Kabupaten Toli-Toli.

Sementara itu, inflasi terendah berada tercatat di Provinsi Papua Barat sebesar 0,43%. Adapun kabupaten dengan inflasi terendah adalah Kabupaten Karimun sebesar 0,40%.

Berdasarkan kelompok pembentuknya, posisi inflasi inti Juli 2025 berada pada posisi 2,32% secara tahunan. Adapun besaran inflasi Juli 2025 pada kelompok harga pangan bergejolak (volatile foods) mencapai 3,82% secara tahunan. Sedangkan dari inflasi Juli 2025 dari kelompok harga diatur pemerintah (administered price) mencapai 1,34% secara tahunan.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso mengatakan, tingkat inflasi yang terjaga ini merupakan hasil dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

"Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5% ± 1% pada 2025 dan 2026," ujarnya, Jumat.

Penjelasan kenaikan inflasi

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan ikhwal penyebab kenaikan harga komoditas pada bulan Juli 2025.

“Lonjakan pada kelompok makanan disebabkan oleh gangguan pasokan bahan pokok – seperti beras, bawang merah, tomat, cabai rawit, dan ikan segar – akibat gagal panen yang dipicu oleh musim kemarau basah. Selain itu, harga minyak goreng dan kopi bubuk juga mengalami peningkatan signifikan yang mencerminkan faktor produksi dan distribusi yang lebih tinggi,” kata Josua kepada SUAR (2/8/2025).

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, (Sumber:Dok.Pribadi)

Selain itu, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami kenaikan tajam karena peningkatan harga emas perhiasan. Josua menjelaskan bahwa kenaikan harga emas ini terkait erat dengan permintaan sebagai aset safe haven dan fluktuasi harga emas global.

Melihat kondisi ini, ia memprediksi inflasi hingga akhir tahun 2025 akan tetap dalam kisaran target Bank Indonesia, yaitu 2,0% hingga 2,5%. Namun, ia juga memperingatkan bahwa kenaikan harga yang terkonsentrasi di sektor pangan dapat memberi tekanan pada daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah.

Untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong daya beli, Josua mengusulkan beberapa langkah strategis. Ia mengatakan, "Pemerintah perlu meningkatkan efektivitas pengelolaan cadangan pangan strategis melalui intervensi pasar yang tepat waktu, seperti operasi pasar dan penyaluran bantuan langsung kepada kelompok masyarakat rentan, terutama untuk komoditas yang bergejolak seperti beras, cabai rawit, dan bawang merah."

Lebih lanjut, ia juga memperhatikan peran pengusaha secara aktif dapat memperkuat rantai pasok dan distribusi. Ia mengusulkan inovasi teknologi, seperti adopsi platform digital, untuk meningkatkan efisiensi logistik sehingga dapat mengurangi biaya dan menstabilkan harga di pasar.

Strategi pengusaha ritel

Kenaikan harga barang yang mencerminkan tekanan daya beli ikut ditanggapi  pengusaha guna beradaptasi dengan kondisi perekonomian saat ini. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, mengamati adanya pergeseran perilaku konsumen setelah periode belanja besar seperti Natal Tahun Baru (Nataru) dan lebaran Idul Fitri.

Menurutnya, saat ini memasuki periode tahun ajaran baru sehingga konsumen lebih memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan mendesak, seperti kebutuhan bahan pokok dan biaya sekolah yang mengakibatkan penurunan daya beli di sektor lain.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, pengusaha ritel harus beradaptasi dengan perubahan pola beli konsumen yang kini lebih berorientasi pada harga rendah.

“Produsen dan kita sebagai peritel harus cepat tanggap untuk menyiapkan produk-produk yang memang dicari konsumen. Apa yang dicari konsumen? Produk yang memenuhi kebutuhannya tetapi harganya yang paling murah, di antaranya. Sehingga, kita tidak mempertahankan satu produk yang memang mungkin market leader, tapi harganya cukup tinggi,” katanya kepada SUAR (2/8/2025)

Direktur PT Sumber Alfaria Triaya Tbk (Alfamart), Solihin, (Sumber: Dok.Pribadi).

Tidak hanya persoalan harga, pergeseran mekanisme penjualan dari offline ke online atau omnichannel turut serta menjadi perhatian pengusaha. Solihin menjelaskan adanya peningkatan penjualan online dari produk kategori barang konsumsi yang bergerak cepat, seperti makanan kemasan, minuman, produk perawatan pribadi, dan produk rumah tangga. Namun, untuk penjualan online produk fast-moving consumer goods (FMCG), kenaikannya tidak melebihi dari produk kategori lain, khususnya fashion.

Meskipun menghadapi kondisi yang sulit, Solihin tetap optimistis. "Setidaknya kita sebagai pengusaha harus siap dengan rasa optimisme akan terjadi perbaikan di dalam tingkat ekonomi masyarakat khususnya, sehingga daya beli bisa meningkat, walaupun kita tahu sangat sulit di masa-masa saat ini," ujarnya.