Indonesia Perluas Pasar Ekspor ke Peru dan Tunisia

Simak cerita keberhasilan pengusaha Indonesia menembus pasar Peru. Selain itu, ada potensi pasar besar di Tunisia.

Indonesia Perluas Pasar Ekspor ke Peru dan Tunisia
Strategic Forum Indonesia-Peru CEPA dan Indonesia-Tunisia PTA di PPEJP Kemendag, Jakarta, Selasa (25/11/2025). (Foto:Gema/Suar.id)

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan memperluas pasar ekspor ke Peru melalui perjanjian perdagangan Indonesia-Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dan juga ke Tunisia melalui Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (PTA). Kesepakatan ini bertujuan untuk memperkuat ekonomi dan perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut khususnya dengan cara memperluas pasar ekspor untuk sejumlah komoditas.

Dalam rangka membahas sejumlah peluang dari kedua perjanjian tersebut, Kementerian Perdagangan menggelar Strategic Forum di Auditorium Pusat Pengembangan SDM Ekspor dan Jasa Perdagangan (PPEJP) Kementerian Perdagangan di Jakarta pada Selasa (25/11/2025).

I-P CEPA sendiri sudah mulai dirundingkan sejak 23 Mei 2023 lalu, sampai akhirnya berhasil ditandatangani pada 11 Agustus 2025. Perundingan I-P CEPA ini menggunakan pendekatan incremental atau perundingan perdagangan barang diselesaikan terlebih dahulu. Sementara, I-T PTA masih menunggu penandatanganan dari kedua negara dan sudah rampung dirundingkan.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan RI Djatmiko Bris Witjaksono, mengatakan saat ini Indonesia tengah panen perjanjian dagang, dan masih ada 3 perjanjian lagi yang tinggal menunggu penandatanganan.

"Kita masih punya 3 perjanjian untuk ditandatangani, European Union, Eurasia, dan Tunisia. Semoga dalam waktu dekat ini kita juga bisa menandatangani 3 perjanjian tersebut," ucap Djatmiko.

Dari tahun 2020 hingga 2024, total nilai perdagangan Indonesia dengan Peru menunjukkan tren positif sebesar 15,1%. Sementara itu di tahun ini dari periode Januari-September, total perdagangan kedua negara mencapai USD 401,9 juta, yang mana meningkat sebesar 20% dari periode yang sama tahun lalu berjumlah USD 333,2 juta.

Perjanjian dengan Peru memberikan manfaat kepada Indonesia dalam hal pembukaan akses pasar yang baru untuk berbagai macam sektor komoditas. Setidaknya, ada 10 komoditas ekspor utama Indonesia dalam I-P CEPA, mencakup mobil penumpang dan kendaraan bermotor lainnya, alas kaki dari bahan tekstil, minyak kepala sawit, lemari pendingin, alas kaki dari kulit, alas kaki dari plastik atau karet, kertas dan karton, margarin, cengkeh, hingga mesin cetak.

"Kita lihat ekspor utama Indonesia ke Peru itu pertama adalah kendaraan, jadi mobil dan kendaraan bermotor lainnya, itu nilainya 120 juta dolar. Jadi ini akan menikmati, benar-benar menikmati adanya penurunan tarif. Kemudian juga ada alas kaki, sawit, lemari, dan lainnya," jelasnya.

Dampak perjanjian ini langsung dirasakan pada saat implementasi langsung. Setidaknya, ada 6.110 produk dari filet dan daging ikan lainnya segar, dingin, atau beku (HS 0304440000), motor dan generator listrik (HS 8501201100), bagian dan aksesori kendaraan bermotor (HS 8708100000), kertas dan kertas karton (HS 4802100000), serta minyak kelapa sawit dan fraksinya (HS 1511100000).

"Kemudian yang dalam 5 tahun ke depan ada sekitar 500-an produk, dalam 7 tahun ada 111 produk. Jadi artinya mayoritas produk yang kita produksi atau kita hasilkan atau bahkan yang kita ekspor, itu akan menikmati dari adanya perjanjian ini," lanjutnya.

Secara keseluruhan, 7.257 produk Indonesia atau setara dengan 90,68% dari seluruh pos tarif Peru mendapat penurunan tarif dari Peru. Setelah ini, masih ada perundingan perdagangan jasa dan investasi yang dilakukan 2 tahun setelah implementasi perjanjian perdagangan barang, lalu perundingan aturan spesifik produk bagi produk tertentu yang dilakukan 4 tahun setelah berlakunya perjanjian perdagangan barang.

Baca juga:

Membidik Peluang di Balik Indonesia–Peru CEPA
Berbagai peluang ekspor dari kesepakatan perdagangan Indonesia-Peru.

Perjanjian ini juga mendapatkan sambutan yang baik dari Peru. Duta Besar Peru untuk Indonesia Luis Raul Tsuboyama, mengatakan perjanjian ini juga bertujuan untuk meningkatkan jumlah ekspor dari Peru ke Indonesia. Ia juga menyoroti pentingnya implementasi tersebut ke depannya, sehingga tidak hanya sekadar perjanjian saja.

"Sekarang kami perlu melihat ke depan, bagaimana kami akan menerapkannya. Hal ini menarik, tetapi ini merupakan langkah kecil menuju lebih banyak kegiatan yang tidak hanya akan melibatkan eksportir Indonesia yang berminat untuk bekerja sama dengan Peru, tetapi juga untuk menarik perhatian dan minat eksportir Peru terhadap pasar Indonesia," ucap Luis.

Perjanjian dagang ini tentunya memberikan dampak positif untuk para pengusaha di kedua negara khususnya Indonesia. Perjanjian CEPA dapat mengubah arah industri Indonesia dengan mendorong para pelakunya untuk meningkatkan daya saing, kualitas produk, dan efisiensi demi bersaing di pasar global.

Kesuksesan ekspor ke Peru

Wakil Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jahja B. Soenarjo, menyebut Peru merupakan negara yang sangat berpotensial menjadi peluang untuk para pengusaha di Indonesia. Negara yang memiliki perjanjian CEPA ataupun PTA dengan Indonesia disebut memiliki peluang pasar yang lebih besar.

"Di situ peluangnya lebih besar dan kita cari kira-kira selain produknya siapa yang harus menjadi mitra kita, jangan cari buyer yang hanya single time buy, artinya kita harus membangun bisnis yang berkelanjutan dengan mereka, apalagi kalau CEPA itu tidak langsung dalam tahun pertamanya, itu perlu kesabaran pengusaha untuk menjajaki," tambah Jahja.

Perjanjian CEPA dengan Peru ini pun perlu dimanfaatkan dengan baik oleh para pengusaha dari kedua negara khususnya Indonesia demi meningkatkan nilai ekspor produk dalam negeri.

"CEPA itu manfaatnya besar sekali, tapi bagaimana kita eksekusinya itu lebih penting dari pada sekadar melihat CEPA adalah sesuatu yang menguntungkan, sebuah janji yang memang harus kita buktikan bahwa kita memenuhi syarat untuk memenuhi janji itu," lanjutnya.

Salah satu perusahaan yang sudah mengekspor produknya ke Peru dan merasa CEPA ini sangat bermanfaat adalah PT AKGoldenesia, sebuah perusahaan yang berfokus pada produksi dan distribusi produk-produk berbahan dasar minyak sawit, kelapa, dan kakao.

Manager Ekspor PT AKGoldenesia, Irma Nuranggraini, menyebut salah satu keunggulan yang ditawarkan oleh Peru dalam hal ekspor produk Indonesia, adalah kehadirannya Pelabuhan Chancay yang memudahkan pengiriman kargo.

"Sekarang ada pelabuhan baru yaitu Chancay Port di mana kita mengharapkan dengan adanya pelabuhan tersebut bisa menjadi akses yang bagus untuk menembus pasar Peru dan sekitarnya. Jadi sekarang ada dua opsi untuk pelabuhan, tidak hanya di Callao," jelas Irma.

PT AKGoldenesia juga telah mengekspor produknya ke negara-negara di Amerika Latin seperti Peru, Bolivia, Chile, dan Argentina. Produk-produk Indonesia yang paling diminati dari negara tersebut merupakan hasil turunan dari kelapa sawit dan kakao yang akhir-akhir ini menjadi trending product.

Pelabuhan Chancay merupakan kompleks pelabuhan dan logistik swasta di Peru yang dikembangkan oleh COSCO Shipping Ports Tiongkok. Proyek ini sendiri bertujuan untuk mengubah perdagangan antara Amerika Latin dan Asia menjadi hub perdagangan utama di Pasifik dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan adanya pelabuhan ini, waktu perjalanan pengiriman kargo dari Asia ke negara di Amerika Latin menjadi lebih singkat.

Produk olahan kepala sawit dan kakao dari PT AKGoldenesia juga disebut mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tak menutup kemungkinan dengan adanya CEPA ini jumlah tersebut juga akan terus meningkat, dengan melakukan sejumlah strategi pemanfaatan.

"Kita berusaha untuk melakukan dua arah saat ini yaitu kita akan melakukan suatu projek dengan perusahaan di Peru, tapi untuk kakao, untuk kelapa sawit kita masih melakukan penelitian di bidang shortening," katanya.

Senada dengannya, Sekretaris Lembaga Riset Internasional Sosial, Ekonomi, dan Kawasan Universitas Institut Pertanian Bogor (IPB) Widyastutik, menilai perjanjian dengan Peru ini membuka gerbang perjanjian dan ekspor dengan negara-negara lainnya di Amerika Latin.

"Peru itu memiliki 22 skema kerja sama perdagangan, artinya dengan 22 itu kita bisa memanfaatkan global value chain produk-produk kita, dan Peru bisa menjadi gerbangnya produk-produk kita," jelas Widyastutik.

Riset yang dilakukan oleh universitas untuk melihat negara-negara mana saja yang potensial untuk ekspor, juga menyebut Peru sebagai negara nontradisional.

"Dari mapping itu Peru potensial, jadi bisa digunakan untuk menembus pasar Indonesia termasuk salah satunya ke Amerika Latin. Sudah dibuka gerbangnya oleh Kementerian Perdagangan," katanya.

Perdagangan Tunisia

Sementara itu terkait dengan perjanjian I-T PTA, kini sudah rampung dirundingkan dan dijadwalkan akan ditandatangani pada Januari 2026 mendatang. Tunisia merupakan negara di Afrika Utara yang memiliki posisi strategis sebagai hub antara kawasan Timur-Tengah, Eropa, dan Afrika, dengan infrastruktur utama seperti Pelabuhan Rades-La Goulette dan Bandara Tunis-Carthage.

Produk-produk yang menjadi andalan ekspor Tunisia antara lain peralatan elektronik, minyak bumi, komoditas tekstil, kurma, dan minyak zaitun. Tunisia dengan keterbatasan sumber daya dan teknologinya kini mengandalkan impor untuk energi, bahan makanan tertentu, transportasi, dan peralatan industri canggih, sehingga menjadi peluang ekspor yang potensial dari pelaku usaha Indonesia.

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Tunisia Zuhairi Misrawi, mengatakan apabila nantinya kerja sama ini sudah ditandatangani, juga akan menjadi gerbang pembuka untuk ekspor dari Indonesia ke negara Tunisia dan juga negara-negara di dekatnya, bahkan ke Eropa.

"Secara logistik Tunisia punya pelabuhan, jadi sangat promising bagi para pelaku bisnis untuk masuk ke Tunisia, dan dari Tunisia bisa ke negara-negara tetangga, Libya itu sangat besar, Aljazair, kemudian Maroko, juga negara-negara Eropa, Turki, Itali, bahkan bisa masuk dari Tunisa, sehingga dia bisa menjadi hub bisnis dengan negara-negara tersebut," jelas Zuhairi.

Peluang perdagangan pasar Tunisia juga terbuka lebar setelah adanya perubahan pola impor Tunisia. Seperti diketahui, Tunisia mulai mengurangi ketergantungannya pada impor dari Uni Eropa dan menunjukkan tren peningkatan impor dari Asia dan Afrika. Pergeseran ini pun sejalan dengan upaya Indonesia untuk memperluas pasar nontradisional, sekaligus membuka peluang bagi Indonesia untuk tampil sebagai sumber pasokan alternatif yang kredibel terutama untuk komoditas pangan, bahan baku, dan produk manufaktur.

Di tahun 2024, nilai eskpor Indonesia naik sebesar 0,92%, dengan 5 komoditas utama Indonesia berhasil memberikan nilai ekspor minyak kelapa sawit sebanyak USD 40,7 juta, perangkat telepon USD 23,7 juta, minyak kelapa USD 12,1 juta, produk setengah jadi dari besi atau baja USD 11,1 juta, dan kopi USD 7 juta. Nantinya, dengan adanya perjanjian dagang tersebut, diharapkan nilai ekspor tersebut akan semakin bertambah.

Menteri Perdagangan Budi Sansoto, mengatakan perjanjian tersebut dalam waktu dekat ini akan segera ditandatangani.

"Tunisia mudah-mudahan nanti awal tahun bisa tanda tangan, tinggal menunggu waktu aja karena Menteri Perdagangannya (Tunisia) ingin bisa di Indonesia, jadi waktunya aja yang belum pas, tapi penyelesaian perundingannya sudah berjalan," kata Budi.