Indonesia Paling Top Gunakan AI Untuk Wisata

Berdasarkan laporan SiteMinder's Changing Traveler Report 2026, wisatawan Indonesia disebut paling siap secara global dalam memanfaatkan teknologi AI untuk pengalaman menginap di hotel.

Indonesia Paling Top Gunakan AI Untuk Wisata
Foto udara biological site ring atoll atau karang atol di pesisir pantai Biluhu Timur, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Sabtu (22/11/2025). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/YU)
Daftar Isi

Kemajuan teknologi khususnya dalam penerapan kecerdasan buatan atau dikenal dengan AI membuat orang semakin ketagihan menggunakannya di berbagai kesempatan termasuk ketika hendak berwisata.

Berbagai platform menyediakan informasi dan mempromosikan destinasi wisata favorit sampai hotel dan restoran hidden gem.

Dalam laporan terbaru platform manajemen perhotelan SiteMinder, wisatawan asal Indonesia menjadi yang paling siap dalam mengadopsi penggunaan AI di hotel.

Hal ini dibuktikan dengan penyedia jasa wisata dan perhotelan yang mulai memanfaatkan AI sebagai peningkatan layanan terhadap wisatawan.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B. Sukamdani, juga telah bekerja sama dengan TemplarX, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kecerdasan buatan dan jasa hukum berbasis teknologi. Hal ini dilakukan oleh PHRI sebagai upaya untuk memanfaatkan teknologi berbasis AI untuk mendukung tata kelola dan peningkatan efektivitas layanan.

"Kami lagi menjalin kerja sama dengan TemplarX, itu adalah penyedia jasa AI untuk yang terkait dengan masalah-masalah hukum, nah itu kita pakai, karena kalau urusan hukum kan banyak dan terlalu luas, nah itu kita pakai untuk mempermudah bagian legal kita untuk menspesifikasi," kata Hariyadi di Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Ia menilai para wisatawan lebih sering memanfaatkan AI untuk mencari informasi-informasi yang bersifat personal dan detail.

"Penerapan AI sendiri di tourism itu lebih banyaknya misalnya untuk penerjemahan, terus mencari secara spesifik tempat-tempat yang menjadi interest. Kalau seperti itu iya, di Indonesia itu kan penetrasi untuk digital-nya cukup baik ya," kata dia.

Ia menyebut AI berguna dalam meningkatkan efisiensi operasional, personalisasi pengalaman tamu, dan mengoptimalkan pendapatan.

Wisatawan penumpang kapal cepat membawa barang setibanya di kawasan Nusa Penida, Klungkung, Bali, Rabu (5/11/2025). (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym.)

Paling sering

Berdasarkan laporan SiteMinder's Changing Traveler Report 2026, wisatawan Indonesia disebut paling siap secara global dalam memanfaatkan teknologi AI untuk pengalaman menginap di hotel.

Laporan ini melibatkan 12.000 wisatawan dari 14 negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, India, Thailand, dan juga Indonesia.

Dalam laporan tersebut, sebanyak 59% responden wisatawan Indonesia menilai fitur AI yang paling menarik untuk meningkatkan pengalaman menginapnya di hotel adalah rekomendasi instan, informasi objek wisata, dan pemesanan fasilitas hotel melalui concierge yang didukung oleh AI.

Country Manager Indonesia SiteMinder Fifin Prapmasari, menjelaskan bahwa peluang ini perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan demi membangkitkan gairah pariwisata nasional.

"Dengan kecerdasan buatan (AI) yang kini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam industri perjalanan, sangat membanggakan melihat Indonesia memimpin dalam penggunaan teknologi baru untuk membuat penginapan hotel pada tahun 2026 menjadi lebih cerdas, efisien, dan lebih menyenangkan," ucap Fifin.

Temuan lainnya, wisatawan Indonesia memiliki keinginan yang jauh lebih kuat untuk bepergian dalam setahun ke depan, yang mana tertinggi di dunia.

Di tahun 2026, sebanyak 34% wisatawan Indonesia mengaku berencana bepergian ke luar, 17% bepergian dalam negeri, dan 49% lainnya akan melakukan keduanya.

Wisatawan Indonesia dalam survei tersebut menyebut ringkasan hotel berbasis AI akan menjadi fitur yang paling bermanfaat ke depannya. Pemantauan harga kamar, informasi, dan perencanaan personal juga mengikuti fitur tersebut.

"Penelitian SiteMinder menunjukkan bahwa teknologi akan selalu menjadi inti dari perjalanan yang lancar, dan akan terus memberikan manfaat bagi mereka yang siap mengadopsinya," lanjutnya.

Laporan juga menemukan bahwa wisatawan Indonesia sebanyak 38% lebih memilih untuk mencari referensi akomodasi atau perjalanan di tahun 2026 dengan menggunakan online travel agency (OTA), yang mana meningkat dari tahun lalu sebesar 25%. Sebanyak 59% wisatawan Indonesia juga disebut tetap yang paling mungkin di dunia untuk menggunakan OTA dalam melakukan pemesanan akomodasi.

Berdampak

Menanggapi hal tersebut, Hariyadi melanjutkan kehadiran OTA memberikan dampak terhadap industri perhotelan. Dengan adanya OTA, masyarakat dapat lebih mudah mencari akomodasi hotel, dan juga pelaku usaha dapat dengan mudah memperkenalkan usahanya.

Namun di satu sisi, OTA juga membuat industri perhotelan diperkenalkan dengan tantangan lain.

"Memang membantu dari sisi pengenalan ke masyarakatnya. Tapi di sisi lain, semakin hari OTA itu komisinya semakin besar, itu gak sehat juga buat hotel, karena rata-rata sekarang mintanya 17% dari awalnya 10%. Bahkan hotel yang standalone bisa sampai 20%, itu kan besar sekali komisinya," ungkap Hariyadi.

Pihak perhotelan juga sudah melakukan tracing untuk melacak para wisatawan dan preferensi wisata mereka, sebagai upaya meningkatkan efisiensi periklanan dan menarik mereka untuk menginap di hotel.

"Tracing untuk data misalkan orang yang mencari data soal Indonesia itu di mana saja, itu bisa gak kita lacak sampai kita konversi menjadi transaksi dan deal membuat mereka datang ke Indonesia. Dari hotel sendiri memang selalu mengarahkan ke website-nya masing-masing, kalau kita yang hotel chain itu kita menggunakan AI untuk tracing orang mencari informasi," jelasnya.

Google Review juga memberikan pengaruh besar terhadap industri hotel karena meningkatkan visibilitas di hasil pencarian dan memengaruhi keputusan wisatawan dalam mencari akomodasi. Maka dari itu, membangun reputasi daring yang baik sangat berperan penting dalam meningkatkan kepercayaan wisatawan.

"Sangat berpengaruh besar, tapi harus hati-hati juga, karena semua orang bisa nulis dan itu bahaya, misalkan ada orang mau menjatuhkan harus di-counter, kita harus membangun kesiagaan, ada aja orang yang usil mau menjatuhkan bisnis kita melalui google review," ucapnya.

Dengan semakin tingginya minat masyarakat Indonesia untuk bepergian di tahun 2026 dan kesiapan mereka dalam mengadopsi serta menggunakan teknologi AI, pelaku usaha wisata dan juga perhotelan dapat melakukan antisipasi dan memberikan respons perubahan untuk memaksimalkan layanan mereka.

Salah satu temuan lain dalam laporan tersebut, disebutkan 84% wisatawan Indonesia mendukung pihak hotel untuk menggunakan data-data mereka dalam melakukan personalisasi penginapan. Angka tersebut merupakan peringkat tertinggi kedua secara global setelah Thailand yang peresentasenya mencapai 86%. Responden wisatawan Indonesia lainnya, menekankan pentingnya transparansi tentang bagaimana data tersebut digunakan.

Menanggapi hal tersebut, pakar keamanan siber dan teknologi iniformasi Vaksin.com Alfons Tanujaya, menekankan pentingnya menjaga keamanan privasi data dari para tamu wisata dan hotel.

"Data tamu untuk personalisasi itu bisa meningkatkan layanan. Tapi dari sisi keamanan privasi data, ya sejauh hotelnya bisa dipercaya saya pikir mereka akan menjalankannya dengan bertanggung jawab, dan pengelolaan datanya harus memenuhi standar yang baik, jangan sampai bocor," tegas Alfons.

Dasar hukum untuk perlindungan data juga sudah tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Tantangannya, perlu adanya regulasi yang lebih konkret dan juga implementasi yang baik.

"UU PDP dan ITE pada dasarnya sudah bisa melindungi dengan baik jika terjadi penyalahgunaan, tapi yang sangat penting adalah implementasi di lapangan. Jadi pemerintah perlu memperhatikan implementasi dan mendidik supaya ekosistem pariwisata ini bisa menyesuaikan dan melindungi data," sambungnya.

Kemajuan teknologi telah membawa transformasi yang signifikan dalam industri pariwisata di Indonesia dengan mengubah cara wisatawan merencanakan perjalanan mereka dan cara pelaku industri beroperasi. Perkembangan teknologi ini pun tidak dapat dihindari, melainkan masyarakat dan pelaku usaha yang perlu dengan cepat beradaptasi dan memanfaatkannya dengan baik.

Pakar pariwisata dan mantan dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Myra Puspasari Gunawan, menambahkan masyarakat dan para pelaku usaha wisata perlu dengan cerdas memanfaatkan teknologi dalam membuat konten kepariwisataan dan usahanya.

"Saya kira teknologinya sendiri memang tidak bisa dibendung, tapi bagaimana kita memanfaatkan itu, itu yang harus kita ikut belajar. Tapi saya juga melihat yang penting itu sebetulnya bukan teknologinya, teknologi itu sudah ada fungsinya yang bisa dimanfaatkan, tapi bagaimana membuat konten yang akan dipakai oleh teknologi itu," tambah Myra.

Meskipun kondisi global masih diselimuti ketidakpastian, gairah berwisata masyarakat Indonesia dinilai oleh Myra masih tinggi. Namun, dibanding berwisata ke luar negeri, Myra juga menekankan pentingnya membangun ekosistem yang baik sehingga masyarakat lebih memilih untuk berwisata di dalam negeri sehingga memberikan dampak terhadap masyarakat lokal sekitar dan juga perekonomian Indonesia.

"Ya menurut saya memang ini masih agak berat, tapi kalau ada minat ke luar negeri, itu dalam benak saya tidak menguntungkan ekonomi kita, kalau saya terus terang sebelum kita bersusah payah mendapatkan wisatawan dari luar, saya akan lebih memperhatikan bagaimana kita mendorong wisatawan untuk berwisata di dalam negeri," tutupnya.