Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan kelembagaan 80.081 Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah, pada Senin (21/7). Tujuannya untuk membangun ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Peluncuran ditandai dengan penyerahan simbolis Surat Keputusan Badan Hukum Koperasi kepada lima perwakilan ketua koperasi.
“Koperasi adalah alat perjuangan rakyat kecil untuk menjadi kuat. Ini adalah usaha besar strategis,” ujar Prabowo dalam sambutannya yang disiarkan secara daring melalui sekretariat Presiden.
Rencana pembentukan koperasi desa Merah Putih muncul pada awal Maret 2025 untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Terdapat berbagai jenis unit usaha yang bisa dikembangkan seperti apotek, klinik, unit usaha simpan pinjam, kantor koperasi, pengadaan sembako, pergudangan atau cold storage, dan logistik. Selain itu, lembaga ini juga dapat menjalankan usaha lain yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Adapun modal untuk pembentukan koperasi ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Daerah, dan Desa, serta sumber lain yang sah sesuai ketentuan perundang-undangan.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, sekaligus Ketua Satgas Nasional KDMP, Zulkifli Hasan, menambahkan bahwa koperasi akan menjadi sarana distribusi, pemberdayaan petani dan nelayan, sekaligus pemutus rantai tengkulak dan rentenir.
“Hari ini kita melahirkan wajah baru koperasi Indonesia: koperasi yang dibangun atas semangat gotong royong dan kekeluargaan,” ujar Zulkifli.
Memenuhi Kebutuhan Rakyat
Selain fasilitas gudang, cold storage, gerai sembako, dan kendaraan distribusi, Prabowo juga menargetkan agar koperasi desa menjadi simpul distribusi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.
"Desa nelayan akan punya pendingin yang lebih besar untuk bikin es dan menjaga ikan, Kemudian, tiap sebelahnya gudang akan ada gerai, ada gerai sembako, simpan pinjam," ujar Prabowo.
Presiden juga menargetkan peningkatan gizi masyarakat melalui distribusi ikan ke desa-desa agar konsumsi protein meningkat.
Dana desa sebesar Rp1 miliar per tahun akan dioptimalkan untuk mendukung pembangunan koperasi.
“Yang penting pengelolaannya bersih dan digunakan untuk rakyat. Kepala desa harus ikut mengawasi,” tegas Prabowo.
Mirip KUD Bikin Pesimistis
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, menyebut inisiatif ini tak ubahnya model KUD yang dulu pernah gagal: top-down, tanpa akar di masyarakat, dan minim basis kewirausahaan.
"Koperasi dibangun top-down, basis entrepreneurship-nya enggak ada. Ini proyek pemerintah, bukan jawaban atas kebutuhan warga," katanya.
Ia menyebut banyak koperasi masa lalu yang dibentuk karena proyek, bukan kebutuhan nyata masyarakat. Alhasil, koperasi menjadi beban administratif belaka, kehilangan identitas sebagai gerakan.
"Ini seperti mengulang pola lama. Terlebih jika intervensi negara terlalu dominan tanpa partisipasi sejati dari masyarakat akar rumput," kata dia.
Hal senada diungkapkan Mukroni dari Ketua Komunitas Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara). Ia menekankan bahwa koperasi adalah kumpulan orang, bukan kumpulan modal.
"Kalau kohesivitas enggak ada, identitas koperasi perlu dipertanyakan," ujar dia.
Menurut dia, banyak pengurus koperasi saat ini bahkan belum tahu arah usahanya, dan bahkan mengira akan digaji pemerintah. “Jadi kami akan gajian kapan?” ujarnya menirukan.
Belajar dari yang Sukses
Namun di tengah keraguan, harapan tetap ada. Ini merupakan beberapa contoh koperasi yang berhasil dari beberapa negara:
- Japanese Agricultural Cooperatives (JA-Zen Noh) yang merupakan merupakan koperasi terbesar di dunia dari 300 koperasi yang diranking oleh International Co-operative Alliance (ICA). Dengan basis pertanian, jejaring Zen Noh telah merambah ke berbagai bisnis, yang menjangkau banyak negara. Padahal, koperasi ini baru dibentuk pada 1972, jauh lebih muda ketimbang koperasi-koperasi raksasa di Eropa dan Amerika Serikat. Asetnya diperkirakan enam kali lebih besar dari Honda.
- Mondragon merupakan salah satu federasi koperasi pekerja terbesar di dunia yang berpusat di Wilayah Basque, Spanyol, didirikan pada tahun 1956 oleh Pastor José María Arizmendiarrieta untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran pasca perang saudara. Koperasi ini telah berkembang pesat dan kini memiliki puluhan ribu karyawan serta ratusan unit usaha yang bergerak di berbagai sektor seperti manufaktur, keuangan, dan layanan jasa, bahkan hingga ke berbagai negara di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia.
- Credit Agricole, koperasi perbankan di Prancis, menjadi bank paling solid yang dimiliki jutaan nasabahnya. Credit Agricole berhasil menjadi salah satu bank terbesar di dunia dengan aset mencapai triliunan euro dan operasi di lebih dari 50 negara.
- Di Amerika Serikat, koperasi listrik NRECA melayani hampir seluruh negara bagian. Dibentuk pada tahun 1942, NRECA melayani koperasi yang memasok listrik ke lebih dari 56% daratan di negara ini, menyediakan layanan penting bagi 42 juta orang dan memberi daya pada lebih dari 20 juta bisnis, rumah, sekolah, dan pertanian di 48 negara bagian.
- NTUC FairPrice di Singapura menjelma menjadi raksasa ritel milik konsumen. FairPrice memiliki lebih dari 100 supermarket dan lebih dari 160 gerai minimarket Cheers di seluruh pulau, serta berbagai format ritel lain seperti FairPrice Finest, FairPrice Xtra, dan FairPrice Xpress.
"Sukses mereka bukan karena intervensi pemerintah, tetapi karena menjawab kebutuhan riil petani, dari produksi, pengolahan, hingga distribusi, serta menempatkan pendidikan sebagai pilar utama," kata Suroto.
Sementara itu, berikut ini merupakan beberapa contoh koperasi yang berhasil di Indonesia:
- Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI): Koperasi ini didirikan secara swadaya dan terus dikembangkan secara konsisten lewat pendidikan anggota, GKKI beranggotakan 4,6 juta orang dan memiliki aset sebesar Rp48 triliun. Salah satu tokoh awalnya adalah Margono Djojohadikusumo, yang merupakan kakek dari Presiden Prabowo Subianto
- Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT) yang menaungi sekitar 900 koperasi simpan pinjam (kredit union) dengan aset terkonsolidasi Rp46 triliun adalah contoh sukses koperasi yang lahir dari swadaya, solidaritas, dan pendidikan. Model ini terbukti tangguh bahkan tanpa sokongan besar dari negara.
- Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) lahir dari pengalaman kolektif para pedagang warteg di Jabodetabek. Dalam tekanan inflasi dan persaingan usaha, para pemilik warteg membentuk komunitas sebagai ruang gotong royong. Berawal dari paguyuban keluarga dan tetangga sekampung, Kowantara kini berbadan hukum dengan lebih dari 10.000 anggota.
Suroto menyarankan, jika pemerintah benar-benar ingin koperasi menjadi alat perjuangan ekonomi rakyat, maka pendekatannya harus diubah. “De-ofisialisasi adalah kata kunci, koperasi bukan perpanjangan tangan negara, tetapi ruang kemandirian warga," kata dia.
Menurutnya, langkah taktis yang bisa dilakukan adalah menunda penyaluran dana sebelum koperasi menunjukkan inisiatif pendidikan internal dan perencanaan bisnis yang nyata. Belajar dari koperasi yang sudah eksis dan sukses bisa menjadi titik tolak.
“Nah, stimulasi yang diiming-iming akan dikucurkan dari Himbara itu, itu jangan dikucurkan dulu, jika koperasi desa itu belum betul-betul membuat program pendidikan untuk anggotanya,” anjur Suroto.
Alih-alih segera mencairkan dana, pemerintah bisa mensyaratkan program pendidikan anggota sebagai prasyarat operasional. Pengurus perlu belajar dari koperasi sukses yang ada, bukan dari petunjuk teknis. Pemerintah bisa memfasilitasi jejaring pembelajaran antar koperasi, mendorong inovasi lokal, dan menghormati otonomi warga desa.
Selain mendiagnosa kebijakan koperasi secara mendalam dan berbasis kajian ilmiah, pemerintah dapat berperan dalam tiga hal utama: rekognisi, insentif, dan proteksi. “Pertama, memberikan rekognisi dari kesuksesan koperasi yang sudah berhasil membangun,” lanjutnya. Rekognisi ini bisa berupa pengakuan formal atas koperasi yang menjalankan prinsipnya dengan baik, yang sayangnya, masih jarang dilakukan.
Selain rekognisi, bentuk dukungan konkret lainnya adalah pemberian insentif seperti keringanan pajak bagi koperasi yang benar-benar menjalankan nilai-nilai dasar koperasi. “Itu hak moral koperasi,” tegas Suroto.
Yang ketiga, pemerintah juga semestinya melakukan proteksi, yaitu perlindungan terhadap prinsip koperasi dengan menindak koperasi-koperasi palsu yang hanya memakai nama koperasi tapi tidak menjalankan prinsipnya. Sebab, koperasi-koperasi semacam itu dapat merusak citra koperasi secara keseluruhan dan menyulitkan warga yang ingin membangun koperasi sejati.
Dengan pendekatan seperti ini, diharapkan muncul tata kelola koperasi yang tidak hanya berbasis jargon dan proyek, tetapi betul-betul memberi ruang tumbuh bagi koperasi-koperasi yang menjawab kebutuhan zaman.