Pemerintah akan membangun pusat komputasi mutakhir berbasis AI dan teknologi Quantum AI Data Center di Batam dengan nilai USD400 juta (atau sekitar Rp6 triliun), menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di Asia yang memiliki Quantum AI Data Center itu.
Rencana investasi Quantum AI Data Center terungkap saat penandatanganan kerja sama strategis antara Worldvuer iByond Limited, perusahaan teknologi terkemuka dari Silicon Valley, dan Tunas Prima Industrial Estate di Jakarta pada 9 Juli.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, hadir menyaksikan langsung momen penting ini, bersama dengan Her Highness Princess Anne Shek, Chairman of Advisory Board for Asia, Worldvuer iByond Limited.
βHal ini sejalan dengan direktif Presiden Prabowo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen menuju Indonesia Emas 2045. Ekonomi digital, khususnya pusat data, adalah pilar utama untuk mencapainya. Indonesia memiliki potensi luar biasa di sektor ini, dan kami siap menjadi mitra utama dalam membangun masa depan digital Asia,β kataWakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu akhir pekan lalu.
Worldvuer iByond Limited dikenal sebagai pengembang Vovea iByond Operating System, sebuah sistem revolusioner yang mengintegrasikan komputasi kuantum, kecerdasan buatan, dan big data analytics.
Kombinasi teknologi ini diklaim mampu menghasilkan kecepatan dan kapasitas pemrosesan yang jauh melampaui pusat data konvensional. Indonesia terpilih sebagai basis pertama teknologi ini di Asia, setelah sebelumnya dikembangkan di Silicon Valley dan Timur Tengah.
Peluang besar
Menurut Ari Sutedja, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Indonesia berpeluang besar untuk menjadi pusat data regional tetapi ada hambatan besar dalam pembangunannya, terutama dalam hal infrastruktur dan komitmen investasi.
Potensi bisnis di luar pusat data AI kuantum dari perkembangan teknologi generasi selanjutnya begitu melimpah dan tak terbatas. Namun, ia menekankan bahwa keberhasilan pengembangannya sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur. Ari Sutedja mempertanyakan apakah kecanggihan yang dibicarakan itu hanya sebatas istilah atau memang didukung oleh infrastruktur dan teknologi yang memadai.
Salah satu hambatan utama adalah infrastruktur yang belum memadai untuk mendukung komputasi tingkat tinggi, terutama untuk kecerdasan buatan (AI). Ari Sutedja menjelaskan bahwa belum ada pusat data di Indonesia yang sepenuhnya mampu melakukan proses AI karena besarnya investasi yang dibutuhkan dan kesulitan memperoleh perangkat AI, terutama dengan adanya pembatasan dari negara-negara penguasa teknologi seperti Amerika Serikat. "Investasi besar banget, kalau udah bicara AI," ujarnya.
Selain itu, kondisi data di Indonesia yang belum terstruktur menjadi kendala serius. Pusat data AI membutuhkan "data lake yang sangat besar," dan saat ini Indonesia belum memiliki kapabilitas tersebut.
Menanggapi informasi dari BKPM mengenai rencana investasi pusat komputasi di Batam, Ari Sutedja berharap agar pusat data tersebut tidak berdiri sendiri dan dapat memanfaatkan ekosistem serta industri lokal, termasuk pengusaha dan industri dalam negeri. Ini akan membantu meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ia juga menekankan pentingnya komitmen dan tanggung jawab investor terhadap bangsa dan negara, tidak hanya sekadar nama besar perusahaan.