Impor Bahan Baku Industri Farmasi Masih Tinggi, Pemerintah Terus Mencari Solusi Tepat

Ketergantungan terhadap impor bahan baku tinggi karena industri hulu farmasi yang belum berkembang dan keterbatasan bahan baku lokal yang belum sesuai standar.

Indonesia masih menghadapi tantangan berat dalam industri farmasi yaitu ketergantungan terhadap bahan baku impor masih tinggi atau belum ada kemandirian bahan baku obat. Ketergantungan terhadap impor bahan baku tinggi karena industri hulu farmasi yang belum berkembang dan keterbatasan bahan baku lokal yang belum sesuai standar.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan pihaknya terus berupaya untuk mengatasi permasalahan impor bahan baku yang cukup tinggi ini dengan terus mencari solusi tepat yaitu mendorong pengembangan industri hulu farmasi dan peningkatan produksi bahan baku lokal.

“Dari tahun ke tahun masalah industri farmasi tetap sama, impor bahan baku masih tinggi,” ujar dia ketika ditemui di Indonesia Pharmaceutical and Cosmetics Sustainability 2025, di Kementerian Perindustrian, Jakarta (12/11/2025).

Ia mengatakan sudah banyak perkembangan yang terjadi di lapangan dimana banyak perusahaan farmasi lokal yang join dengan perusahaan asing untuk membangun pabrik bahan baku, salah satunya yang dilakukan Kalbe Farma. Pemerintah terus mendorong agar perusahaan farmasi melakukan inisiatif, jika ditemukan hambatan maka pihaknya siap membantu.

Dari 5 besar komoditas ekspor industri, sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional turut memberikan kontribusi signifikan dengan nilai ekspor mencapai US$ 5,35 miliar hingga triwulan I 2025.

Melihat capaian yang menggembirakan ini, Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya dalam mendukung pertumbuhan sektor industri, termasuk industri farmasi, agar terus berkembang dan menjadi kontributor utama dalam mendorong transformasi ekonomi nasional.

Investasi Kalbe Farma

PT Kalbe Farma Tbk melalui anak usahanya, PT Livzon Pharma Indonesia, investasi senilai US$40 juta (sekitar Rp 650 miliar) untuk membangun pabrik bahan baku obat aktif (active pharmaceutical ingredients/API) di Greenland International Industrial Center (GIIC), Kota Deltamas, Cikarang Jawa Barat.

PT Livzon Pharma Indonesia merupakan joint venture antara PT Global Chemindo Megatrading milik Kalbe Farma dan Lian SGP Holding Pte Ltd, perusahaan farmasi terkemuka di Tiongkok, Livzon Group.

Pada tahap awal, fasilitas ini akan dilengkapi dengan lini produksi bahan baku obat bubuk steril beku-kering, pusat kendali mutu, pembangkit listrik, dan sistem pengolahan limbah bebas emisi. Pabrik ini dijadwalkan mulai beroperasi pada pertengahan 2027.

Direktur Kalbe Farma dan Komisaris Livzon Pharma, Mulialie menegaskan bahwa pabrik ini terutama akan berfokus pada produksi API untuk pasar ekspor.

“Kemitraan dengan Livzon secara strategis dalam membangun kompetensi produksi API, yang pada akhirnya akan memperkuat industri farmasi Indonesia dalam jangka panjang,” kata Mulialie seperti dikutip di Website resmi Kimia Farma (12/11).

GM Operational Livzon Pharma, Jian Lei, menambahkan bahwa fasilitas baru di Indonesia ini menandai langkah signifikan dalam strategi ekspansi global Livzon Group. Pabrik tersebut akan memproduksi antibiotik steril, termasuk Vancomycin HCl, Teicoplanin, dan Colistimethate Sodium.

Produk ini akan mematuhi standar Good Manufacturing Practice (GMP) terbaru yang ditetapkan oleh FDA, EMEA, dan PIC/S.

Selain itu, pabrik tersebut bertujuan untuk memperoleh sertifikasi halal guna memenuhi permintaan pasar domestik dan internasional. (DH)

Bangun Ekosistem Bahan Baku

Pada Kesempatan yang Berbeda, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty meminta Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) Kementerian Perindustrian untuk membangun ekosistem bahan baku dengan memperkuat hilirisasi industri.

Baca juga:

Potensi Besar Obat Herbal Indonesia Menuju Kelas Global
Indonesia diharapkan menjadi salah satu pusat pengembangan obat herbal di dunia

Dia menilai bahwa tantangan utama industri dalam negeri yakni masih terletak pada tingginya ketergantungan industri terhadap bahan baku. Menurut dia, pemerintah dan berbagai pihak perlu mencari solusi atas permasalahan itu.

"Bagaimana kita sekarang ini kembali menguatkan industri-industri tersebut yang merupakan unggulan bagi kita sebelumnya dan menambah industri-industri baru yang memang mempunyai peluang yang tinggi untuk market global," kata Evita saat rapat dengan Ditjen IKFT di Gedung DPR, Jakarta (12/11).

Dia mengatakan bahwa kondisi industri dalam negeri saat ini sudah tidak bisa selalu tergantung kepada bahan baku impor. Terlebih lagi, kata dia, situasi tarif perdagangan global dan kerja sama internasional yang sepenuhnya belum memberi nilai tambah bagi industri nasional.