Empat hari perdagangan berturut sejak penutupan transaksi pada Jumat, 8 Agustus 2025 pekan lalu, pasar saham Indonesia menunjukkan performa impresif. Hingga hari Rabu 13 Juli 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 1,30% ke level 7.892,91, mencetak rekor tertinggi baru di tahun 2025 dan hampir menyamai rekor tertinggi sepanjang masa – hanya selisih 0,22%.
Penguatan IHSG kembali didorong oleh net buy investor asing mencapai Rp 1,49 triliun di seluruh pasar. Net buy asing di pasar reguler mencapai Rp 1,52 triliun. Sedangkan di pasar negosiasi, ada net sell atau jual bersih asing Rp 34,72 triliun.
Sektor teknologi menjadi salah satu yang mendorong lonjakan di pasar saham hari Rabu, mencapai 3,98%. Sektor kesehatan naik 1,56%, sektor properti dan real estate menguat 1,49%, disusul sektor infrastruktur 1,46%. Kemudian sektor barang konsumsi non primer naik 1,12%, sedangkan sektor perindustrian naik hingga 0,79%.
Lalu, sektor energi menguat 0,66%, dan sektor keuangan terangkat 0,20%, dan sektor barang baku naik 0,06%. Total volume transaksi bursa mencapai 36,83 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 21,08 triliun. Sebanyak 346 saham menguat. Ada 280 saham yang melemah dan 173 saham flat.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, melihat, sektor saham yang paling besar kenaikannya, sektor teknologi, menjadi kekuatan yang bisa saja memantik gairah pasar, hingga menembus batas psikologis baru di hari-hari mendatang.
Sektor teknologi memimpin kenaikan harian +4,0% dan masih mencatat lonjakan year to date (YTD) di atas 140%. "Ini menunjukkan adanya euforia di saham growth, yang jika berlanjut dapat membantu IHSG menguji level 8.000 dalam waktu dekat,” ujar Josua.
Di sisi lain, sektor perbankan juga menjadi sektor yang berkontribusi pada peningkatan IHSG. Josua menjelaskan, perbankan mendapat sentimen positif dari prospek penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), yang diperkirakan akan menurunkan biaya dana (cost of fund) dan mendorong penyaluran kredit.
Saham perbankan diharapkan bisa menjadi pintu masuk utama bagi investor institusi, khususnya asing, untuk berinvestasi di pasar Indonesia karena kapitalisasi pasar dan likuiditas yang tinggi.
Josua menyebut, fundamental perbankan juga relatif solid dengan pertumbuhan laba yang stabil dan kualitas aset yang terjaga. "Membuatnya menjadi pilihan defensif sekaligus proksi pertumbuhan ekonomi domestik,” jelasnya
Katalis utama atau pendorong utama kenaikan IHSG ini datang dari sentimen global, terutama ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, serta arus masuk modal asing ke pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN). Di dalam negeri, kinerja solid emiten di laporan keuangan semester I turut menjadi penopang penguatan pasar.
Analis Pasar Modal dari Astronacci Internasional, Anthonius Edyson, juga berpandangan IHSG, yang telah menembus area konsolidasi, berpeluang besar melanjutkan penguatan menuju level selanjutnya. “Secara teknikal, memang IHSG telah menembus area konsolidasi sehingga dapat melanjutkan penguatan menuju resistance selanjutnya,” katanya kepada SUAR.
Dengan capaian ini, Josua memperkirakan IHSG akan menguat secara moderat di semester ke dua 2025. Target stabil berada di kisaran 7.800-8.000 hingga akhir tahun, dengan syarat kondisi global tetap kondusif. “Pemangkasan suku bunga BI, stabilitas politik, dan percepatan realisasi APBN menjadi katalis domestik utama," jelasnya.
Ia mengungkapkan emiten dengan neraca keuangan yang kuat, prospek pertumbuhan pendapatan yang jelas, dan eksposur pada sektor perbankan, teknologi, dan konsumsi diperkirakan akan menjadi lokomotif penggerak IHSG.
Sementara sektor teknologi dan infrastruktur diproyeksikan akan menjadi yang paling menonjol berkat kombinasi pertumbuhan struktural dan dorongan jangka pendek dari proyek-proyek pemerintah.