Musim liburan di kuartal II–2025 ini bukan hanya momen untuk rehat, tetapi juga menjadi pemicu utama lonjakan aktivitas ekonomi nasional.
"Mobilitas masyarakat meningkat diindikasikan oleh peningkatan jumlah penumpang angkutan rel dan angkutan laut, hal ini sejalan dengan perayaan HKBN dan libur sekolah," ujar Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud, dalam konferensi pers pada Selasa pagi (05/08).

Lonjakan ini sejalan dengan perayaan Hari Keagamaan Berskala Nasional (HKBN) dan libur sekolah. Perjalanan wisatawan nusantara naik 22,32% secara tahunan, sementara transaksi di gerbang tol Jasa Marga tumbuh 2,86% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Bukan sekadar bepergian, orang-orang juga berbelanja: mulai dari tiket transportasi, paket wisata, hingga kuliner lokal di kota tujuan. Mobilitas ini mengalirkan belanja masyarakat ke berbagai sektor, mulai dari transportasi, akomodasi, hingga kuliner lokal.
“Moda transportasi seperti angkutan rel dan laut mencatat lonjakan jumlah penumpang. Di sisi konsumsi, sektor jasa lainnya, yang banyak mencakup rekreasi, hiburan, dan aktivitas sosial, mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 11,31%,” kata Edy.
Kenaikan jumlah perjalanan ini menjadi bagian dari cerita pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,12% secara tahunan atau year-on-year (YoY) di kuartal II–2025. Tak hanya memberikan dampak langsung pada sektor pariwisata, lonjakan mobilitas juga berdampak pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan transaksi elektronik.
Dampaknya juga terlihat dari sisi digital. Transaksi online melalui e-commerce naik 7,55%, dan nilai transaksi uang elektronik serta kartu naik lebih dari 6%. Artinya, masyarakat tidak hanya bergerak, tapi juga belanja, baik secara langsung maupun digital.
Ledakan konsumsi digerakkan kelas menengah
Libur panjang tahun ini menjadi ruang bernapas sekaligus ajang belanja bagi kelas menengah, yang mendominasi perjalanan wisata domestik. Konsumsi rumah tangga, penopang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), tumbuh 4,97% (YoY) dan menyumbang 54,25% terhadap PDB.
“Faktor musiman, terutama banyaknya hari libur dan perayaan keagamaan, mendorong konsumsi, khususnya di sektor perjalanan dan akomodasi,” kata Yusuf Rendy Manilet, ekonom dari CORE Indonesia, kepada SUAR (05/08).
Tanda-tanda geliat belanja ini terlihat dari kenaikan indeks penjualan eceran riil sebesar 1,19%, lonjakan impor barang konsumsi 7,60%, dan pertumbuhan nilai transaksi elektronik, dari kartu debit, kredit, hingga dompet digital, sebesar 6,26%. Belanja online pun tak kalah ramai, naik 7,55%.
Meski begitu, Yusuf mengingatkan bahwa ini belum bisa dibaca sebagai tanda perbaikan struktural. “Masih ada tantangan besar, terutama dalam memastikan bahwa pertumbuhan konsumsi juga merata ke kelompok pendapatan bawah,” ujarnya.
Selama ini, diskon tarif transportasi dan subsidi lebih banyak dinikmati kelas menengah – sehingga dampaknya belum sepenuhnya inklusif.
Pariwisata: mesin baru yang sedang dipanaskan
Pariwisata terbukti memberikan dorongan pada sektor jasa lainnya yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 11,31% secara tahunan di kuartal II–2025. Pertumbuhan ini sebagian besar dipicu oleh peningkatan kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara selama periode libur.
Di kuartal II–2025, perjalanan wisatawan nusantara mencapai 331,37 juta perjalanan, melonjak 22,32% dibandingkan dengan tahun lalu. Kunjungan wisatawan mancanegara juga naik 13,96% menjadi 3,89 juta kunjungan.
“Sepanjang semester pertama, kita mencatat 113,78 juta perjalanan wisatawan nusantara dan 7,05 juta kunjungan wisatawan mancanegara,” ujar Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana, dalam konferensi pers di Graha Sawala, Jakarta.
Ia menyebut, pertumbuhan ini turut mendorong sektor transportasi dan pergudangan yang naik 8,52%, serta sektor akomodasi dan makan-minum yang tumbuh 8,04%.

Widiyanti juga menyebut, sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 8,52%, didukung oleh program diskon tiket pesawat, kereta api, dan transportasi lainnya. Sektor akomodasi dan makan-minum pun mencatat pertumbuhan 8,04%, terutama dari kegiatan korporasi dan event besar.
Pemerintah, kata Widiyanti, sedang memanfaatkan momentum ini. “Kami sudah berkoordinasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk menyediakan paket wisata menarik pada libur nasional 18 Agustus, dan menggaungkan 58 Festival Karisma Indonesia hingga akhir tahun, termasuk Festival Pacu Jalur di Riau,” ujarnya.
Hotel-hotel di sejumlah daerah bahkan sudah mencatat pemesanan hingga 80% untuk akhir tahun.
Namun, potensi ini belum sepenuhnya terdistribusi. Menurut Yusuf Rendy dari CORE, banyak destinasi potensial di luar Bali dan Lombok yang belum punya akses transportasi memadai. “Kalau aksesnya sulit, manfaat ekonominya tidak akan merata,” katanya.
Menjaga momentum pasca-libur
Libur panjang memang memberi dorongan kuat, tapi mempertahankan momentum adalah tantangan berikutnya. Untuk menjadikan pariwisata sebagai mesin pertumbuhan yang lebih kuat, dibutuhkan investasi berkelanjutan pada konektivitas, promosi destinasi alternatif, dan pelatihan tenaga kerja lokal.
Dalam konteks ini, pertumbuhan PMTB (investasi tetap) yang mencapai dua digit, yakni 11,51%, dan kenaikan belanja modal pemerintah sebesar 30,37% menjadi sinyal positif.
Widiyanti menegaskan, pemerintah tak ingin energi ini padam begitu liburan usai. Mulai Oktober, kampanye libur Natal dan Tahun Baru 2025–2026 akan digulirkan, lengkap dengan promo transportasi dan paket wisata yang dirancang untuk menggerakkan perjalanan ke berbagai wilayah di Indonesia.
“Kami ingin memastikan momentum pertumbuhan pariwisata ini tidak berhenti di musim libur sekolah saja,” katanya.
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% pada kuartal II-2025, dan pertumbuhan ini tidak lepas dari peran mobilitas masyarakat dan konsumsi rumah tangga yang meledak selama musim liburan. Jalan tol yang padat dan tempat wisata yang ramai adalah cerminan geliat ekonomi yang hidup, meski, seperti diingatkan ekonom, keberlanjutan menjadi PR besar berikutnya.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, hari besar keagamaan dan hari libur panjang mendorong konsumsi dan pariwisata. Sebab, saat libur panjang masyarakat cenderung keluar rumah untuk berpelisir maupun berbelanja.
"Lonjakan kunjungan wisata memang banyak didorong dari libur panjang," ujar Haryadi.