Harapan Terang di Zona Spesial (1)

Sejumlah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia membuktikan bahwa kebijakan hilirisasi dan pengembangan KEK berhasil menarik investasi global, memperkuat ekspor, serta membuka peluang besar bagi tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di berbagai daerah.

Harapan Terang di Zona Spesial (1)
Presiden Prabowo Subianto melihat maket kompleks Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang di Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, saat peresmian fasilitas itu pada Kamis, 20 Maret 2025. Foto: Dok. KSP.
Daftar Isi

Kawasan ekonomi khusus (KEK) di sejumlah wilayah di Indonesia memiliki peran penting sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang menarik investasi besar dengan berbagai insentif fiskal dan non fiskal, serta menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Potensi KEK yang besar perlu terus dikembangkan agar berdaya saing dibanding KEK negara lainnya.

Realisasi investasi di KEK hingga akhir Juli 2025 mencapai Rp 294,4 triliun. Angka ini diperoleh secara kumulatif, dengan tambahan investasi Rp 40,48 triliun sepanjang semester pertama 2025.

KEK berhasil menyerap 28.094 tenaga kerja atau 56,4% dari target tahun ini. Dengan demikian, total penyerapan tenaga kerja sejak KEK berdiri hingga kini mencapai 187.376 orang – dengan melibatkan 442 pelaku usaha.

Wilayah spesial ini juga memiliki ultimate facility, berupa fasilitas dan kemudahan seperti insentif fiskal dan non-fiskal. Insentif pajak berupa tax holyday yang berlaku atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utama di KEK.

Berbagai capaian yang diraih hingga saat ini menegaskan bahwa KEK tidak hanya menjadi pusat investasi dan hilirisasi, tetapi juga instrumen strategis Indonesia untuk memperkuat daya saing global dan membawa dampak nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 

Selain capaian investasi, faktor-faktor keberhasilan pengembangan KEK juga perlu didorong agar berdampak lebih luas ke perekonomian nasional dan masyarakat pada umumnya, demi mendukung tercapainya target-target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan visi Indonesia Emas 2045. 

Namun di sisi capaian yang sudah lumayan ini, juga masih ada berbagai kendala yang membuat akselerasi kinerja KEK belum optimal. Khususnya masalah regulasi dan koordinasi antar kementerian lembaga, baik di pusat maupun daerah. 

Beberapa poin itu menjadi benang merah dari diskusi Roundtable Decision: KEK Akseleratif Atraktif Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja yang diselenggarakan SUAR.id di D-Hub Special Economic Zone (SEZ), BSD, Tangerang, pada Selasa 02 Desember 2025. 

Para pembicara yang berasal dari berbagai latar belakang – baik pembuat keputusan maupun pengelola KEK juga pengamat – punya satu pendapat jika KEK perlu menjadi motor percepatan kekuatan ekonomi baru menyongsong era Indonesia Emas.

diskusi Roundtable Decision: KEK Akseleratif Atraktif Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja yang diselenggarakan SUAR.id di D-hub Special Economic Zone (SEZ), BSD, Tangerang, pada Selasa 02 Desember 2025. 

Para pembicara di acara Roundtable Decision yang digelar SUAR kali ini adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang memberi pengantar via daring; sedangkan narasumber yang hadir yaitu Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso; Direktur Eksekutif KEK Kendal, Juliani Kusumaningrum; Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour/InJourney Hospitality (KEK Sanur), Christine Hutabarat; Strategy Advisor of KEK ETKI Banten, Mulyawan Gani; Ekonom Senior Aviliani, dan dimoderatori Founder & Editor in Chief SUAR Sutta Dharmasaputra. 

Hasil pemikiran para pembicara di diskusi Roundtable Decision ke dua ini kami buat resumenya untuk edisi pekan ini. Harapannya, bisa memantik diskusi lebih mendalam dan konkret tentang bagaimana menjadikan ekosistem KEK lebih sempurna dan efektif bagi peningkatan kinerja ekonomi nasional.

Dalam penulisan hasil diskusi ini, format resume disunting sesuai dengan tema yang jadi pembahasan. Selamat membaca!

Kinerja berdampak kawasan ekonomi khusus 

Berdiri depan podium di samping para narasumber yang duduk melingkar di meja bundar, Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso memulai diskusi dengan menceritakan tentang pertemuan pimpinan-pimpinan  negara dunia jelang tutup tahun. 

Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso (Suar.id/Ahmad Affandi)

Bahasan paling populer tentang pertemuan itu adalah mengenai perdagangan, investasi, dan rantai pasok. Juga terkait digital teknologi dan artifisial intelijen. Susiwijono juga menyinggung soal KTT ASEAN yang salah satunya menyepakati terbentuknya Digital Economic Framework Agreement (DEFA). “Ini satu-satunya kawasan regional yang memiliki kesepakatan ekonomi digital,” katanya. 

Ia kemudian memaparkan capaian kinerja ekonomi Indonesia hingga menyinggung masalah KEK. yang kontribusinya kepada peningkatan kontribusi KEK pada pendapatan daerah regional bruto (PDRB) terlihat positif. “Tak hanya tambahan lapangan kerja, tapi KEK juga juga berdampak ke PDRB,” kata Susiwijono. 

Mengutip temuan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia  (LPEM UI) 2023, beberapa KEK memberikan dampak ke PDRB sangat signifikan, seperti KEK Sei Mangkei, di Sumatera Utara yang memberikan kontribusi ke PDRB ke provinsi Sumatera Utara hingga Rp 6,6 triliun. Sementara penciptaan lapangan kerjanya mencapai 24.000 hingga  74.000 per tahun. 

Investasi yang masuk di KEK yang mencapai Rp 314 triliun dirasa memang sudah lumayan. Apalagi dibandingkan dengan capaian nasional yang satu kuartal saja hingga mencapai di atas Rp 450 triliun. Maka kinerja KEK perlu lebih kuat didorong. “Banyak yang harus kita kejar,” kata Susiwijono.

Jumlah KEK juga perlu ditingkatkan, mengingat di Indonesia sendiri kawasan ekonomi seperti ini masih minim, dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia atau Thailand. Bila Indonesia saat ini KEK punya lahan total 20.912 hektare, Thailand sudah memiliki 622.000 hektare, dan Malaysia seluas 2.143.300 hektare. 

Presiden Prabowo Subianto meresmikan smelter atau pabrik pemurnian logam mulia milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, yang disebut sebagai pabrik pemurnian terbesar di dunia. 

Selain itu, KEK juga menjadi tumpuan bagi realisasi hilirisasi yang didorong pemerintah, seperti KEK Gresik yang merupakan tuan rumah bagi smelter pengolahan tembaga di dunia yang dibangun PT Freeport Indonesia. “Kita mendorong betul adanya investasi  hilirisasi di KEK,” tambah Susiwijono. 

Smelter PT Freeport Indonesia merupakan smelter tembaga single line terbesar di dunia, dengan kapasitas pengolahan 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Bersama dengan smelter PT Smelting, kapasitas total pengolahan konsentrat tembaga menjadi 3 juta ton per tahun, menjadikannya salah satu fasilitas pengolahan tembaga terbesar di dunia. 

Sedangkan KEK Gresik sendiri juga memberikan andil pada PDB Nasional 2023 hinga Rp 10 triliun.

Berbagai poin penyempurnaan

Direktur Eksekutif KEK Kendal, Juliani Kusumaningrum, mengaku, mengelola KEK memiliki banyak keuntungan dengan berbagai keringanan yang diberikan pemerintah pusat. Bahkan di daerah, pihaknya juga masih mendapatkan keringanan. “Jadi, kalau kita bicara di Kendal, Pemkab Kendal memberikan 50% diskon untuk BPHTB. dari, 5% jadi 2,5%,” ujarnya. 

Direktur Eksekutif KEK Kendal, Juliani Kusumaningrum. Foto: Suar.id/Ahmad Affandi.

Meski begitu, memang ada berbagai persyaratan dari pemerintah setempat seperti perlunya perlu menggandeng UKM untuk dikembangkan. Menurut Juliani, dari sisi kebutuhan, kerjasama dengan UKM ini sebenarnya saling membutuhkan dan menguntungkan. Namun jumlah UKM yang ada memang terbatas. 

“Jenisnya terbatas, seperti UKM kuliner, F&B, dan basic-basic services, seperti outsourcing, security, dan lain-lain, di mana itu menurut saya sangat basic.” ujarnya.

Sementara, dalam perkembangan ke depan ada tiga top sektor industri, seperti tekstil dan produk tekstil energi terbarukan, otomotif hingga elektronik yang bisa kerjasama dengan UKM. “Nah, ini kan mestinya sinkron, nih, sektor UKM. Jadi, yang kita harapkan dalam 5 tahun sampai 10 tahun ke depan, UKM itu bukan hanya menyediakan basic needs, tapi juga harus mengikuti yang industri butuhkan,” ungkapnya.

Strategy Advisor of KEK ETKI Banten, Mulyawan Gani, menegaskan, sebagai kawasan yang baru mulai memiliki status khusus, insentif yang diberikan memang bukan faktor paling utama, melainkan regulasi yang pasti. Dengan empat sektor yang harus dikelola, SEZ Banten perlu pijakan aturan untuk mengelola setiap sektor. 

Dan, hingga saat ini belum ada aturan yang menjadi acuan KEK untuk mengembangkan sektor pendidikan, juga industri kreatif. “Nah, ini yang peraturan menteri nya belum ada. Dan kewenangannya juga masih tumpang tindih,” ungkapnya. 

Menurut Mulyawan, karena aturan yang mendasari belum ada, pihak SEZ Banten harus pro aktif mendatangi institusi yang terkait. yang kadang berujung pada kebingungan. “Seharusnya ini kan semua satu pintu,” lanjutnya.

Menanggapi permasalahan yang dihadapi SEZ Banten itu, Plt. Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK, Rizal Edwin Manansang, mengakui sektor digiotak dan industri kreatif memang baru sekarang ini dikembangkan di KEK. 

“Jika awalnya KEK itu berisi sektor industri dan pariwisata, dan baru dikembangkan wisata, digital dan ekonomi kreatif memang belum ada aturan yang baku terkait sektor ini. Nah, ini memang kita sama-sama belajar. Dan tentunya memang kita perlu ada kerja sama dengan kementerian, misalnya kementerian kesehatan. Karena semuanya perlu disesuaikan dengan perkembangan yang ada,” terangnya.

Edwin mengaku pihaknya setiap 3 bulan sekali menggelar pertemuan yang mempertemukan pihak terkait juga lembaga yang terkait, untuk membahas problem-problem yang ada. “Kita cari jalan keluarnya bersama-sama. Tentunya ini juga enggak bisa langsung terbit peraturan baru. Harus bertahap, dan memang harus ada case-case sehingga ini nanti bisa diangkat untuk dibahas bersama-sama dengan kementerian yang terkait,” ujarnya. 

Regulasi yang menjamin 

Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour/InJourney Hospitality (KEK Sanur), Christine Hutabarat, mengaku KEK Sanur sebenarnya sudah dimulai tiga tahun yang lalu, dan kini sudah memiliki tenant yang beroperasi. “Jadi memang kita sudah lalui semua, terutama sebagai KEK kesehatan pertama, pasti ada sedikit kendala. Itu awalnya ada di regulasi,” ungkapnya. 

Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour/InJourney Hospitality (KEK Sanur), Christine Hutabarat (kiri) dan ekonom senior Aviliani.

Christine menegaskan diperlukan harmonisasi susunan regulasi yang mengatur KEK, khususnya dari sektor kesehatan yang bisa jadi rujukan semua pihak di KEK, dan semua perlu dipastikan pihak yang terlibat di sektor ini memiliki pemahaman yang sama. “Orkestrasi tersebut harus benar-benar bisa mempercepat proses perizinan dan investasi,” ujar Christine. 

Sedangkan Ekonom Senior Aviliani mengakui KEK punya peran besar dalam mengurangi pengangguran, tapi ada kebijakan-kebijakan yang belum mendukung sehingga industri yang berada di KEK juga belum kompetitif. “Terutama kalau kita lihat adalah harga BBM kita tuh masih jauh lebih mahal dibandingkan Malaysia,” paparnya.

Ini juga berarti industri dalam negeri belum punya competitiveness yang tinggi sehingga mereka akhirnya mengorbankan margin. "Nah, ini juga kita perlu perhatikan, apa sih faktor yang bisa dibantu oleh pemerintah yang bisa menurunkan cost mereka," lanjutnya.

Selain itu, infrastruktur ekosistemnya juga kurang mendukung mendukung. “Jadi saya melihat ekosistem kita belum jalan dengan baik. Mungkin nanti perlu dipikirkan bagaimana ekosistem dari mulai per subsektor dari pusat sampai daerah, siapa pun yang terlibat itu harus menjadi satu kesatuan,” tegas Aviliani. 

Mukhlison, Gema Dzikri, dan Dian Amalia