Fiskal Terbatas, Kepala Daerah Perlu Efisien dan Kreatif Mencari Pendapatan

Di tengah keputusan untuk mengurangi transfer daerah dalam RAPBN 2026, pemkab perlu lebih kreatif cari pendapatan dan lebih efisien dan tepat guna saat belanja.

Fiskal Terbatas, Kepala Daerah Perlu Efisien dan Kreatif Mencari Pendapatan
Presiden Prabowo Subianto (tengah) berbincang dengan Mendagri Tito Karnavian (kanan) dan Ketua Umum Apkasi yang juga Bupati Lahat Bursah Zarnubi (kiri) saat meninjau stan pameran usai membuka Apkasi Otonomi Expo 2025: Trade, Tourism, Investment, and Procurement di ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (28/8/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Daftar Isi

Dengan berkurangnya transfer daerah di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, seluruh pemerintah kabupaten (pemkab) diminta agar bisa lebih kreatif mencari pendapatan asli daerah. Di sisi belanja, pemkab juga dituntut untuk melakukan efisiensi, dan belanja untuk hal yang lebih tepat sasaran.

Demikian pesan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat memberikan sambutan dalam acara Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Otonomi Expo Tahun 2025, yang berlangsung di Nusantara Hall, Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Provinsi Banten, pada Kamis (28/8/2025).

“Efisiensi, dikurangilah perjalanan dinas, kurangilah rapat-rapat, kurangilah seminar-seminar, kurangilah kunjungan-kunjungan kerja, untuk apa lagi kunjungan kerja? Yang penting kerja, bukan kunjungan-kunjungan kerjanya,” ujar Presiden.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan arahan pada Peresmian dan Pembukaan Apkasi Otonomi Expo 2025: Trade, Tourism, Investment, and Procurement di ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (28/8/2025). Presiden Prabowo dalam kesempatan tersebut menyampaikan kepada kepala daerah agar mampu menghemat anggaran dalam bentuk pengurangan perjalanan dinas, rapat, seminar, serta pemimpin tidak boleh takut dengan kesulitan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

Menurut Kepala Negara, dana hasil efisiensi dapat dialihkan untuk membiayai program-program prioritas yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Yaitu, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan penguatan ketahanan pangan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah pusat memangkas anggaran transfer ke daerah dalam RAPBN 2026. Alokasinya nanti hanya sekitar Rp 650 triliun, turun signifikan ketimbang anggaran saat ini, sebesar Rp 864,1 triliun. Pemotongan sekitar 24,8% ini membuat pemerintah daerah harus mencari cara menjaga ruang fiskalnya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengakui, saat ini pemkab masih banyak bergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Ia mengatakan, dari 419 kabupaten di Indonesia, sekitar 350 kabupaten di antaranya masih bergantung pada anggaran pusat.

Menyikapi tantangan fiskal, Tito menginstruksikan para bupati agar melakukan efisiensi anggaran dan alokasi ke program lain yang lebih menyejahterakan rakyat. Misalkan, lanjut Tito, kurangi belanja perjalanan dinas. Rapat dari 10 kali cukup menjadi hanya dua kali saja asalkan optimal.

Tito memberi contoh Bupati Bursah Zarnubi di Kabupaten Lahat yang berhasil melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 462 miliar. Lantas, hasil penghematan dana dialokasikan untuk pembangunan irigasi yang dapat mengairi lahan hingga 80.000 hektare.

Selain itu, Tito mendorong pemkab untuk bisa kreatif mencari cara lain untuk mendapatkan pendapatan. Tujuannya agar kabupaten tidak melulu harus bergantung pada anggaran pusat. Tito memberi contoh Kabupaten Badung yang postur anggarannya sebesar 90% berasal dari pendapatan asli (PAD). Artinya, hanya 10% anggarannya yang berasal dari pusat.

Salah satu cara yang bisa dilakukan pemkab, lanjut Tito, adalah dengan menggandeng Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Sehingga, pemkab bisa mengoptimalkan potensi daerah agar bisa diolah jadi pendapatan.

"Kami tahu, tidak semua kepala daerah punya insting bisnis. Maka, undang swasta terlibat dalam pembangunan daerah. Gandeng Kadin untuk membantu memberdayakan dunia usaha dan perekonomian daerah," ujar Tito.

Bujet Transfer Daerah Dikurangi, Pemda Perlu Kreatif dan Inovatif
Kepala daerah diharapkan agar bisa lebih kreatif dalam menggali potensi PAD baru untuk menutupi defisit akibat berkurangnya dana transfer dari pusat ke daerah.

Selain itu, Tito mendorong pemerintah daerah untuk menangkap peluang dari program nasional. Misalkan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa Merah-Putih (KDMP). Pemda bisa berperan menyatukan program tersebut.

"Misalkan program MBG ini dipasok dari Koperasi Desa Merah Putih. MBG berjalan dan koperasi pun bisa hidup. Kerjasama model ini yang diperlukan," ujar Tito.

Menaikkan pajak daerah?

Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Bursah Zarnubi mengakui, persoalan fiskal ini jadi tantangan yang harus diselesaikan oleh para bupati. "Bupati harus mengupayakan fiskal yang berkeadilan dengan sumber keuangan mandiri dan dibelanjakan untuk tujuan mencapai kesejahteraan rakyat," ujar Bursah.

Ia menambahkan, saat ini muncul fenomena bupati menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai jalan pintas mengejar pendapatan daerah. Hal ini cukup membuat dinamika dan gejolak di masyarakat.

Menurutnya, untuk mengantisipasi fiskal yang terbatas, para bupati bisa bergandengan tangan, saling berkoordinasi menjalin perdagangan satu daerah dengan daerah lainnya. Misalnya, daerah A berlimpah dengan panen beras, maka daerah itu bisa berdagang dengan daerah B yang membutuhkan pasokan beras.

"Kami perkirakan perdagangan antar kabupaten ini bisa mencapai Rp 50 triliun. Ini luar biasa, karena bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai cita-cita Presiden, yakni 7%–8% pada 3 tahun–4 tahun mendatang," ujar Bursah.

Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu pun menegaskan tidak akan menutup celah pembiayaan anggaran daerahnya dengan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ia beralasan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat Tapanuli Tengah saat ini masih lemah. "Ekonomi masyarakat harus kita pastikan sehat dulu," ujar politikus PDI-P ini.

Sebaliknya, Pemerintah Tapanuli Tengah justru memberikan insentif berupa penghapusan sanksi administrasi PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2). Kebijakan ini berlaku mulai 14 Agustus hingga 31 Desember 2025, mencakup tahun pajak 2021 sampai dengan 2025. Insentif tersebut ditetapkan melalui Keputusan Bupati Nomor 1063/BPKPAD/2025 dalam rangka HUT ke-80 RI dan peringatan hari jadi ke-80 Kabupaten Tapanuli Tengah.

Masinton menyebut, langkah itu diharapkan dapat meringankan beban masyarakat sekaligus meningkatkan kepatuhan membayar pajak. Pemerintah Tapanuli Tengah juga membuka akses pembayaran PBB P2 secara non-tunai untuk memudahkan warga, mulai dari QRIS hingga berbagai platform seperti Tokopedia, Gopay, Blibli, Indomaret, PosPay, dan New Sumut Mobile dari Bank Sumut.

Untuk menambal penurunan jumlah transfer dari pemerintah pusat, Masinton mengatakan, pihaknya tengah mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah. Langkah itu dilakukan dengan memperbaiki administrasi usaha, perizinan, hingga menggali potensi restoran, perkebunan, dan komoditas sayur-mayur di Tapanuli Tengah.

"Kalau kita, sih, bukan pada penaikan PBB-nya, kita lagi cari potensi-potensi penerimaan dari sektor lainnya," ujar Masinton.

"Kalau kita, sih, bukan pada penaikan PBB-nya, kita lagi cari potensi-potensi penerimaan dari sektor lainnya," ujar Masinton.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman menilai berkurangnya anggaran transfer dari pusat berpotensi memukul daerah yang selama ini sangat bergantung pada suntikan dana dari pemerintah pusat.

“Sekitar 60%–70% daerah kita itu, kota-kota, dan juga provinsi masih mengandalkan dana dari pemerintah pusat yang disebut dengan transfer ke daerah, atau dulu disebut dengan dana perimbangan,” ujarnya kepada SUAR melalui sambungan telepon.

Ia menambahkan, guyuran dana ini membuat perekonomian daerah sangat bergantung pada belanja pemerintah daerah, yang mencakup belanja operasional hingga belanja modal.

Herman membandingkan situasi ini dengan efisiensi anggaran sebesar Rp 50,59 triliun yang dilakukan pemerintah pusat pada awal tahun 2025 – yang telah membuat daerah mengalami kesulitan. 

"Daerah sudah tiarap seperti itu, apalagi tahun depan ketika ada penurunan sebesar 24,8%," katanya.