Prospek ekspor bertabur valas tidak hanya ada di Amerika Serikat dan China. Maka, Indonesia terus berupaya menambah kerjasama dagang dengan beberapa negara guna mendorong kinerja ekspor dan pertumbuhan manufaktur.
Setidaknya, pada bulan September ini, sudah ada tiga perjanjian dagang yang berhasil disepakati atau ditandatangani. Yaitu, kerjasama komprehensif industri antara Indonesia-Turki, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa IEU-CEPA, serta yang terbaru Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada (ICA-CEPA).
Sebelumnya, pada Agustus 2025, Indonesia juga sudah melakukan perjanjian dagang dengan Peru.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global dan meningkatkan nilai tambah produk hilirisasi.
Kerjasama Industri Indonesia-Turki
Indonesia dan Turki memperkuat kerjasama komprehensif di sektor industri. Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan kedua negara di sela 12th Annual Teknofest Aerospace and Technology Festival di Istanbul pada 20 September 2025.
Sebagai langkah awal kerjasama, Indonesia dan Turki membentuk Komite Gabungan untuk Kerjasama Industri yang mencakup 14 sektor strategis. Yakni, mulai dari teknologi baterai, kendaraan listrik, tekstil, hingga industri halal.
Terobosan yang dilakukan pemerintah dengan merangkul Turki ini mendapatkan respons cukup positif dari dunia usaha. Salah satunya dari Ketua Umum Gabungan Ekspor Indonesia Benny Soetrisno.
Benny melihat Turki merupakan negara berkembang yang lokasinya sangat strategis dan menjadi pusat transit perdagangan antara Eropa dan Asia. “Indonesia bisa belajar dari Turki bagaimana teknologi manufakturnya, begitu juga sebaliknya, Turki bisa belajar dari Indonesia tentang pertanian,” ujar Benny kepada SUAR di Jakarta (24/9).
Kedua negara bisa menjadi partner dagang yang kuat karena mempunyai banyak kemiripan. Sebagian besar penduduk Turki juga muslim, sehingga ada potensi untuk pengembangan industri halal.
Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana mengatakan, Turki merupakan pasar paling potensial dan harus diamankan. Ia juga menilai Turki bisa menjadi alternatif pasar ekspor selain Tiongkok.
Karena itu, menurut Danang, langkah pemerintah untuk menjalin kerjasama industri dengan Turki sangat tepat, karena kedua negara bisa bertukar ilmu. Apalagi Turki juga hebat dengan kemampuan teknologinya.
“Banyak produk yang potensial bisa dikembangkan ke pasar Turki. Jalin kerjasama yang kuat, jangan sampai setengah-setengah,” ujar dia.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sendiri felah menggelar pertemuan bisnis (business meeting) dengan sejumlah pelaku industri terkemuka di Turki. Beberapa di antaranya adalah:
- Karadeniz Holding. Grup usaha besar yang bergerak di sektor energi, keuangan, real estat, kapal, dan logistik ini menyampaikan ketertarikannya untuk menjajaki kerjasama di bidang shipyard (galangan kapal) serta penyediaan powership.
- Kale Group, produsen keramik dan bahan bangunan terbesar di Turki. Menperin menjelaskan, Kale memiliki peluang besar untuk mendukung program prioritas nasional. Yaitu, pembangunan tiga juta rumah rakyat yang akan menyerap pasokan keramik dalam jumlah besar.
- Erisler, perusahaan produsen pangan Turki yang sudah memiliki kerjasama dengan Indonesia. Saat ini, Erisler menyalurkan tepung terigu untuk pakan hewan. Namun ke depan, mereka berkomitmen untuk memperluas usaha ke bidang industri makanan.
- Tümosan, perusahaan produsen traktor dan mesin diesel. Menurut Agus, peluang kerjasama dengan Tümosan sejalan dengan program Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai ketahanan pangan.
Kemitraan Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA)
Setelah menjalani rangkaian proses perundingan sepanjang hampir satu dekade, Indonesia dan Uni Eropa berhasil mencapai tonggak sejarah penting dalam kemitraan jangka panjang. Yakni, penandatanganan kesepakatan substantif Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dan Komisioner Perdagangan Eropa, Maroš Šefčovič, menandatangani IEU-CEPA di Sofitel Nusa Dua, Badung, Bali, pada 23 September 2025.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, dengan ditekennya perjanjian IEU-CEPA, perjalanan ekspor CPO Indonesia ke Eropa akan semakin mudah dan tidak akan dipersulit lagi. Ia bahkan berharap perjanjian IEU-CEPA bisa meningkatkan kinerja ekspor CPO Indonesia ke Eropa dua kali lipat.
Meski hambatan tarif berhasil dihapus, ekspor sawit masih harus melewati “tembok tinggi” berupa aturan deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Walaupun, penerapan aturan tersebut mengalami penundaan lagi.
“IEU–CEPA kabar bagus. Tapi kalau EUDR tidak bisa dipenuhi, maka nol tarif itu percuma. Tetap saja ekspor kita terhambat,” ujar Eddy kepada SUAR di Jakarta (24/9).
Eddy mengingatkan bahwa kunci sukses ekspor sawit Indonesia bukan hanya soal penghapusan tarif, melainkan juga kemampuan memenuhi regulasi non-tarif. Saat ini, pemerintah bersama pelaku usaha disebut tengah mematangkan strategi agar implementasi EUDR tidak membebani industri sawit, khususnya petani rakyat.
Kerjasama Indonesia-Kanada (ICA-CEPA)
Perjanjian dagang bilateral pertama Kanada dengan negara Asia ini membuka jalan penghapusan lebih dari 90% hambatan tarif perdagangan.
Penandatanganan pernjanian tersebut dilakukan Menteri Perdagangan RI Budi Santoso dengan Menteri Perdagangan Internasional Kanada Maninder Sidhu di West Block, Parliament Hill, Ottawa, Kanada, pada 24 September 2025.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani memberikan apresiasi kepada pemerintah karena terus menambah daftar kerjasama perdagangan internasional, termasuk dengan Kanada yang merupakan awal baru yang baik.
Kanada termasuk negara besar di Benua Amerika. Dengan adanya perjanjian ICA-CEPA, kinerja ekspor Indonesia bisa ditingkatkan dan Indonesia punya alternatif pasar baru ekspor.
“Semakin banyak pasar baru tujuan ekspor, maka devisa negara akan semakin bertambah dan dunia usaha mempunyai banyak opsi untuk memasarkan produknya,” ujar Shinta kepada SUAR di Jakarta (25/9)